Hanya Kamu Hidupku - Bab 386 Mengabaikanku Atau Melupakannya Saja

Kedua mata Venus memerah, sedih menatap wajah Bintang yang sudah tidak terkendali, “Kamu tidak usah menipu dirimu sendiri. Coba kamu lihat Ellen, apa dia seperti orang yang dipaksa oleh Presdir William? Bintang, kamu harus melepaskan belenggu dirimu sendiri, oke?”

Bintang menatap tajam ke atas panggung, begitu ekstrim dan keras kepala.

Hati Venus sangat sedih, dia menggigit bibir bawahnya sekeras mungkin dan melirik marah ke Ellen yang ada di atas panggung. Lirikan itu, kebencian yang merasuk sampai tulang!

.....

Di atas panggung, William menggenggam erat tangan Ellen, lalu melihat para tamu di bawah panggung dan perlahan berkata, “Hari ini adalah hari ulang tahunku, tapi tujuan utama mengadakan pesta malam ini bukanlah untuk merayakan ulang tahunku, Tapi aku William mau menggunakan hari seperti ini untuk mengumumkan sesuatu.”

Para wartawan yang sore hari menghadiri konferensi pers bergegas ke barisan depan dan memegang kamera mereka untuk memoto adegan di panggung.

Wiliam memandang Ellen yang wajahnya tampak sangat gerogi di sampingnya, lalu berkata, “Pertama adalah pernikahanku.”

“Pernikahan?”

Semua orang di bawah panggung seperti alat pembaca ulang, yang tanpa terasa mengulangi lagi kalimat yang diucapkan William.

Terutama dari ini adalah adalah kabar yang terlalu panas, dan mengejutkan.

Ellen diam-dam menelan ludah di tenggorokannya, lalu mengangkat pandangan matanya menatap ke wajah tampan dingin dan dewasa William, jantungnya seketika langsung berdegup sangat cepat.

William selalu menjadi orang yang sangat berterus terang dan tidak basa-basi. Jika dia bilang akan mengumumkan sesuatu kepada publik maka dia hanya akan mengumukannya langsung. Dia tidak akan mengatakan omong kosong apapun, dia berkata, “Empat tahun yang lalu aku sudah menikah, karena ada beberapa alasan pribadi jadi aku tidak mengumumkannya dan juga tidak mengadakan pesta pernikahan. Dan orang yang ada di sampingku saat ini adalah istriku.”

Berhenti sejenak, William menatap dalam ke Ellen, suaranya begitu tegas, “Dia bernama Ellen!”

Tepat di waktu itu.

Tidak ada suara apapun di sana, bagaikan tidak ada orang.

Napas Ellen terengah-engah, wajahnya memerah dan panas, telapak tangannya basah penuh keringat dingin.

“Hal yang kedua.” William menundukkan kepalanya lalu memandang tangan Ellen yang gemetaran di telapak tangannya. Lalu kembali lagi melihat para tamu yang masih terkejut sampai terlihat seperti lupa bernapas, lalu berkata, “Aku dan istriku sampai hari ini sudah punya tiga anak, semuanya laki-laki.”

Whaaaattt?

Di bawah panggung langsung jadi sunyi.

Para wartawan yang sudah menyiapkan kamera, bahkan sampai lupa memoto dan menulis berita yang mereka dengar karena terkejut!

Bibir Ellen membuka pelan lalu menarik napas sedalam-dalamnya.

Paman ketiganya ini tidak hanya mengagetkan orang-orang di bawah panggung, dia juga mengagetkan irama dari Ellen sendiri!

Hal sebesar ini, kenapa William tidak memberi tahunya dulu, setidaknya membuatnya tahu dulu agar paling tidak dia bisa menyiapkan batin kan?!

Ya Tuhan!

Ellen memejamkan matanya, dia merasa dirinya sulit bernapas lega!

“Hal ketiga, istriku sekarang juga punya kabar baik, dia mengandung.” Ekspresi wajah William begitu tenang.

Sedangkan orang-orang di bawah panggung sudah tidak ada respon lagi, karena satu persatu dari mereka berdiri diam seperti sebuah kayu masih tercengang.

Ellen menggigit bibirnya pelan, menunjukkan dia sudah tidak bertenaga lagi.

“Hal keempat, aku dan istriku tanggal sepuluh bulan september akan mengadakan pesta pernikahan. Mengenai tempat, aku akan mengirimkan undangannya ke kalian semuanya, dan di undangan itu akan ditulis waktu dan tempatnya. Selamat datang para hadirin di pesta pernikahanku dan istriku nanti.” Tutur William.

Semua orang, “.....” mereka sangat menyesal karena tidak menyiapkan apa-apa seperti ‘quick effect rescue pill’, atau apalah!

Bola mata Ellen membulat dan menatap William.

Tanggal sepuluh bulan september mengadakan pesta pernikahan?!

Paman ketiga, paman ketiga, menurutmu baiknya aku harus bilang apa coba!

Ini sudah hal keempat loh.

Ellen dan semua orang di bawah panggung hanya membatin, kabar mengejutkan ini sudah sampai puncaknyakan, tidak ada lagi hal kelima kan?

Tanpa ada yang tahu...

“Hal kelima.”

Ellen diam-diam memegangi dadanya.

William menatap wajah kecil Ellen yang agak terkejut dan lemas. Di sudut bibirnya muncul senyum samar yang sangat cepat menghilangnya, lalu dia menundukkan matanya melihat semua orang di bawah panggung lalu berkata dengan serius, “Di sini aku mau menjelaskan satu hal. Dari awal, akulah yang mengejar cinta istriku. Istriku sangat pasif. Poin yang ini, aku harap para hadirin mendengarnya dengan jelas, ini bukan ancaman tapi permohonan.”

Semua orang, He he he , ini namanya ya ancaman!

Kedua mata Ellen bersinar, menatap wajah William dengan serius.

William menyipitkan matanya, menatap ke bawah panggung sebentar lalu melanjutkan dengan berkata, “Aku William seumur hidup ini hanya mau dengan Ellen. Seumur hidupku ini hanya dia satu-satunya istriku. Aku sangat mencintainya. Jadi, tidak peduli siapapun, kamu boleh saja menggosipkan tentangku, tapi tidak boleh menggosipkan istriku dan mengatainya satu kata buruk pun, kalau tidak, aku William akan menyelidikinya sampai akhir!”

Hati orang-orang di bawah panggung langsung jadi berat.

Mata Ellen memerah, dan diam-diam meletakkan tangan satunya di punggung tangan William yang memegang tangannya.

Suram di wajah William langsung menghilang, ketika memandang Ellen, tatapan matanya jadi begitu lembut.

Ellen menghirup ingus di hidungnya, lalu mengambil langkah ke arah William, dia mengangkat kepalanya lalu menatap William, “Aku...”

“Ayo kita pergi.”

“Paman ketiga, aku ada kado...”

“Turun dulu baru kita bicarakan, em?” William bicara sambil merangkul Ellen berjalan turun dari panggung.

“Paman ketiga...”

“Tidak salah kalau ini memang presdir William. Begitu cepat dan tegas dalam melakukan berbagai hal. Aku Limo sangat mengagumi presdir William. Kalau begitu selanjutnya, silahkan para hadirin menikmati pestanya.”

Suara Limo semakin mengecil.

Baru setelah Ellen dibawa ke ruang istirahat oleh William, suara Limobenar-benar menghilang.

Hanya ada William dan Ellen di ruang istirahat.

Ellen memandang mata William yang memerah, seperti sedang bingung, seperti menyalahkan, juga seperti tersentuh dan bahagia.

William meletakkan Ellen dengan lembut di lantai, satu tangannya melingkari pinggang Ellen, satu tangan lagi di leher Ellen, lalu menurunkan kepalanya dan mencium bibir Ellen.

"Hiks hiks.."

Ellen berjinjit dan memeluk bahunya yang lebar. Dia menangis terisak, “Kamu ini benar-benar tega.”

William tersenyum lalu menepuk-nepuk punggung Ellen.

“Hiks...aku hari ini kawatir dan ketakutan. Aku kira kamu marah. Aku berusaha berpikir keras bagaimana cara untuk menyenangkanmu. Dengan tidak mudahnya aku menunggu hari ulang tahunmu, tapi kamu malah tiba-tiba menyuruh orang memberitahuku kalau kamu ada perjalanan bisnis, hiks hiks...”

Ellen menangis terisak, “Apa kamu tahu seberapa khawatirnya aku, seberapa sedih hah? Kemarin malam aku meneleponmu ratusan kali, ponselmu terus saja dalam keadaan mati...Hiks..”

William memeluknya dengan erat, lalu mencium telinganya, “Aku yang salah, maaf ya.”

“Memang kamu yang salah, kamu memang yang salah....awalnya aku berniat setelah kamu kembali, aku akan membawa Tino, Nino dan Keyhan pergi dari rumah. Dan membiarkanmu merasakan juga bagaimana sedihnya aku saat itu...”

“Em balas dendam?”

Tanpa menunggu Ellen menyelesaikan ucapannya, William mengerutkan keningnya lalu memukul pelan pantat Ellen.

Ellen bergetar, memanyunkan bibirnya, dan semakin mengeratkan rangkulan di leher William, lalu berkata, “Sekarang sudah tidak apa-apa. Kamu sih satu belum selesai, malah berulah lagi aku sampai tidak tahu harus bagaimana? Mau terus marah, dan mengabaikanmu seperti kamu mengabaikanku, atau, atau, melupakannya saja...”

William tertegun. dia pun menempelkan wajahnya di wajah Ellen yang kecil dan halus, lalu tersenyum, "Menurutmu? Mengabaikanku atau melupakannya saja?”

Ellen memanyunkan bibirnya, bermanja dan bergerak bebas di dekapannya.

Mata hitam William menyembunyikan senyumnya. Telapak tangan besar William menyentuh kedua sisi wajah Ellen, menundukkan pandangannya menatap bibir Ellen sebentar lalu menciumnya.

Ellen menarik napas, dan langsung berjinjit di punggung kaki William, dengan berjinjit akan lebih baik membalasnya.

William merangkul erat Ellen dengan sekuat tenaga, membuat perut Ellen menempel di perutnya.

William memeluknya dan berjalan ke sofa, lalu membaringkan Ellen di atas sofa. Lalu dengan hati-hati menutup tubuh Ellen dengan tubuhnya. Mata hitamnya membara menatapnya. Kemudian dia berkata dengan suara seraknya, “Bukannya kamu bilang kamu ada kado ya?”

Ellen tersentak. Matanya jadi sembab dan wajahnya semerah bunga persik. Lalu dia mengangguk dengan lembut.

William mencium wajahnya dengan sekuat tenaga, "Apa?"

Ellen menatapnya. "Aku tidak tahu kamu ada di sini, jadi kado itu tidak aku bawa. Kado itu di rumah."

William berhenti lalu menatap Ellen sebentar, Lalu menarik Ellen dari sofa dan berjalan keluar dari ruang istirahat.

“Paman ketiga...”

“Pulang lihat kadonya!”

“....oh”

....

Di depan, William baru saja pergi meninggalkan hotel bersama Ellen.

Di belakang, Samir dan keempat orang lainnya menyipitkan mata melihat William yang mengendarai GTR nya melaju pergi semakin menjauh.

“Tidak peduli empat tahun yang lalu, atau empat tahun kemudian, Ellen kita ini adalah akar kehidupan dari William. Coba lihat tadi bagaimana William begitu mengerikannya mengucapkan kata-kata itu di atas panggung, sampai membuatku terkejut!" tutur Samir sambil berpura-pura menyentuh dadanya.

Frans mengangkat pandangan matanya lalu menendang kaki Samir, “Apanya!”

“Frans, aku sudah sabar cukup lama menghadapimu loh! Apa kamu ini punya penyakit hiperaktif ya?” Samir melompat lalu memiting leher Frans sampai ke bawah.

Ethan dan Sumi melirik Frans dan Samir yang berkelahi.

Sumi tersenyum dan berkata, “Aku awalnya mengira kalau William tidak akan begitu cepatnya mengumumkan hubungannya dengan Ellen. Setidaknya menunggu sebentar setelah konferensi pers, menunggu sampai orang-orang menerima kenyataan kalau Ellen diadopsi oleh keluarga Nulu, baru cari kesempatan lain memberitahu hubungan mereka. Seperti bukan William saja, tidak sabaran begitu.”

“Memberitahu ini semua dalam waktu dekat atau sekarang memang apa bedanya?” Ethan bicara sambil berjalan menuju mobil Bugatti-nya, "Bobo sakit flu, aku tidak ikut kalian, aku kembali dulu.”

Samir bergegas melepaskan diri dari cengkraman Frans lalu segera berlari ke samping Ethan dan bertanya dengan napas yang tidak teratur, “Bobo flu?”

Sumi dan Frans mengerutkan keningnya, peduli menatap Ethan.

Ethan melihat ketiga orang itu, dia membuka piintu mobilnya sambil berkata, “Fu biasa.”

Mendengar ini, Samir dan yang lainnya baru tidak mengatakan apapun.

Melihat Ethan naik mobil lalu melajukan mobilnya meninggalkan mereka.

Samir mengerutkan keningnya lalu bergumam sendiri, “Aku awalnya khawatir Ethan tidak suka dan tidak terlalu peduli terhadap Bobo, bayi yang muncul tiba-tiba dalam hidupnya ini. Kelihatannya sekarang, Ethan sedang peduli dengan Bobo. Apa ini yang dinamakan mitos kasih sayang yang mendalam antara orang tua dan anak ya?”

“Sudah tidak usah memikirkan apa-apa. Kita pergi minum saja.” Kata Frans

Samir menatap Frans lalu mengangkat bahunya.

Sehingga ketiga pria ini pun naik mobil dan pergi minum-minum di bar.

....

Coral Pavilion

Setelah Ellen dibawa pergi oleh Sumi sore tadi, Louis membawa Nurima dan Darmi ke rumah lama.

Jadi setibanya William dan Ellen di vila, vila sangat gelap.

William menggendong Ellen masuk ke dalam vila, bahkan lampu ruang tamu saja tidak sempat dinyalakan. Dia langsung membawa Ellen naik ke atas menuju kamar utama.

Berjalan masuk ke kamar utama, William membaringkan Ellen di ranjang, lalu baru menyalakan lampu kamar dengan remot.

Ruangan itu jadi terang, mata Ellen memicing masih belum beradaptasi dengan cahaya lampu.

Setelah beradaptasi dengan cahaya terang di kamar. Ketika membuka mata dan melihat William, dia menyadari kalau William berdiri di depannya, kedua mata hitam dan begitu dalam itu menatapnya.

Ellen menjilat bibir bawahnya.

“Kado!” kata William.

Ellen, “.....”

Novel Terkait

Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu