Hanya Kamu Hidupku - Bab 470 Tidak Tenang Kalau Biarkan Kamu Sendirian

Pani duduk tegap, awalnya dia ingin mengatakan sesuatu, namun dikarenakan takut mengganggu Sumi yang sedang bekerja, sehingga dia menelan kembali semua kata-katanya.

Tut tut…

Pada saat ini, ponselnya Sumi yang berada di atas meja sedang bergetaran.

Pani menoleh secara refleksnya, akan tetapi ketika dia baru melirik beberapa huruf ‘san’ pada layar, ponsel tersebut sudah diambil oleh sebuah tangan yang besar

Setelah itu, lelaki di sampingnya meletakkan laptop dan berjalan ke arah balkon dengan membawa ponselnya.

Pani menatap lelaki yang telah berjalan ke balkon dan membelakangi dirinya, matanya yang jernih muncul jejak penasaran.

Di balkon.

“Kenapa ?” Sumi meletakkan ponsel pada telinganya dan bertanya.

Linsan mengeluh ringan dan berkata, “ Yuki meneleponku.”

Yuki Wu, klien Sumi yang datang mencarinya pada sore ini.

“Jadi ?”

Sumi tidak mengubah nada bicaranya.

“Sumi, Yuki sifatnya memang begitu, kalau dia mengatakan sesuatu yang menyinggung kamu, kamu jangan emosi padanya.” Linsan berkata dengan tidak berdaya.

“Aku tidak akan emosi padanya.” Dikarenakan tidak penting.

Linsan tersenyum dan berkata, “Aku sudah tahu, sifatmu pasti tidak akan emosi padanya, tetapi dia tidak percaya, bersikeras meminta aku meneleponmu.”

“Ada urusan lain ?” Sumi mengerut alis, sepertinya tidak ingin melanjutkan topik ini lagi.

“Masih nyaman di Provinsi Huai ?” Linsan bertanya dengan nada lembut.

“Iya.”

“Baguslah kalau begitu.” Linsan berkata.

Sumi tidak menyambung pembicaraan lagi.

“Sumi.” Linsan berkata.

“Apa?”

Linsan tersenyum lagi dan berkata, “Tidak apa-apa. Kamu di Provinsi Huai harus menjaga kesehatan diri.”

Sumi berhenti sejenak dan berkata, “Aku tahu.”

“Kalau begitu aku tidak mengganggu waktumu lagi. Tunggu kamu pulang dari Provinsi Huai, kita baru berkumpul lagi.” Linsan berkata.

“Baik.”

Sumi selesai berbicara dan memutuskan sambungan telepon, setelah itu dia langsung berbalik badan.

Sumi melirik sekilas pada seluruh sisi ruang tamu, namun tidak melihat bayangan Pani.

Sumi mengerut alis dan beranjak masuk ke dalam.

Dia mencari di ruang tamu ke semua kamar tidur, akhirnya menemukan Pani yang sedang berada di balkon kamar tidur, Pani melipat kakinya dan duduk di atas kursi, tangannya sedang memegang sebuah buku.

Pani terbengong sejenak setelah melihat Sumi, lalu dia menggerakkan pundak sendiri dan bertanya, “Ada perlu ?”

Sumi tetap mengerutkan alis, namun dia langsung melepaskannya setelah mendengar kata-kata Pani, “Tidak melihatmu di ruang tamu, sedikit khawatir.”

Pani terus menatap Sumi, “Aku takut akan mengganggu kamu kalau duduk di ruang tamu, makanya pindah ke sini.”

Sumi menarik sudut bibir, lalu mengulur tangannya ke arah Pani.

Pani menatapnya dengan tampang bingung.

“Aku tidak akan terganggu karena kamu.”

“…” Pani memegang erat buku yang berada di tangannya, lalu berkata, “Aku ingin baca buku sebentar di sini. Waktu sudah malam juga, sebentar lagi akan tidur.”

“Saat mau tidur baru masuk ke kamar saja. Keluar menemaniku.” Sumi berkata dengan nekat.

Pani kepikiran dengan alasan keberadaan dirinya saat ini, sehingga hanya bisa mengambil buku dan berdiri dari kursi, lalu beranjak ke ruang tamu bersama Sumi.

….

Pada pagi di keesokan harinya, Pani yang baru bangun tidur menyadari dirinya sedang baring di atas kasur kamar utama, dia terbengong sejenak.

Setelah dia selesai mandi dan keluar dari kamar, ingatan semalam perlahan-lahan kembali ke dalam pemikirannya.

Jelas sekali, semalam dia ketiduran lagi di ruang tamu, lalu dipindahkan oleh Sumi ke dalam kamar tidur.

Akan tetapi… semalam dia tidur sendirian atau bersamanya… Pani sama sekali tidak ada bayangan lagi.

Pani berjalan dari kamar tidur ke ruang tamu.

Pani menatap Sumi yang sedang duduk di atas sofa dan membaca dokumen, Pani ingin bertanya padanya, namun merasa ragu dan segan untuk membuka mulut.

Tidak mungkin juga dia langsung bertanya pada Sumi, apakah semalam kita ada tidur bersama ?

“Sekarang masih belum jam tujuh kan ?” Sumi menatap Pani dengan tampang sedikit kaget, “Aku masih mengira kamu akan lama tidurnya.”

“….. Aku sudah terbiasa.” Pani berkata.

“Bangun pagi ya ?” Sumi meletakkan dokumen dan berjalan ke hadapan Pani, lalu menatapnya dengan tatapan jernih dan berkata, “Aku dengar dari William, Ellen kalau bukan terbangun sendiri pada saat liburan dan malahan dibangunkan, pasti akan emosi. Aku kiranya anak zaman sekarang semuanya begitu.”

Wajah Pani sedikit hangat, dikarenakan Sumi terlalu mendekati dirinya pada pagi buta.

“Tidak semuanya begini.” Pani tidak ingin menjelaskan pada Sumi mengapa dirinya menjalin kebiasaan bangun pagi.

Sumi mengulur tangan dan menahan pada belakang kepala Pani, lalu dia mengecup ringan pada bagian dahi Pani. Satu tangannya lagi memeluk Pani ke dalam pelukannya dan berkata, “Kalau sudah bangun, sarapan bersama saja di bawah.”

Seluruh tubuh Pani sedikit melayang, dia bahkan tidak ada tenaga untuk protes tingkah Sumi terhadap dirinya.

Sumi memeluk sejenak dan langsung melepaskan, dia mengambil jaket mereka berdua dan mengenakannya, setelah itu mereka keluar bersamaan dari kamar hotel.

Restoran hotel berada di lantai dasar hotel.

Lift berhenti di lantai dasar, Sumi menggandeng Pani dan keluar dari lift, lalu berkata, “Selesai sarapan, aku mau keluar sebentar, kamu bisa tinggal sendirian di hotel ?”

Pani mengangguk dengan turut.

Pani tersenyum, “Awalnya mau menyarankan kamu jalan-jalan juga di luar, tetapi aku tidak tenang kalau biarkan kamu sendirian. Jadi hanya bisa menyusahkan kamu untuk tinggal sebentar di hotel.”

Pani mengulur tangan dan menjambak rambut sendiri, dia berusaha mengelabui kepanikan hatinya yang dikarenakan kata-kata Sumi, akhirnya dia berbisik ringan, “Aku bukan anak kecil juga, apanya yang tidak bisa tenang.”

Sumi menatapnya, “Bagaimana kalau memang tidak bisa tenang ?”

Pani mengerut bibir, berusaha mengendalikan sudut bibir sendiri yang terus melayang ke atas.

Akhirnya Pani tidak berhasil mengendalikan senyuman dirinya, sehingga dia hanya membalikkan kepala sendiri.

Awalnya Pani hanya bermaksud untuk mengelabui isi hati sendiri, namun setelah membalik kepalanya, kebetulan bertatapan dengan seorang wanita yang sedang kebingungan.

Pani sedikit terbengong.

Wanita itu melihat Pani telah balik menatapnya, sehingga sedikit memejamkan matanya dan langsung berjalan menghampiri mereka dengan gaya elegan.

Pani merasa sedikit bingung, sehingga dia hanya bisa menarik lengan Sumi.

Sumi menunduk dan menatapnya, lalu berkata, “Kenapa…”

“Abang Nulu.”

Sudahlah !

Setelah mendengar suara ini, Pani langsung mengerti semuanya !

Dia bukannya klien Sumi yang datang ke kamar mereka pada semalam ? !

Pani mengerut bibir dan ingin menarik tangan sendiri yang sedang digenggam Sumi, akan tetapi Pani masih belum bertindak, Sumi sepertinya telah menebak aksinya, sehingga semakin mengeratkan genggaman tangannya.

Gerakan Sumi membuat tangan Pani terasa sedikit sakit !

Pani menggigit bibir sendiri, dia melotot Sumi dengan tatapan emosi.

Sumi menggandeng Pani dan berbalik badan, menatap Yuki yang berpakaian warna-warni pada musim dingin.

Yuki berjalan ke hadapan mereka, dia sedikit memejamkan mata sendiri dan menilai Pani, akhirnya baru tersenyum paksa dan menatap Sumi, “Abang Nulu, tidak mau mengenalkan ya ?”

“ Pani.” Nada bicara Sumi sangat datar,

Yuki tidak mempedulikan siapa nama Pani, dia hanya mempedulikan apa hubungan Pani dan Sumi !

Yuki melirik ke arah Pani, “Gadis kecil ini kelihatannya sangat muda, jangan-jangan saudara abang Nulu ya ?”

Sumi menatap Yuki, tatapan yang jernih sepertinya mulai berubah dingin, “Begitu paginya datang ke sini, mau cari aku, atau karena masalah lain ?”

Yuki sepertinya memang tidak ada kesadaran diri, atau dapat dikatakan bahwa, dia sangat penasaran sekali mengenai hubungan Pani dan Sumi, sehingga berkata lagi, “Aku datang ke sini, tentu saja mau cari abang Nulu. Masih bisa cari siapa lagi kalau bukan mencari kamu. Tetapi abang Nulu…”

Tatapan Yuki beralih ke tubuh Pani, ketika melihat jelas pakaian Pani, tatapannya muncul kesan merendahkan, “Gadis kecil ini kelihatannya lumayan cantik, ini saudara abang Nulu yang bagian mana ya ?”

Kesan tidak senang dan kesan merendahkan yang berada di dalam tatapan Yuki terlalu jelas, Pani bahkan tidak bisa mengabaikannya.

Lagi pula, sifat Pani memang sangat menjaga harga diri, sehingga dia sangat sensitif dengan perihal seperti ini.

Oleh sebab itu.

Pani mengedipkan mata sendiri, pada saat Sumi masih belum menjawabnya, Pani langsung tersenyum manis kepada Yuki dan berkata, “Terima kasih pujian bibi.”

Yuki, “…..” Dia hampir tersedak dengan air ludah sendiri.

Barusan Pani menyapa dirinya sebagai apa ?

Bibi ?

Setelah melihat wajah Yuki yang telah berubah kaku, Pani mengedipkan sepasang bola mata yang polos kepadanya dan berkata, “Bibi, kenapa ekspresi bibi begitu ya ? Bibi temannya paman Nulu aku kan ? Aku menyapa paman Nulu aku dengan sebutan paman, bibi temannya paman Nulu, jadi tidak salah kan kalau aku menyapa Anda dengan sebutan bibi ? Paman Nulu, aku salah menyebut ya ?”

Sumi sangat senang dengan kata ‘paman Nulu aku' yang dikatakan oleh Pani.

Dikarenakan dalam bahasa Pani pada saat ini, sebutan paman Nulu bukan lagi sebutan terhadap orang tua, malahan sejenis sebutan mesra antara lelaki dan wanita.

“Terserah kamu saja, nyonya Qin tidak akan keberatan.”

Suami Yuki yang telah meninggal dunia bermarga Qin.

Wajah Yuki yang telah berdandan indah menjadi sedikit kejang.

Pani menatap Yuki dan berkata, “Bibi, bibi tidak akan keberatan kan ?”

“Tentu, tentu saja tidak akan.”

Yuki menahan amarah dan menjawabnya, “Kamu keponakan abang Nulu, aku temannya abang Nulu, kamu memang harus menyebutku sebagai… bibi.”

“Paman Nulu, kenapa aku merasa bibi ini tidak terlalu senang ya ?” Pani berkata dengan nada bingung.

Sumi juga sangat menurutinya, dia sedikit memejamkan mata dan menatap Yuki, “Nyonya Qin merasa tidak senang ya ?”

“… Tidak, tidak ada, buat apa tidak senang.” Yuki menarik nafas dan menjawab.

“Kalau begitu kenapa kamu tidak tersenyum ?” Pani menatap Yuki dengan tampang polos.

Sudut bibir Yuki sedikit kejang, setelah itu dia balik menatap Pani.

Yuki bukan orang bodoh, saat ini dia telah mengetahui niat Pani !

Setelah melihat wajah Yuki yang sedikit kejang, suasana hati Pani mulai senang kembali, dia tentu saja tidak akan memaksa Yuki untuk bersenyum, sehingga hanya mengangkat kepala sendiri dan berkata pada Sumi, “Paman Nulu, aku tidak ganggu kalian membahas pekerjaan lagi, aku ke restoran dulu.”

Namun Sumi malah menarik tangannya dan berkata dengan nada lembut, “Pergi sama-sama.”

Tetapi…

Pani melirik ke arah Yuki.

Yuki menatap wajah Sumi dengan tampang penasaran, saat ini wajah tampan Sumi yang telah berubah lembut dikarenakan menatap Pani.

Sumi sama sekali tidak mempedulikannya, dia melirik pada Yuki dan berkata, “Kalau tidak berkenan, bisa mencari tempat duduk lainnya, setelah selesai sarapan bersama Pani, aku akan menghubungi kamu lagi.”

“Abang Nulu…” Aku juga belum sarapan !

“Ada lagi, dia bukan keponakanku !”

Sumi tiba-tiba menambahkan kalimat ini, membuat kata-kata yang akan dilontarkan Yuki tersedak kembali ke dalam tenggorokannya.

Sumi tidak menatap Yuki lagi, dalam tatapan Yuki yang kaget dan kebingungan, Sumi menggandeng tangan Pani dan berjalan ke dalam restoran.

Yuki mengulur tangan dan menyeret bagian dada kiri sendiri, nafas dirinya semakin menyesakkan.

Setelah itu Yuki meredakan semua emosional dan nafasnya.

Yuki langsung mengeluarkan ponsel dari tas, lalu menghubungi sebuah nomor.

“ Yuki ?”

Telepon tersambung dengan cepat, setelah itu langsung terdengar suara lembut seorang wanita.

Novel Terkait

Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu