Hanya Kamu Hidupku - Bab 606 Kesenangan Anak Cacat Mental Lebih Banyak

Ethan menatap wajah putih mungil milik Bobo, "Kamu salah lihat!"

Bobo pun memutar tubuhnya yang mungil itu, dengan sekuat tenaga mendongkakkan kepalanya yang mungil itu, dan memajukan bibirnya yang mungil dan berkata, "Ayah, ada kalanya aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana terhadap kamu agar lebih baik."

Ethan pun menarik ujung bibirnya.

Bobo menghela nafas, kemudian ia menjulurkan tangan untuk mengenggam sebuah jari tangan Ethan yang panjang, dan berkata : "Ayah, tidak peduli bagaimana kamu memperlakukanku, kamu tetaplah ayahku! Oleh karena itu ayah, kamu bicaralah yang jujur kepadaku, kamu barusan apakah membelalakkan mata kepadaku?"

Ethan dengan wajah yang dingin memandang Bobo, "Sudah selesai bicaranya?"

"Ayah ..."

"Jangan panggil aku!" Ethan merasa kesal dengan dia, kemudian memutar balik tubuhnya dan berjalan pergi.

Bobo tertegun sejenak, kemudian ia menggerakan kedua kakinya yang pendek itu untuk mengejarnya, "Ayah, kamu jangan begitu. Walaupun kamu membelalakkan mata kepada aku juga tidak masalah ya, kamu tetaplah ayahku, kamu tidak perlu karena merasa bersalah jadi merasa tidak enak untuk mendengar aku memanggilmu ayah. Ayah, ayah, aku mencintaimu, love love love ..."

"Aiyooo astaga ..."

Melihat Bobo yang menjulurkan tangannya yang gemuk dan mungil itu untuk membuat tanda love ke arah Ethan, Samir pun segera tertawa terbahak-bahak, "Setelah Bobo dewasa aku pasti akan membinanya menjadi pelawak yang paling terkenal, sungguh sangat menyenangkan, membuat aku sangat gemas."

Frans mengangkat tinggi ujung bibirnya, "Kalian lihatlah wajah tegas Ethan dan penampilannya yang tidak tersenyum itu, aku tebak, di rumah terdapat anak kecil yang begitu lucu ini menemani dirinya, di dalam hatinya sejak awal pun sudah berbunga-bunga. Hanya saja aku merasa penasaran, sebenarnya perempuan seperti apa yang dapat melahirkan anak seperti Bobo ini."

"Kakak ketiga sebelumnya bukankah terus-menerus mencari ibu nya Bobo? apakah masih tidak ada kabar?" Ellen Nie memalingkan tatapannya dari Ethan dan Bobo, kemudian ia memandang dan bertanya kepada William yang ada di sampingnya.

William menggerakkan alisnya yang panjang itu, dan menatap Ellen, "Mungkin saja."

Mungkin?

Ellen pun memandang William dengan tatapan yang tak begitu memahami maksudnya, "Kakak keempat, apakah sudah ada petunjuknya?"

Frans membuka kedua tangannya, "Kakak ketigamu bersih keras ingin mencarinya sendiri, tidak membiarkan kita untuk ikut campur."

" Ellen kecil, kakak ketigamu biasanya terlihat tidak melakukan apa pun namun nanti dia akan menampilkan hasil yang mengejutkan semua orang, dia mengejutkan semua orang dengan melahirkan seorang anak lelaki, mungkin saja suatu hari nanti dia tiba-tiba akan membawa keluar ibu kandung dari anak itu dan membuat kita semua terkejut." Samir memegang dagunya, dan berbicara sambil tersenyum.

"Bisakah?" Ellen tertegun, tiba-tiba ia menolehkan kepalanya dan memandang Pani, "Pani, apakah anaknya telah diberikan nama?"

Samir, "...." Pikiran kecil ini melonjak, menandakan bahwa ia mengakuinya.

Pani menganggukkan kepala, kemudian menatap beberapa orang yang hadir disana, kemudian berkata dengan tersenyum, "Namanya Lian Nulu."

"Sangat enak didengar." Ellen berkata sambil tersenyum.

"Aku juga merasa demikian." Pani dengan ringan memutarkan bola matanya, untuk memandang Sumi.

Wajah Sumi tersenyum tipis, saat melihat Pani yang berjalan ke arahnya, diam-diam ia pun menggenggam tangannya.

"Nama ini sekali didengar pasti diberikan oleh Paman Nulu." Samir menolehkan kepalanya untuk memandang Samoa yang sedang duduk di sofa yang ada di ruang tamu.

Samoa pun tertawa terbahak-bahak.

Samir berkata dengan suara yang pelan, "Nama yang diberikan oleh Paman Nulu, satu per satu semuanya memiliki makna berani menghadang angin dan badai untuk menerjang ke depan. Sumi, Sumi, sekarang ditambah lagi dengan Lian Nulu."

Ia berkata hingga perkataan ini, kemudian Samir dengan segera menekankan suaranya ,"Namanya terdengar sangat harmonis, sangat elegan, bakat dan sifat kejam tersembunyi semuanya tercakup di dalamnya."

"Beranikah kamu dengan suara yang lantang mengatakan ini semua?" Frans Domigo menendangnya, dan tertawa meremehkan.

Samir menatapnya dengan jijik, "Jangan bermain fisik, aku dengan kamu memangnya akrab?"

"Tidak tahu aku overprotektif, malah menendang kamu seorang yang tidak akrab ini!" Frans pun mengangkat kaki nya dan menendang lagi.

"Aiiii ... " Samir pun tertendang hingga melompat ke belakang untuk bersembunyi, "Frans, kamu jangan memaksa aku ya, memaksakanku, aku akan pergi menuntut kamu!"

"Tuntut aku, tuntut aku. kamu pergilah tuntut aku!"

Frans pun melangkah maju, kemudian ia menahan bahu Samir dan menekannya ke bawah, lalu mulai menendangi punggung dan bokongnya.

"Arrrggg ... aaaaaaa .... aku sudah cukup menahan diri dengan mu, sayangg , tolong, sayang ....." Samir berteriak-teriak, namun berteriak-berteriak sebenarnya dia berlutut dibawah sana juga sangat gembira.

Wajah tampan dari Frans pun memerah, dia diam-diam menggertakkan gigi, dengan sekuat tenaga menendang bokong Samir.

"Ibu, Paman Samir apakah seorang yang menyukai rasa sakit? Dia dipukul oleh paman Frans, namun dia sepertinya terlihat sangat senang." Tino melihat Samir duduk diatas lantai dan tersenyum, dia pun mengerutkan alisnya, dan bertanya kepada Ellen.

Ellen menahan tawa, kemudian menjulurkan tangannya untuk mengelus kepala Tino yang mungil, "Paman Frans dan Paman Samir kamu hanya sedang bercanda, sama seperti kamu biasanya bermain bercanda dengan adikmu. Karena senang makanya tersenyum."

Toni memandang Ellen, "Ouhh."

"Thomas telah datang."

Terdengar suara Samoa.

Pani yang mendengar suara tersebut langsung menuju kesana.

Kemudian ia melihat di sebelah tangan Thomas Mu memegang sebuah tongkat hitam berpola naga, dan satu tangannya lagi menggandeng tangan seorang wanita berkulit putih dan halus.

Sementara wanita itu, tidak lain adalah Linsan.

Pani menatap wanita itu dengan detail sedikit terlihat wajahnya pucat, yang merupakan wanita yang bertubrukan dengan dirinya pada saat dia pergi ke hotel untuk mencari Riki, Britania sepertinya memanggil dia, Selma .

"Semuanya telah tiba."

Thomas sedikit menganggukkan kepalanya terhadap Samoa, kemudian mengangkat ujung bibirnya, lalu ia berkata dengan ringan sambil menatap William dan yang lainnya.

William memandang sekilas Selma , kemudian ia menganggukkan kepalanya.

Sumi dan Frans beserta orang yang lainnya saling bertukar pandang, kemudian berkata kepada Thomas, "Jangan hanya berdiri saja, mari masuk ke dalam."

"Hmm." Thomas pun memandang Selma , "Kamu bukankah ingin melihat anaknya, pergilah untuk melihat."

Selma mendongakkan kepala untuk melihat dirinya, sepasang mata jernih nya itu, tidak tahu sejak kapan, sepertinya selalu ditutupi dengan selapis kain tule yang buram.

Thomas pun melepaskan tangannya, "Pergilah."

Selma sedikit memilin jari tangannya, perlahan-lahan ia melihat ke arah orang banyak yang berdiri di samping ranjang bayi tersebut, wajahnya yang cantik dan putih itu samar-samar tercetak ketakutan.

Melihat hal tersebut.

Ellen dan Pani saling bertatap-tatapan.

Pani melangkah maju, kemudian menarik tangan Selma .

Jari tangan Selma terasa kaku, dengan nafas yang ringan ia menatap Pani.

Pani pun mengedipkan mata ke arahnya, sebisa mungkin membuat dirinya terlihat hangat dan bersahabat.

Selma telah bertatapan mata dengan dirinya selama beberapa detik, barulah ia menggandeng tangan Pani dan melangkah maju.

Melihat Pani yang membawa Selma menuju ke samping ranjang bayinya, Thomas barulah dengan memegang tongkatnya maju perlahan-lahan.

......

Di samping ranjang bayi, Selma melihat bayi mungil yang berada di dalam ranjang bayi, lapisan kain yang menutupi kedua matanya sepertinya semakin menebal.

Thomas pun berjalan ke sisi Selma , juga melihat Lian, mata yang biasanya tidak tergoyahkan itu terpaku pada wajah mungil yang indah bagaikan malaikat itu selama beberapa saat, kemudian berkata, "Sudah diberi nama?"

"Sudah. Namanya Lian Nulu." Sumi berkata.

Beberapa saat kemudian.

Thomas mendongakkan kepalanya, dan menatap Sumi, "Cukup bagus. Mirip sepertimu."

Sumi mengangkat alisnya, "Ini adalah putraku."

Selma terus menatap Lian, wajahnya yang pucat pun menjadi tenang, namun ujung matanya meluap darah berwarna merah.

Para pria menatap Selma dengan tidak nyaman, namun Pani dan Ellen sebaliknya dapat melihatnya, mereka juga telah melihat perbedaan dari Selma .

Dia meskipun berusaha sekuat tenaga menahan, namun bibirnya seperti memintanya untuk mengigitnya hingga berdarah.

Di dalam hati Pani dan Ellen diam-diam terkejut, juga khawatir.

Pada saat keduanya merasa ragu apakah harus bertanya kepadanya, Thomas tiba-tiba saja merangkul pinggang Selma .

Selma Seluruh tubuhnya gemetar, tatapan matanya pun akhirnya beralih dari wajah Lian, ia pun mendongakkan matanya yang bersinar merah itu, dan menatap Thomas.

Jakun Thomas pun bergetar dengan ringan, dari mulutnya keluar suara yang datar, "Seperti yang kamu minta, setelah melihat anak tersebut, beritahu aku, sudah senangkah?"

Semuanya memandang Thomas dan Selma .

Ujung Bibir Selma gemetaran, kemudian naik dengan acuh tak acuh, kemudian dengan keras ia menarik tangannya dari Thomas, dan menundukkan kepalanya kembali, untuk menatap Lian.

Thomas tidak berekspresi apa pun, hanya kembali melanjutkan menggenggam tangan Selma , dengan diam-diam ia melihat ke arah Selma , "Saat aku dan Selma baru saja masuk ke dalam rumah, kalian semua ada yang tertawa ada yang berbicara. Kenapa dalam sekejap, semuanya tidak bersuara lagi?"

Semua yang hadir, "...."

Tidak ada yang bersuara.

Thomas pun tertawa rendah terhadap dirinya sendiri, "Kelihatannya aku biasanya jarang berkumpul dengan kalian, membuat pertemuan yang sangat langkah ini, sebaliknya malah membuat kalian merasa tidak nyaman."

"Ehemm ..."

Samir batuk, kemudian ia menepuk-nepuk bokongnya dan berdiri, ia menarik Frans untuk berjalan kesana, ia pun bersandar di bahu Thomas, dan berkata, "Kakak Mu, yang kamu katakan memang tidak salah, yaitu kamu biasanya terlalu sulit untuk diundang, membuat sekalinya ketika kamu tiba-tiba muncul, membuat orang lain sungguh tidak tahu harus memperlakukan dengan bagaimana supaya baik. Menurut aku bagaimana jika, dikemudian hari kamu banyak-banyaklah berkumpul dengan kami para saudaramu ini, supaya kami terbiasa."

Thomas memiringkan kepalanya untuk melihat Samir, dengan nada yang hangat, ia pun berbicara dengan nada yang seperti kakak tertua berbicara kepada adik kandungnya sendiri, "Berdiri yang benar."

Samir dari belakangnya menahan bahunya, "Tidak akan, aku akan membuatnya terbiasa dulu."

Frans menatap sebelah mata Samir, "Sungguh begitu banyak kesenangan anak bercacat mental itu!"

Samir hampir saja tersedak dengan air liurnya sendiri, ia kemudian menggertakkan giginya dan memandang Frans.

Frans tidak mempedulikannya.

Walaupun Samir sangat tidak senang dipukuli oleh Frans, hanya saja atmosfir yang canggung dan suram sudah berbalik menjadi lebih hangat.

.....

Ruang makan.

Selain Seira sendiri yang turun tangan untuk membuat beberapa hidangan makanan, selainnya juga masih ada memesan beberapa makanan untuk diantarkan ke ruang makan.

Berkaki empat kecil, ditambah dengan meja bundar berbentuk panjang yang dikelilingi oleh lima belas orang dewasa, sangatlah ramai.

Seira berkata dengan penuh perasaan, "Aku merasa telah lama tidak seramai ini."

"Aku sudah hampir lupa ramai itu seperti apa rasanya." Bobo memasukkan sepotong daging ke dalam mulutnya, dan berkata, "Dirumah kami hanya ada aku dan ayah, nenek yang memasak setiap hari pulang setelah selesai memasak, juga tidak makan bersama dengan kami. Sementara itu hal yang paling sulit dari ayah, tidak hanya memilih makanan, juga saat makan tidak memperbolehkan aku bicara. Sudahlah, setelah makan juga sudah boleh bicara lagi. Namun setelah selesai makan ayah akan langsung ke ruang baca dan sibuk dengan pekerjaan, sama sekali tidak mempedulikanku. Setiap hari aku hanya bisa menonton televisi, dan berbicara sendiri."

Bobo sambil berkata, ia mendongakkan matanya yang berkaca-kaca itu dan berkata serius terhadap Seira, "Aku sangat takut aku akan berubah menjadi seperti ayah."

"Haha." Seira dengan senang, menjepitkan paha ayam untuk Bobo.

Bobo dengan mata yang berbinar, ia berkata dengan manis, "Aku sangat kagum dengan Lian Nulu kecil, karena dia di dunia ini memiliki seorang nenek yang paling baik."

Seira sangat senang hingga tidak dapat mengatupkan mulutnya, ia terus-menerus menjepitkan sayur untuk Bobo.

Ethan yang ada disampingnya, ia dengan diam menggoyangkan gelas anggurnya, namun sepasang mata yang terpantul dari cairan anggur merah yang ada di dalam gelas itu, malah menampilkan sorotan mata yang mendalam.

"Bobo, kamu boleh datang kerumah kami, rumah kami sangat ramai." Nino berkata, "Aku bisa membagikan separuh kasur aku dengan kamu. Bagaimana, cukup menarik bukan?"

Bobo Hunt menganggukkan kepalanya, "Cukup menarik. Hanya saja, aku tidak dapat kesana. Setelah pergi di dalam rumah nanti hanya akan ada ayah seorang diri, sangat kasihan."

Ethan berhenti sejenak sambil memegang gelas anggurnya, kemudian ia menatap Bobo.

Bobo dapat merasakannya, ia pun memakan paha ayamnya, kemudian ia mengangkat kepala mungilnya dan dengan mengecilkan matanya ia tersenyum kepada Ethan, dengan tidak jelas ia berkata, "Ayah, memiliki anak lelaki seperti aku baik bukan?"

Ethan tidak mengatakan apa pun, ia hanya mengangkat tangannya untuk mengelus kepala mungil milik Bobo.

Novel Terkait

Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu