Hanya Kamu Hidupku - Bab 269 Tidak Memberiku Raut Wajah Yang Baik

Saat ini, Nino tiba-tiba membuka kedua mata besar dengan jelas, menatap suatu tempat, mengeluarkan suara “Yi”.

Ellen menatap Nino dengan ragu.

Nino mengeluarkan tangan kecil gemuknya dari selimut dan menunjuk ke arah jendela, “Mengapa?”

Ellen melihat ke arah yang ditunjuk oleh Nino, ketika melihat seluruh jendela dari lantai ke langit telah ditutupi dengan aluminium dan besi, mata lebar Ellen tiba-tiba menjadi sipit.

“Di sana juga sudah tutup.” Kata Tino dengan suara rapuh.

Ellen pergi melihat jendela lainnya, tidak diduga, semuanya sudah ditutup.

Jantung Ellen berdetak kencang, matanya yang besar dan jernih penuh keraguan, perlahan-lahan pindah ke seseorang yang sedang duduk dengan tenang.

William menyipitkan matanya, selalu diam dan dingin.

Sumi, Frans dan Samir tidak mengatakan sepatah kata pun.

Jelas sekali, situasi didalam villa ini, mereka sudah tahu.

Ellen menatap mata William dengan kaget, dalam keheningan dan ketidakhirauan William yang cukup panjang, kelopak matanya perlahan turun.

Hanya saja di ujung hatinya, sepertinya terjerat oleh benang es yang tak terlihat, menariknya dengan keras.

Dia …… Sepertinya tidak pernah bertanya, dia beberapa tahun ini, bagaimana caranya kemari?

……

Frans bertiga meninggalkan villa setelah sarapan.

Darmi tahu bahwa kedua anak kecil yang di gendong oleh William dan Sumi adalah anak dari Ellen dan William, dia sangat terkejut, dan tidak pernah berpikir bahwa, Ellen mengandung anak kembar.

Kedua anak kecil itu terbangun pada pukul empat, dan sekarang sudah mengenyangkan perut, sehingga mereka merasa pusing dan ngantuk.

Darmi kemudian naik ke atas, dengan cepat membersihkan kamar tidur, untuk membiarkan dua anak kecil beristirahat.

Setelah Tino dan Nino tertidur, Ellen keluar dari kamar, berdiri di koridor melihat ke bawah ruang tamu, tetapi tidak melihat seorang pun.

Ellen mengerutkan bibirnya, dan mengalihkan pandangan ke kamar yang dia tinggal sebelumnya.

Setelah sekian lama berdiri disana, Ellen mengangkat nafasnya, berjalan menuju kamarnya.

Mengira bahwa kamarnya ada di sebelah kamar seseorang.

Untuk sampai kekamar Ellen, harus melewati kamar seseorang.

Tetapi, ketika menuju jalan depan pintu kamar tidurnya, mata Ellen “Sangat tidak sengaja” melirik pintu itu, tidak terduga pintu itu benar-benar membuka celah.

Ellen berhenti tanpa sadar.

Saat itu, suara dingin seorang pria datang dari ruangan.

“Biarkan orang-orang itu kembali dalam dua jam.”

Orang-orang itu?

Siapa orang itu?

Ellen menatap celah di pintu dengan ragu.

Setelah beberapa saat, tidak ada suara yang keluar dari dalam.

Ellen menyipitkan mata, dan berjalan ke pintu kamarnya lagi.

Berdiri di depan pintu, Ellen mengulurkan tangan untuk memegang gagang pintu, tidak bisa menahan nafas, dan membuka pintu.

Ketika pintu didorong pelan olehnya, Ellen menahan nafas, kelopak matanya sedikit tegang.

Tetapi ketika pemandangan kamar tidur benar-benar terbuka di depan matanya, mata Ellen perlahan-lahan meregang, nafasnya sedikit terbuka dengan lega.

Pinggangnya tiba-tiba ditangkap dari belakang.

Ellen hampir berteriak karena kaget, berbalik dan melihat ke belakang.

Wajah tegas seseorang memenuhi kelopak matanya, alis Ellen mengerut, kedua tangan memegang lengannya untuk melepaskan.

Namun, tangan Ellen baru saja diletakkan di lengannya, dia membuka sedikit lengannya, mengikuti dengan seksama, tangan Ellen dibungkus oleh tangannya yang lebar dan hangat, dan lengannya kembali ke pinggang rampingnya.

Ellen menundukkan wajahnya, dan masih memberontak.

William memeluk pinggangnya, dan mengangkatnya langsung, berjalan ke kamar Ellen.

Suara tutupan pintu dari belakang, gendang telinga Ellen sedikit meledak, tidak bisa berpura-pura “Bisu” lagi, dengan kesalnya berkata, “William……”

“Aku disini.”

Ellen, “……”

William menurunkannya, membungkus pinggangnya, membalikkan badannya, dan berhadap dia memeluknya.

Wajah Ellen memerah, pipinya menggembung, mata besar menatapnya dengan sangat cerah.

William menunduk kepalanya ke dahi Ellen, mata hitamnya melihat Ellen dengan dalam, suara lembut yang tidak seperti dia, “Selamat pulang ke rumah.”

Bulu mata Ellen bergetar keras, tetapi masih membuatnya kesal.

William berkedip pada Ellen seolah-olah dia lemah, “Sudah lima atau enam jam, masih tidak berencana untuk memberiku raut wajah yang baik?”

Ellen mengerutkan kening, bergumam dalam hatinya.

Keterlaluan sampai segitu, bahkan permintaan maaf pun tidak ada, ingin dia memberinya raut wajah yang baik, apa yang dipikirkan olehnya?!

“Katakan padaku, kapan aku pernah marah denganmu begitu lama?” William mengendongnya, berjalan ke tempat tidur dengan langkah besar dan duduk, memaksa Ellen untuk duduk di pahanya yang keras, dan melihat Ellen dengan sedikit perasaan bersalah di matanya yang dingin.

Seolah-olah mengadu Ellen tidak adil!

Lima atau enam jam, lamakah?

Ellen sama sekali tidak merasa!

Dia kali ini sangat keterlaluan, mengabaikannya dari awal sampai akhir.

Ini membuat Ellen berpikir, bahwa pendapatnya, tidak dihargai olehnya sama sekali.

Entah itu empat tahun yang lalu, atau empat tahun kemudian.

Dia selalu melakukan sesuatu seperti ini, melakukan apa yang dia inginkan, selalu tidak menanyakan keinginannya.

Jika membahas masa lalu Ellen masih tidak begitu mempedulikannya.

Tetapi kali ini, Ellen benar-benar menyadari keseriusan dalam masalah ini.

Bayangkan, jika beberapa tahun ke depan, William selalu melakukannya sesuka hati, melakukan apa yang dia inginkan, juga tidak berdiskusi dengannya, melakukannya sendiri, dan akhirnya merasa bahwa yang dilakukannya itu hal yang benar, bagaimana menghadapi hari kedepannya?

Jadi kali ini, Ellen memutuskan, jika seseorang tidak memberikan jaminan padanya, atau tidak menyadari masalahnya sendiri, masalah ini dihadapannya, tidak dapat dilupakan.

William melihat Ellen, mengerucutkan bibirnya, sepasang mata besar yang jelas bergerak dengan lembut.

William berpikir bahwa dia sedang mempertimbangkan untuk memaafkannya atau tidak.

Mata hitam itu sedikit menyipit, William juga tidak mendesaknya, memeluknya dengan satu lengan, mencegah agar dia tidak jatuh dari pahanya, dan memegang tangan Ellen dengan tangannya yang lain untuk bermain dengan lembut.

Tiba-tiba, telapak tangannya kosong.

William mengerutkan alisnya, mengangkat matanya menatap wajah kecil Ellen dengan curiga.

Ellen meletakkan tangan di belakangnya, menatapnya dengan mata besar, “Beri aku ponsel.”

William menyipitkan matanya, dengan suara dingin, “Mau ponsel untuk apa?”

Ellen mendengus, “Apakah aku sekarang menelepon juga harus lapor kepadamu?”

Begitu Ellen mengatakan kata “Kasar”, wajah William berubah menjadi hitam.

Mata dingin yang seram menatap Ellen.

Bola mata Ellen bergetar tanpa terlihat, mengambil nafas dalam-dalam, mengangkat wajah kecilnya dan menatapnya tanpa rasa takut, “Apakah aku memberitahu bahwa apa yang ingin aku lakukan dengan ponselmu, kamu baru akan memberikannya kepadaku?”

“…… Tidak perlu!”

William memegang pinggang Ellen, dan mengangkatnya, “Melempar” ke tempat tidur.

Ketika Ellen melihatnya tiba-tiba bangun, ponselnya juga terlempar kepadanya.

Ellen mendengus lagi, dia tidak peduli, kemudian mengambil ponselnya, dan ketika membuka layar ponselnya, baru tahu bahwa harus menggunakan kata sandi untuk membukanya.

Ellen ingin menanyakan kata sandinya.

Apa yang dipikirkan olehnya, Ellen mengerucutkan bibirnya, berpegang pada keberuntungan, mengklik kata sandi, dan memasukkan empat angka.

Kemudian …… memalukan!

Kata sandi salah!

Dan yang dimasukkan oleh Ellen, adalah ulang tahunnya sendiri …… Yah, begitu tidak tahu malu!

Ellen mengedutkan sudut mulutnya, terpaksa, harus menjilat wajahnya, dan melirik seseorang, “Apa kata sandinya?”

William melihat gerakan Ellen sebelumnya dengan serius, dan sekarang melihat rona merah di wajah Ellen, tidak bisa menahan cibiran.

Ellen, “……” Terpaksa pura-pura tenang dan bertindak seolah tidak terjadi apa-apa.

“1012.”

Kedua mata Ellen cerah, “Ini bukannya ……”

“Heh.”

William mencibir, dan berbalik badan.

Ellen menggigit bibirnya, menatap lurus ke belakang punggung seseorang, meregang wajah kecilnya.

Baiklah.

Dia baru saja memasukkan nomor ulang tahun kalender barunya.

Dan ternyata kata sandinya adalah …… Ulang tahun Cina-nya.

Ellen menyentuh wajahnya yang panas, dan tidak bisa menahan untuk mengaitkan mulutnya yang tipis

Kakinya menyilang di atas tempat tidur, memasukkan kata sandi dengan jari agak cepat.

Kata sandi ponsel terbuka, Ellen menekan tombol panggilan, dan ketika memasukkan nomor telepon, sudut mulutnya merosot ke bawah.

Memanggil nomor itu, Ellen dengan lembut menempelkan ponselnya ke telinganya, matanya sudah kelihatan masam.

Meninggalkan kota Rong.

Dia bahkan tidak mengucapkan selamat tinggal kepada nenek dan kakaknya, dengan begitu …… langsung pergi.

Ellen menundukkan kepalanya, berbalik badan diam-diam, menghadap ke William.

Mendengar suara dengkuran dari belakang.

Mata William dingin dan dalam, walaupuan tidak berbalik badan, tetapi matanya melirik ke sana.

“Apakah Agnes ?”

Begitu panggilan tersambung, suara serak Nurima yang mendesak datang dari ponsel.

Mulut Ellen mengerut, mengangkat tangannya untuk menahan sudut matanya, air matanya tertahan, tetapi tidak bisa menutupi suara hidung yang lebat ketika dia membuka mulutnya, “Nenek, ini aku.”

“ Agnes ……”

Nurima memanggil Ellen dengan suara serak, kemudian tidak bersuara.

Air mata yang ditahan Ellen, akhirnya menetes.

Setelah beberapa saat, terdengar suara dari telepon lagi.

“Adik.”

“…… Kakak.”

Ellen sedikit terkejut.

“Hmm. Sudah tiba?” Dorvo masih berbicara dengannya dengan nada datar seperti biasanya.

“Hmm.” Ellen mengendus, “Nenek, apakah nenek baik-baik saja?”

“Nenek sangat baik. Karena sudah sampai, maka tetapkan hatimu, tahu tidak?” kata Dorvo.

Dorvo membicarakan kata ini dengan sangat jelas.

Dia berharap bahwa Ellen berhenti memikirkan masalah kota Rong, menjalani kehidupannya dengan damai.

Tetapi bagaimana bisa Ellen tidak memikirkannya?

Di kota Rong memiliki keluarga yang peduli padanya, dan keluarganya, masih dalam jurang kesengsaraan.

Bagaimana mungkin dia tidak memikirkannya, tidak rindu?

“ Agnes ……”

“Nenek.” Mata muram Ellen menjadi cerah ketika dia mendengar suara penyayang dari Nurima, tetapi air mata yang baru saja ditahan menetes lagi.

“ Agnes, kamu harus jaga dirimu baik-baik ketika berada di kota Tong, jaga baik-baik Tino dan Nino, nenek tidak ada di dekatmu, tidak ada yang mengingatkanmu untuk minum obat, kamu sendiri jangan lupa. Selain itu, kamu pergi dengan terburu-buru, tidak sempat membawa barang yang lain, jadi aku dan kakakmu membantumu mengemasnya, dan mengirimkannya kepadamu nanti, kamu harus selalu ingat. Jangan khawatirkan nenek, nenek kuat, bisa makan dan minum, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ketika kamu pergi dengan Tino Nino, villa ini jadi kosong……”

Ketika Nurima mengatakan itu, berhenti tiba-tiba, setelah beberapa saat, suara yang dipaksakan tersenyum, “Tetapi kakakmu berjanji pada nenek bahwa dia akan sering pulang, jadi, jangan khawatir tidak ada yang menemani nenek. Ah, tahu tidak?”

“……”

Mendengar kata-kata Nurima ini, Ellen menutup mulutnya, dan menangis.

William menghela nafas dalam diam, tidak dapat menahan, dan berbalik badan.

Novel Terkait

The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu