Hanya Kamu Hidupku - Bab 192 Tidak Ada Siapapun Yang Dapat Membawamu Pergi Dariku

Ellen Nie mengerutkan kening, matanya yang besar terlihat keberatan.

William Dilsen berdiri di depan pintu ruang studi melihat Ellen kemudian berjalan menuju ke lantai bawah.

Ellen mendekatinya, berdiri di tangga, menatap William dengan cemas.

William turun ke lantai bawah, melihat wajah Ellen yang pucat, dan ekspresinya yang serius, dia mengulurkan tangan menggandeng tangannya yang dingin, alis William berkerut, “Mengapa wajahmu terlihat begitu buruk? Apakah kamu merasa tidak nyaman?”

Sambil berkata, William menggandeng tangan Ellen yang satu lagi, kemudian merapatkan kedua tangannya dan memijatnya dengan lembut.

Tidak lama kemudian, tangan Ellen tidak sedingin tadi, sudah terasa agak hangat.

Tatapan Ellen agak cemas, “Di mana Mamaku? Bagaimana dirinya?”

William menatap Ellen, “Bibi ingin sendirian.”

Ellen, “........”

William melihat kecemasan di dalam mata Ellen semakin mendalam, dia menggandeng tangan Ellen dan berjalan menuju ke sofa, “Aku menelepon memanggil Paman Ji datang melihat.”

“Paman, apa yang ibuku bicarakan denganmu?”

Sekarang Ellen tidak peduli hal lainnya, dia hanya terfokus pada Vima.

Kalau Vima Wen masih melarang mereka bersama, apa yang seharusnya dia lakukan?

Kalau akhirnya, dia harus menyerahkan salah satu pihak, apa yang harus dia lakukan?

Dia tidak ingin membuat pilihan seperti ini, tidak ingin sama sekali.

William menarik Ellen duduk di sofa, matanya yang hitam menatapnya, “Selain berada di sisiku, jangan memikirkan hal lainnya. Paman ketiga menjamin, tidak ada siapapun yang dapat membawamu pergi dariku.”

“.......Paman ketiga.” Ellen mengerutkan kening, bergumam memanggilnya.

“Ellen.” Tangan William yang bersih menyentuh wajah Ellen, menatapnya dengan tatapan mendalam, “Selama tekad kita cukup kuat, tidak peduli alasan apapun, semuanya tidak akan dapat memisahkan kita berdua, ok?”

Ellen mengedipkan matanya, melihat William, beberapa detik kemudian,mengangguk dengan lembut, “Ya. Aku tidak akan berpisah denganmu.”

Jari William menyentuh telinga Ellen, tatapannya menjadi tegang, dan berkata dengan nada rendah, “Ingat apa yang kamu katakan. Kalau suatu hari nanti kamu mengingkari janji, aku akan...... menghukummu!”

Ellen tidak tahu apakah karena dirinya merasakan ketidaknyamanan dalam hati William yang tidak tertunjukkan, dia menarik tangan yang digenggamnya, menutupi telapak tangannya dengan lembut, dan menatap fokus padanya, “Paman ketiga, di mana kamu berada, di situlah rumahku. Tidak ada siapapun yang ingin meninggalkan rumahnya sendiri. Jadi, aku tidak akan pergi meninggalkanmu. Kecuali......”

"Tidak ada pengecualian!"

William langsung memotong kata-kata Ellen, suaranya terdengar kasar.

Hati Ellen berdebar, dia mencibir dan melihat wajahnya yang suram.

William menyipitkan matanya, "Tidak ada pengecualian!"

Ellen, “……..”

Pada saat ini, tiba-tiba terdengar suara membuka pintu dari lantai atas.

Ellen segera melihat ke lantai atas.

Ketika melihat Vima keluar dari ruang studi, Ellen menarik nafas, dia menarik keluar tangannya dari telapak tangan William, berdiri dan memandang Vima.

William menundukkan matanya, berdiri dari sofa, dan memandang Vima.

Vima berdiri di lorong, menatap keduanya yang berdiri di depan sofa, dengan tatapan suram dan sedih.

Mengambil napas dalam-dalam, Vima melangkah menuju tangga.

Ellen melangkah keluar dari sofa, menggenggam erat tangannya sendiri, mengerutkan kening, dan melihat Vima yang sedang berjalan menuruni tangga.

Vima turun dari lantai atas, ketika melihat kegelisahan di wajah Ellen, dia menghela nafas dalam hati dan berjalan ke arah Ellen.

Begitu Vima mendekatinya, tangannya langsung ditarik oleh Ellen.

Hati Vima terasa sakit, matanya mulai memerah lagi.

Tidak ingin dilihat oleh Ellen, Vima menundukkan kepalanya, dan suaranya agak serak, “Mama hanya membenci diriku sendiri tidak bersamamu, kalau aku selalu menemanimu sejak kecil.......” Bagaimana mungkin akan terjadi hal-hal seperti ini?

Vima lebih pendek tiga atau empat sentimeter dari Ellen, dan sekarang kepalanya menunduk ke bawah.

Jadi Ellen juga terpaksa menundukkan kepala menatapnya.

“Mama.”

"Jangan mengatakan apapun lagi."

Vima berkata, suaranya semakin serak.

Ellen menggigit bibir bawahnya.

Vima mengangkat kepala, memandang Ellen, “Ellen, apakah kamu yakin tidak akan menyesal di masa depan?”

"Tidak."

Ellen menggelengkan kepala dengan yakin tanpa merasa ragu.

Hati William sedikit tersentuh, kasih sayang di dalam matanya meningkat tak terkendali, dan menatap Ellen dengan tatapan penuh cinta.

Melihat Ellen seperti ini, Vima sangat sedih.

"Mama." Ellen mengulurkan tangan, menyentuh sudut matanya yang merah, dan berkata dengan terbuka, “Aku benar-benar sangat suka bersama Paman ketiga, dia adalah pria selain ayahku, yang membuatku merasa sangat nyaman dan tenang ketika bersamanya, dan aku merasa diriku adalah orang yang paling senang dan paling bahagia di saat bersamanya. Ma, Paman ketiga bukan orang yang seperti kamu pikirkan, percayalah padaku, oke?”

Mendengar Ellen mengatakan, William adalah orang yang paling membuatnya tenang selain ayahnya.

Vima tidak bisa menahan perasaan sedih, air mata mengalir dari sudut matanya, dan menatap wajahnya yang muda dan cantik, “Ellen, mama benar-benar sangat berharap kamu tidak akan menyesal, dan selalu merasa bahagia, selama kamu senang dan bahagia, ibu pasti akan menerima semuanya.”

Ellen, “.......”

William, “.......”

Jadi

Apakah dia sudah menyetujui mereka?

Ellen menekan kegembiraan, memutar kepala melihat William, lalu menggerakkan bibirnya, menatap Vima, "Ma, kamu, apakah kamu tidak melarang lagi?"

"Apa gunanya aku melarang? Sejak zaman kuno, orang tua selalu tidak dapat mengalahkan anak-anaknya. Orang tua yang selalu berkompromi pada anak-anak mereka, mana ada anak yang ingin berkompromi pada orang tuanya?” Vima berkata.

"Mama, terima kasih."

Ellen memeluk Vima dengan penuh syukur, air mata berlinang, “Benar-benar sangat berterima kasih.”

Vima memejamkan matanya, air mata di sudut matanya terus mengalir seperti sungai, dia mengangkat tangannya, menepuk punggung Ellen dengan lembut.

Alis William yang berkerut, akhirnya perlahan-lahan mereda.

Vima membiarkan Ellen memeluknya, kemudian dia mengulurkan tangan, memegang bahunya, dan mendorongnya sedikit menjauh darinya, pandangannya jatuh pada wajah Ellen yang bersinar, “Meskipun sekarang aku tidak melarang kalian bersama, namun aku juga belum menyetujuinya.”

Sebenarnya apa yang Ellen inginkan sekarang, tidak hanya kata “tidak melarang” dari Vima.

Hubungannya bersama seseorang, tidak peduli siapapun tidak akan mungkin langsung dapat menerimanya.

Jadi dia juga tidak berharap Vima bisa langsung menerimanya, serta menyetujuinya.

"Ma, ada kamu, ada paman ketiga......" serta dua anak kecil di dalam perutnya, “Aku sudah merasa puas dalam hidup ini.”

Ellen berkata, wajahnya yang pucat terlihat lebih semangat.

Vima melihat wajah Ellen yang semangat, barulah dia memaksa dirinya tersenyum.

Dia tidak mengatakan apapun lagi pada Ellen, mengangkat kepala menatap William.

William menyipitkan matanya dan berjalan mendekatinya.

“Wajah Ellen terlihat buruk, aku ingin membawa Ellen pulang beberapa hari, Tuan Dilsen tidak akan menolak, kan?” Vima tiba-tiba berkata.

William mengerutkan kening, menatap Vima, “Ada Bibi Darmi di vila, dia akan merawat Ellen dengan baik.”

“........” Ellen mendengar Vima mengatakan ini, senyuman di wajahnya menghilang, dan memandang Vima dengan waspada.

Vima mengerutkan bibirnya, "Kalian tidak harus begitu waspada, kalau aku bilang tidak akan melarang kalian bersama, maka aku tidak akan melarang. Aku sudah belasan tahun tidak bertemu dengan Ellen, aku hanya ingin mengumpul dengannya selama beberapa hari. Keinginan seorang ibu, apakah ini keterlaluan?”

Ellen melihat wajah Vima yang suram, dia segera memegang tangannya dan berkata, “Ma, jangan marah.”

Vima menarik napas dalam-dalam, mengulurkan tangan dan menepuk telapak tangan Ellen, lalu mengangkat mata menatap William, “Aku tahu dalam keluarga ini, apa yang dikatakan Ellen tidak sah, aku tidak ingin mempersulit putriku. Tuan Dilsen, kamu katakan, bolehkah?”

Ellen, “.......” Merasa malu yang tak terkatakan.

Saat ini, dia tidak mengatakan apapun, mengangkat matanya melihat William.

Wajah William tidak memiliki ekspresi yang berlebihan, namun alisnya berkerut, “Bibi kalau ingin berkumpul dengan Ellen, boleh pindah dan nginap beberapa hari di Vila.....”

“Jadi ini maksudnya tidak boleh?” Vima tersenyum dingin, menatap William.

Dia sudah melakukan kompromi.

Dia malah tidak menyetujui permintaannya.

Pindah dan nginap di sini?

Hiks. Apakah dia ingin dia bertemu dengannya setiap hari, dan membuatnya teringat bagaimana papanya mematikan papa Ellen!

Maaf, dia tidak dapat melakukannya!

“Kalau begini, tidak perlu mengatakan apapun lagi.”

Vima berkata dengan wajah suram, menarik kembali tangan yang digenggam Ellen, berjalan menuju ke luar vila.

Ellen terkejut, “Ma.”

Ellen bergegas maju, menarik tangan Vima, ekspresinya sangat tegang.

Vima berwajah dingin, menatap Ellen, “Ellen, menurutmu, apakah permintaan Mama sangat keterlaluan?”

Ellen, “......”

William berdiri di tempat semula, menatap Vima dan Ellen, ekspresinya sangat dingin, membuatnya terlihat seperti batu besar.

Asalkan ketemu masalah tentang seseorang akan membawa Ellen pergi darinya, hati William benar-benar tidak bahagia, tidak mau, dan tidak setuju.

Meskipun orang ini adalah Ibunya Ellen.

Sebenarnya tidak hanya Vima.

Bahkan Hansen ingin membawa Ellen pindah menginap beberapa hari di rumahnya pun, William menolak dengan sikapnya yang tegas seperti sekarang.

Kecuali kalau dia akan mengadakan perjalanan bisnis, dia khawatir Ellen sendirian, baru akan menyetujui Hansen menjemput Ellen kembali ke rumahnya beberapa hari.

Namun, hal pertama yang dia lakukan setelah kembali dari perjalanan bisnis adalah pergi menjemput Ellen.

Mungkin karena.

Tidak peduli siapapun yang merawat Ellen, William tetap tidak akan tenang. Hanya dengan meninggalkan Ellen berada di sisinya, dan merawatnya dengan hati-hati, dia baru bisa tenang.

Melihat Ellen tidak menjawab, hati Vima terasa sedih, dia melepaskan tangan Ellen dengan kuat, “Lupakan saja. Dibandingkan dengan ibu yang tidak bertanggung jawab padamu selama bertahun-tahun, kamu memihak padanya, aku tidak dapat mengatakan apapun.”

Ketika Ellen mendengar kata-kata Vima, dia tiba-tiba merasa kepalanya membesar.

Menggigit bibirnya, Ellen hanya dapat menatap William dengan tatapan memohon, mengangkat tangannya, menegakkan satu jari dan berkata melalui pandangannya: "Paman ketiga, aku hanya pergi sehari, bolehkah?”

William langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Ellen, “.......”

Novel Terkait

Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu