Hanya Kamu Hidupku - Bab 449 Pani, Apa Kamu Memaksaku Gila

Riki terkejut, nalurinya langsung menghindar.

Sumi dalam sekejap langsung masuk ke dalam apartemen.

Wajah ekspresi Sumi berubah serius, responnya juga cepat, dengan cepat melompat ke hadapan Sumi, kedua matanya dengan dingin melihat Sumi, "Tuan, aku tidak mengundangmu masuk!"

Sumi menyipitkan mata, dengan diam netranya menyapu tas sandang wanita di sofa ruang tamu, matanya bertambah dingin, "Tidak penting kamu ada mengundangku atau tidak, yang terpenting, sekarang aku sudah masuk. Dan juga kalau aku tidak bertemu Pani, aku tidak akan pergi dari sini!"

"Takutnya kamu tidak bisa tidak pergi." Riki tersenyum dingin melihat Sumi, "Disini adalah rumah masyarakat, aku pikir harusnya polisi akan sangat senang menggantikanku mengantarkanmu."

Sumi melempar tatapan "terserah" kepada Riki, mata jernihnya saat ini berubah sangat dalam, pelan-pelan melihat seluruh sudut apartemen, saat melihat dua set mangkuk yang ada di atas meja makan dan juga panci yang masih mengeluarkan asap panas, Sumi tiba-tiba tersenyum.

Riski juga sudah melihatnya, kelopak matanya menegang.

Tiba-tiba mendengar Sumi dengan kuat berkata, "Pani, memangnya aku monster atau iblis, kamu begitu takut padaku? Makanya begitu aku datang, kamu langsung bersembunyi."

Pani yang dibatasi sebuah pintu merapatkan bibirnya, kedua matanya yang memandang pintu sudah merah sekali, hanya saja keras kepala muncul di dasar matanya.

"Apa yang kamu takutkan? Meskipun aku monster, aku melukai orang lain, tapi aku tidak akan melukaimu. Atau Pani, kamu masih belum bisa melepaskannya."

"Lucu sekali!"

Pani dengan kuat mengusap matanya, tertawa kecil.

"Pani, aku sekarang sangat tidak senang, kamu yang nurut, ayo keluar, jangan paksa aku."

Suara Sumi yang seperti burung pemangsa masuk dari sela pintu.

Hati Pani bergetar, badannya pelan-pelan berhadapan dengan pintu, dia mau apa?

Kira-kira setelah 4 atau 5 detik, dari luar terdengar suara Sumi.

"Aku pernah berlatih taekwondo beberapa tahun, kamu?"

"Jodoh, aku juga pernah."

"Saling belajar." Suara Sumi tenang, perkataan menantang seperti itu, sampai ada rasa "lepas dari duniawi".

Hati Pani berdetak kencang.

"Aku bersedia menemanimu." Suara Riski terdengar sedikit bahaya.

Pani, "......"

Setelahnya, suara tumbukan terdengar dari luar.

Pani bahkan bisa mendengar suara kepalan tangan yang menghantam daging.

Jantung Pani hampir keluar, saat ini perasaannya, panik dan juga tidak bisa berkata-kata.

Saat ini Sumi sudah mau 35 tahun, Riki juga sudah 30 tahun, umur mereka berdua jika ditambah sudah 70 tahun, siapa menyangka orang yang biasanya tenang dan dewasa, saat ini malah bertengkar hebat?

Mereka seperti ini, apa bedanya dengan bocah berumur 17 atau 18 tahun?!

Pani merangkak di depan pintu, wajahnya memerah mendengar keributan diluar.

Selain suara berantam, Sumi dan Riki tidak mengeluarkan suara apapun.

Pani juga tidak bisa menganalisis bagaimana keadaan mereka berdua diluar, dia marah sekali.

Tiba-tiba.

Terdengar suara barang terhantam.

Hati Pani tertarik hebat, tidak memikirkan apapun, langsung membuka pintu.

Detik dimana Pani membuka pintu, suara bertengkar di ruang tamu berhenti, mata mereka berdua yang sama ganasnya melihat ke arah Pani.

Pani membesarkan matanya, tapi wajahnya sangat tiak percaya.

Ruang tamu yang saat ini.

Sumi dan Riski saling menarik dasi mereka berdua, kepala mereka penuh keringat, pria yang sama tampan dan anggunnya sedang menunjukkan darah dan kejantanan pria.

Kaki panjang Sumi menidih perut Riki, kepalan tangan satunya lagi terangkat, sedang akan menghantam badan Riki.

Sejauh ini tampaknya kondisi Sumi lebih diuntungkan, dan juga ada sedikit mirip Sumi mengganggu Riki.

Namanya wanita.

Disaat seperti ini selalu lebih berperasaan, melihat Sumi sedang memukul pria setampan Riki, tentu saja akan muncul rasa iba dan tidak tega.

Apalagi, Riki sangat spesial bagi Pani.

Sedangkan Sumi dimata Pani saat ini, sama seperti binatang dan pria bejat!

Jadi, melihat pemandangan ini, wajah kecil Pani menjadi serius, dengan marah melihat Sumi, "Sumi, apa kamu sudah gila?"

Perhatian Sumi hanya pada wajah Panimata cerah yang muncul ketika pertama kali melihatnya menghilang setelah mendengar kalimat marah Pani, tidak meninggalkan apa pun selain kedinginan.

Riki melihat demikian, Riki memalingkan matanya sedikit, inisiatif melepaskan kerah baju Sumi, langsung tergeletak di atas lantai.

Sudut mata Sumi melihat, alisnya berkerut.

"Sumi, kamu masih tidak melepaskan tanganmu, apa kamu mau memukulnya sampai mati?" Meskipun Pani panik sekali, tapi tertahan dan tidak melangkah maju.

Sumi menatap wajah Pani yang panik dengan dingin, wajahnya menjadi suram, hatinya terlebih membakar, tinjuan yang terangkat digenggam erat, dengan suram berkata, "Takut sekali aku memukulnya sampai mati......"

"Sumi, kamu keterlaluan sekali! Disini bukan rumahmu, apa hakmu bertengkar disini, kamu kira kamu siapa?" Pani sama sekali tidak bisa menahan amarah di hatinya dengan kesal berkata.

Bagaimana juga, ini adalah rumah Riki, apa haknya begitu masuk langsung meninju orang? Dia anggap kota Tong ini kota Yu? Dia bisa melakukan sesuka hatinya?!

Riki mendengar Pani yang membelanya, alisnya terangkat, di bawah lantai dia berbaring dengan tenang, nyaman sekali.

Sumi adalah pengacara, paling tenang dan mandiri!

Selama bertahun-tahun, Pani seorang, bisa menghancurkan semua kendali dirinya dengan beberapa patah kata saja.

Sumi menggertakkan giginya, dengan kejam melihat Sumi yang ada di bawah, dalam beberapa saat, ingin sekali tidak ingin mengurusi apapun, ingin sekali rasanya memukul pria yang Pani bela ini sampai mati!

"Sumi......"

"Diam!"

Pani baru membuka mulutnya, langsung terdiam dibentak Sumi.

SUmi membatu, menggigit bibirnya melihat Sumi.

Riki mengerutkan keningnya, juga melihat Sumi.

Sumi melepaskan tangannya, menarik kaki dan tangan yang menindih Riki di bawah, berdiri, wajahnya suram sekali, langsung berjalan ke arah Pani sana.

Tenggorokan Pani bergetar, kedua kakinya mundur dengan pelan, "Kamu, kamu mau apa?"

Sumi tersenyum iblis, melihat kedua mata Pani, yang hitam sekali tidak bisa masuk cahaya.

Riki menyesap kuat bibirnya, dengan cepat berdiri dari lantai, juga berjalan cepat ke arah Pani.

Terdengar suara langkah kaki yang buru-buru dibelakang, membuat ekspresi wajah Sumi semakin dingin, dia menambah kecepatan langkahnya, mendekari Pani, menjulurkan tangannya dan meraih lengan Pani, dan dengan santai memeluknya ke dalam pelukannya, memegangnya dengan kasar.

".......Sumi, kamu jangan sentuh aku, lepaskan, lepaskan, lepaskan tanganmu!"

Perbuatan Sumi yang tiba-tiba ini, Pani terdiam dulu, lalu merespon, dengan kuat berusaha memberontak.

Wajah Sumi sedingin besi, memasukkan kedua tangan Pani yang memukulnya kedepan dada mereka berdua, memeluknya.

"Tuan Sumi biasanya selalu sekasar ini ya?"

Wajah Riki yang tidak bersahabat maju kedepan, menjulurkan tangannya menarik Pani, ingin melepaskannya dari pelukan SUmi.

Sumi memeluk Pani dan menghindar, melihat Riki yang terus mengejar dan menarik Pani berkata, "Kalau kita berebut seperti ini terus, yang terluka adalah Pani, kamu yakin mau seperti ini terus?"

"Benar perkataan tuan Sumi. Jadi tuan Sumi sekarang lepaskan Pani dulu, kita tidak perlu berebut." Rii menahan amarah dan menatap Sumi.

"Dari awal dia adalah milikku, kenapa aku harus melepaskannya?" Tanya Sumi.

"Aku adalah milikku sendiri! Sumi, kalau kamu mau gila, kumohon pergilah ke tempat lain. Kamu lepaskan aku!" Pani mengangkat kepala melihat Sumi, dengan kesal berkata.

Sumi melihat Pani lalu tertawa pahit, "Pani, aku benar-benar bodoh, benarkan?"

Pani mengerutkan keningnya.

Riki melirik Pani, menurunkan alisnya, melihat Sumi, "Tuan Sumi, agar menghindar Pani terluka diantara kita berdua, aku tidak akan berbuat apapun kepadamu. Tapi tuan Sumi tolong saling menghargai, juga hargai Pani."

Mendengar perkataan Riki, air mata Pani menurun.

Kenapa Riki peduli sekali Pani bisa terluka atau tidak? Sumi tidak pernah peduli!

Sedangkan di mata Sumi, air mata Pani bagaikan besi tajam menusuk hatinya.

Sumi tidak membantah, dia sekarang cemburu sekali sampai rasanya ingin membunuh orang!

Tapi dia juga berusaha menahan rasa sakit yang menyerang hatinya, dengan dingin melihat Pani, dengan suara serak, "Ikut aku keluar......"

"Tidak mungkin!"

Tiga kata ini, keluar dari mulut Pani dan Riki bersamaan.

Mata Sumi semakin merah, semua rasa sakit, amarah, serta benci dan cemburu yang dia rasakan, menenggelamkan semua akal sehatnya, bahkan suaranya yang keluar juga sangat dingin, "Pani, apakah kamu mau memaksaku untuk gila?"

Detik itu, air mata Pani mengalir deras.

Pani berusaha mengagkat lehernya yang kurus, cairan bening itu sudah menumpuk di sudut matanya, tapi tidak kunjung turun juga.

Pani tidak berani bilang dia mengerti Sumi sepenuhnya. Karena, kalau Pani memang sangat mengerti Sumi, dia juga tidak akan sampai di tahap penuh dengan luka seperti ini.

Tapi dia malah sedikit mengerti Sumi.

Contohnya saat ini.

Pani tau hari ini Sumi datang mencarinya sudah mempunyai tekad tidak akan berhenti apabila tujuannya tidak tercapai.

Juga tau kalau emosinya sudah sampai pada puncaknya.

Kalau Sumi masih tidak menggapai tujuannya, akhirnya bukan sesuatu yang bisa dia terima dan dia lihat untuk sekarang ini.

Jadi Pani menarik nafas dalam, memindahkan tatapan dari wajah Pani, melihat Riki, suaranya sedikit bergetar, berusaha mempertahankan ketenangannya, "Riki, apakah boleh pinjam ruang kerjamu?"

Riki mencoba menahan, "Pani......"

"Tidak akan lama sekali." Pani berusaha tersenyum kepada Riki, matanya yang merah membuat Riki gerah, menarik nafas dalam, tapi tidak bisa mengatakan kata-kata kasar.

Pani melihat demikian, tau kalau Riki setuju.

Dia menutup bulu matanya dengan ringan, melirik Sumi, dengan dingin berkata, "Apakah sekarang sudah boleh melepasku?"

Pani mengira, Sumi sudah seharusnya puas.

Tidak sangka Sumi makin erat memeluknya , dengan dalam melihatnya, suaranya dingin dan teguh, "Tidak boleh! Ikut aku keluar!"

Novel Terkait

Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu