Hanya Kamu Hidupku - Bab 425 Aku Tidak Akan Menolakmu

William mengira Ellen berada di dalam kamar mereka, setelah membuka pintu, dia tidak melihat Ellen berada di dalam.

William mengerutkan keningnya, lalu dia berjalan menuju sebuah kamar yang berada di samping kamar mereka, lalu dia mengulurkan tangannya untuk membuka pintu itu, dan tidak menyangka pintu itu tidak bisa dibuka, karena terkunci.

Tatapan William terlihat kaget, dan dia mengerutkan keningnya.

“Ellen, buka pintu.”

William menendang pintu itu dengan kakinya, dan bersabar.

Ellen tidak menjawabnya.

William meregangkan dagunya, dia menatap pintu itu beberapa detik, kemudian dia berjalan ke dalam kamarnya.

Tidak sampai satu menit, William keluar dengan membawa seikat kunci, lalu dia langsung menggunakan kunci itu untuk membuka pintu kamar itu, dan masuk ke dalamnya.

Hanya saja, setelah William berjalan dua langkah, dia tertegun.

Saat ini.

Ellen duduk di depan meja komputer, dengan posisi bertengkurap di atas meja, sepertinya sedang tidur.

Tatapan William menjadi dalam, dan dia menutup pintu dengan pelan, kemudian dia berjalan menuju ke arah Ellen dengan berhati-hati.

William berdiri di samping Ellen, dia melirik ke komputer yang sudah mati, dan tidak menyentuhnya.

Sekitar dua puluh detik kemudian.

William membungkuk, kemudian dia memeluk Ellen dari atas kursi.

Sepertinya sangat aneh.

Ketika William menendang pintu, Ellen tidak mendengarnya, dan juga suara yang begitu keras dia tidak bereaksi.

William memeluknya dengan pelan-pelan, Ellen sudah berada di dalam pelukannya, kemudian dia perlahan bangun sambil menggosok matanya.

William memeluknya dan tidak bergerak, sambil menatapnya.

Wajah Ellen memerah, tidak diketahui apakah karena baru bangun tidur, atau……merasa takut.

Ellen mengedipkan matanya, sambil menatap William, “Suamiku, kamu sudah pulang.”

Ekspresi wajah William tampak tidak berubah, “Jika tidak, apakah kamu mengira ini adalah ilusimu?”

“……”Ellen menggerakkan bola matanya, dan merangkul leher William, “Tadi sore aku melakukan panggilan video dengan Pani, tidak tahu kenapa aku tertidur pula. Saat ini aku sangat lapar, apakah sudah bisa makan malam?”

Alis William bergerak, “Aku datang untuk menyuruhmu makan malam.”

“Kalau begitu kita segera turun untuk makan.” Ellen tampaknya sudah kelaparan, dan berkata dengan tergesa-gesa.

William menatap Ellen dan tidak berkata apa-apa.

Ellen menatap William dengan matanya yang terbuka lebar.

William tiba-tiba tersenyum, apa pun tidak dia katakan, dan memeluk Ellen menuju ke luar.

Ellen menatap dagunya dari bawah, detak jantungnya, semakin kencang.

……

Ketika sedang makan malam, Ellen terlihat gelisah.

Tidak karena yang lain, karena seseorang terus menatapnya, tatapan itu, yang membuat Ellen merasa gelisah.

Sebenarnya William juga seperti begini pada biasanya, dan menatapnya terus.

Bahkan terkadang Ellen merasa, ketika William menatap ke arah lain, juga tampak sedang menatapnya.

Biasanya Ellen tidak merasa kurang nyaman, karena sudah terbiasa.

Tetapi saat ini dirinya sangat tidak tenang.

Ellen merasa, seperti karena dirinya telah melakukan sesuatu.

……

Setelah makan malam, Ellen duduk di atas sofa untuk menemani tiga anak kecil itu.

Pada biasanya, William setelah makan malam, akan beristirahat sejenak, kemudian dia akan pergi ke ruangan buku untuk “lembur”.

Hari ini setelah makan malam, William duduk di ruang tamu seperti patung bodhisatva yang terlihat mulia, dia sudah duduk di sana selama setengah jam, dan masih belum naik ke atas.

Ellen menggerakkan bola matanya, dan tiba-tiba berkata kepada Nino, Tino, dan Keyhan, “Aku sudah lama tidak menemani kalian untuk menonton film, bagaimana sekarang kita pergi ruang nonton untuk menonton film kartun?”

Nino: “Aku tidak ingin melihat.”

Tino: “Apakah aku boleh menolak?”

Keyhan: “……Aku terserah.”

Ellen terdiam, dan merasa canggung.

Tiga anak kecil itu menatap Ellen, dengan menunjukkan senyuman jahat.

Ellen mengerutkan hidung, dan berpura-pura marah.

Saat ini Ellen menyadari, kesukaan empat pria di rumahnya adalah menganggunya! Semuanya jahat!

Kemudian, tiga anak kecil itu juga pergi ke ruang nonton bersama dengan Ellen.

William sejak tadi tidak diajak oleh Ellen dan merasa telah diabaikan.

Tentunya.

Ellen tidak mengajaknya, William itu siapa?

Bagaimana mungkin William akan mengikuti mereka dari belakang? Yang tidak sesuai dengan karakter seorang Presdir seperti dia yang terlihat dingin?

Jadi William mengerutkan alisnya yang panjang, dengan ekspresinya yang tampak suram……dan terus duduk di ruang tamu.

Jadi.

Ketika sudah selesai menonton dan Ellen membawa tiga anak kecil itu keluar dari ruang nonton, dia menyadari bahwa seseorang masih duduk di sana, tampaknya posisinya itu pun tidak berubah.

Mata Ellen berkedut.

Tino, Nino, dan Keyhan menatap William dengan tatapan yang kaget.

Wajah William terlihat serius, dia menatap Ellen dan tiga anak kecil itu, lalu dia berkata dengan dingin, “Sudah selesai nonton?”

“……” Jelas-jelas sudah selesai.

Ellen, Tino, Nino, dan Keyhan menatap William.

Ekspresi William tidak berubah, “Apakah seru?”

“……”Sebenarnya, sangat seru!

Ellen mengedipkan matanya, kemudian melirik Tino, Nino, dan Keyhan, dia tidak berani berkata.

Bagaimanapun, semua orang dapat melihat bahwa, suasana hati Presdir sedang tidak baik!

“Rumah ini, tampaknya tidak jauh berbeda dengan keberadaanku.”

William berkata dengan dingin, setelah itu dia bangkit dan menuju ke atas.

Ellen dan tiga anak kecil saling menatap, ekspresi wajah mereka sangat “luar biasa”!

Ellen segera menyusulnya di belakang.

William dan Ellen masuk ke dalam ruangan buku.

Setelah pintu ruangan buku ditutup.

Suara Tino terdengar dari ruang tamu, “Ayah marah?”

“Kenapa?” Nino mengerucutkan bibirnya, dengan ekspresi penasaran.

Keyhan berpikir sejenak, lalu dia memegang kepala Tino Nino, dan berkata dengan serius, “Ayah tidak marah, dia sedang minta ibu untuk memanjakannya.”

Manja?

Tino dan Nino menatap Keyhan dengan wajah yang tampak kaget.

Keyhan mengerutkan bibirnya, dan menatap Tino Nino sambil mengangguk.

“Shhhh……tidak tahan.”

Nino menggosok lengannya, dan meloncat ke atas sofa.

Tino menggigil, “Guru pernah berkata, kita tidak dapat menilai seseorang dari penampilannya, ternyata itu benar.”

Keyhan meregangkan wajahnya, dan tersenyum.

……

Ruang buku, Ellen seperti ekor William, dia mengikuti jejak William, dan berkata, “Suamiku, kamu adalah pilar keluarga kita, dan langit keluarga kita, bagaimana mungkin tidak jauh berbeda dengan keberadaanmu?”

“Bagiku kamu adalah orang yang penting, apalagi bagi tiga anak kecil itu. Kamu sendiri juga tidak dapat merasakan bahwa, betapa pentingnya kamu bagi kami.”

“Suamiku, aku sudah berkata begitu banyak, apakah kamu boleh menjawabku?”

“Buku apa yang sedang kamu cari? Bagaimana aku membantumu saja?”

“Suamiku, suamiku……”

“Kamu menganggu aku untuk mencari buku!”

William mengernyit, dan berkata kepada Ellen dengan tidak sabar.

Ellen, “……”

“Suamiku, aku tidak mengetahui bahwa, kenapa kamu akan berpemikiran seperti ini? Sungguh tidak jelas.” Ellen berkata dengan terlihat diperlakukan dengan tidak adil.

William menyipitkan matanya, “Jika kamu tetap berada di sini, tampaknya buku itu, tidak dapat ditemukan.”

Ellen menatap William dengan mata besarnya, dan berkata dengan pelan, “Kalau begitu apakah kamu meminta aku untuk keluar dari sini?”

William menatapnya dengan tidak berkata apa pun.

Ellen menggerakkan matanya, dia menghela nafas, dan berkata, “Baiklah, aku tidak akan menganggumu untuk mencari buku itu lagi, aku keluar dulu.”

William tersenyum dingin di dalam hatinya.

Ellen melirik William, dan berdiri di tempat semula, kemudian dia berbalik dengan perutnya yang besar, lalu dia berjalan keluar sambil membalikkan kepalanya untuk menatap William.

William tidak berkata, matanya hanya menatap Ellen.

Ellen menunjukkan bahwa dirinya enggan untuk keluar, tetapi setelah sampai di pintu, dia segera membuka pintu dan keluar, dengan tanpa memikirkan apa-apa.

Ketika pintu ditutup.

William menarik nafas, “Dasar, kenapa kamu tidak pergi belajar untuk berakting saja!”

……

Setelah meninggalkan ruangan buku, dan meminta Darmi untuk menjaga tiga anak kecil itu, Ellen pergi ke kamar tadi.

Setelah masuk ke dalam, Ellen mengunci pintu itu.

Ellen berjalan dengan cepat menuju ke depan komputer dan duduk di sana, setelah menghidupkan komputer, dia segera membuka WeChat.

Sesuai dugaan, banyak pesan yang masuk.

Ellen membukanya satu per satu.

Layar komputer yang putih memancarkan wajahnya, yang telihat serius.

Setelah membalas semua pesan itu.

Ellen duduk di atas sofa sejenak, dan merasa tidak tenang.

Kemudian Ellen membuka salah satu percakapan, dia berpikir di dalam hati sejenak, kemudian dia meletakkan kedua tangannya di atas keyboard, dan mulai mengetik, “Maaf sekali telah memintamu untuk melakukan hal seperti ini. Jika, aku mengatakan jika, kamu merasa tertekan, atau tidak nyaman, kamu dapat menolaknya.”

Setelah Ellen membalas pesan ini, dia tidak menerima balasan pesan lagi, melainkan menerima undangan untuk melakukan panggilan video.

Ellen membeku, dan menatap layar.

Kemudian, di percakapan itu muncul sebuah peasn: “Ellen, aku tidak bermaksud apa-apa, hanya……hanya merasa, mungkin masalah ini kita harus membicarakannya secara langsung. Aku mengetahui saat ini kamu tidak dapat keluar, jadi aku merasa bahwa kita dapat melakukan panggilan video untuk membahasnya.”

Ellen menggigit bibirnya, dan menerima panggilan itu.

Setelah terhubung, di dalam layar tampak seseorang yang berpenampilan tampan.

Ellen menatapnya, dan matanya berkedip.

“Setelah melihatmu, aku merasa diriku seperti sedang bermimpi.” Bintang melihat Ellen, dan tersenyum pahit.

“……Bintang Hamid, yang tadi aku katakan, semuanya itu serius. Jika kamu merasa……”

“Aku tidak akan menolak kamu. Ellen, rencana yang kamu katakan, aku akan mendukungmu dengan sungguh-sungguh.” Bintang berkata.

Ellen tertegun, beberapa saat kemudian, dia melemparkan senyuman yang sopan kepada Bintang, “Terima Kasih.”

Tatapan Bintang tidak beralih dari wajah Ellen.

Mata Ellen berkedip, ekspresinya terlihat alami, tetapi juga tidak terlalu alami.

“Ellen, meskipun sebelumnya kamu telah mengatakan, kamu tidak dapat menjadi teman denganku. Tetapi di dalam hatiku, selalu ada satu posisi……ada satu posisi teman yang akan aku sisakan untuk kamu.” Bintang menatap Ellen, dan berkata dengan suara yang serak.

Ellen menatap Bintang, dan tidak tahu harus berkata apa.

”Ketika kamu menghadapiku, kamu tidak perlu merasa tertekan. Aku adalah orang yang dewasa, aku mengetahui apa yang dilakukan oleh diriku. Jadi keputusan apa pun yang diambil olehku, aku akan bertanggung jawab.” Bintang menatap Ellen, dan berkata dengan tersenyum. Tetapi senyumannya itu, terlihat terdapat sebuah tekanan yang tersembunyi.

Novel Terkait

Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu