Hanya Kamu Hidupku - Bab 193 Memalukan

Akhirnya, Ellen Nie mengemas dua set pakaian dan kembali ke rumah Rinoa bersama Vima Wen.

Darmi sudah menyiapkan makan siang, namun Vima tidak ingin tinggal untuk makan siang, membuat Ellen sangat tidak berdaya.

Vima datang membawa supir, dan Ellen pasti diantar William Dilsen.

Jadi, ketika meninggalkan vila, Vima masuk ke mobil supir.

Dan Ellen menaiki mobil William.

Di perjalanan kembali ke vila keluarga Rinoa, Ellen melirik mobil di depan mereka, mengerutkan bibir, memutar lehernya, memandang William.

Wajah William terlihat sangat buruk, wajah tampak sampingnya terlihat dingin, bibirnya tertutup rapat, suasana hati yang tidak senang terlihat sangat jelas.

Ellen merasa bersalah dan menggerakkan sudut matanya, membalikkan tubuhnya menghadap William, dan menatapnya dengan lembut, “Paman, aku hanya pergi dua atau tiga hari, paling lama tiga hari, setelah menenangkan ibuku, aku akan segera kembali. Yang berbohong adalah anak anjing.”

“Hiks, tadi bilang hanya sehari! Sekarang langsung berubah menjadi dua atau tiga hari!” William mengerutkan alisnya dan mendengus.

Ellen berkata, “Paman ketiga, sekarang ibuku sudah tidak melarang kita lagi, itu sangat tidak mudah. Kalau kamu masih juga tidak mengizinkanku tinggal bersamanya beberapa hari, hati Ibuku pasti akan kesal. Bagaimana kalau dia kembali sendirian, berpikir dan melarang kita lagi? Aku melakukan ini juga demi masa depan kita.”

Wajah William sangat dingin, "Tidak ada gunanya mengatakan ini, semuanya hanya alasan!"

“……..” Pamannya benar-benar tidak bisa berbicara dengan baik! Apa perlu mengatakannya dengan begitu kasar?

Ellen mencibir, dan berkata, “Paman ketiga, aku benar berpikir begitu, kamu telah salah menilaiku.”

“Salah menilai?” William memutar matanya, menatap Ellen dengan dingin, “Emangnya bukan dirimu yang juga ingin tinggal bersama ibumu?”

“……..” Ellen terdiam.

Dia…... memang ingin menghabiskan waktu beberapa hari bersama Vima.

Karena mulai sejak mengakui hubungan mereka, waktu mereka bersama benar-benar terlalu sedikit.

Jadi asalkan Vima tidak memaksanya pindah keluar dari villa dan tinggal di rumah Rinoa, serta tidak melarang dirinya bersama Paman ketiga, maka dia juga tidak akan keberatan, sesekali tinggal bersama Vima selama beberapa hari.

William melihat Ellen tidak dapat mengatakan apapun, dia mendengus dan mengabaikan Ellen.

Kemudian, Ellen tidak berhenti mencoba berbicara dengan William.

Namun tak berdaya, William tidak ingin melayaninya.

Seiring waktu berlalu, antusiasme Ellen berhasil dibekukan oleh gunung es ini, dia duduk dengan patuh di kursi dan menjadi papan latar belakang bentuk manusia.

........

Mobil Vima dan William berhenti di depan vila.

Vima tidak sabar langsung keluar dari mobil, berjalan ke samping mobil William, melihat Ellen keluar dari mobil dengan senyuman di wajahnya, "Ayo."

Vima mengulurkan tangan kepada Ellen.

Ellen meletakkan tangannya di atas tangan Vima dengan patuh.

Matanya yang besar menatap senyuman di wajah Vima, sudut mulutnya juga terangkat.

Dapat dilihat bahwa Vima benar-benar sangat senang, Ellen berjanji untuk kembali ke rumah Rinoa bersamanya.

William mengambil tas yang mengisi pakaian Ellen dari tempat duduk belakang dan berjalan ke depan Ellen, diam-diam menyerahkan barang-barang padanya.

"Aku ambilkan."

Begitu Ellen hendak mengambil, Vima tersenyum dan mengambil tas pakaian. Kemudian menggandeng Ellen, berbalik dan berjalan ke dalam vila.

William mengerutkan kening.

"Ma, tunggu sebentar."

Ellen segera berkata.

Senyuman di wajah Vima tertegun, namun dia tidak menarik Ellen dengan paksa, dia berhenti, dan memutar kepala menatap Ellen.

Ellen melirik William, wajahnya memerah, menatap Vima dan berkata, “Kamu masuk dulu, aku ingin mengobrol beberapa kata bersama Paman ketiga, setelah itu aku akan masuk.”

Vima mengerutkan kening, menatap William.

Ekspresi William sangat tegang, dapat terlihat jelas, suasana hatinya saat ini tidak baik, atau boleh dikatakan, sangat buruk.

Vima menyipitkan matanya, tersenyum pada Ellen, melepaskan tangan Ellen tanpa mengatakan apapun, berbalik dan berjalan menuju ke dalam Vila.

Ellen melihat Vima masuk ke dalam Vila, dia berbalik dan memandang William.

William mengerutkan kening, menatap Ellen dengan tatapan tidak senang.

Ellen menghela nafas dalam hati, berjalan selangkah demi selangkah ke depan William, meletakkan kedua tangannya di pinggang, mengangkat kepala menatapnya, “Masih marah ya?”

William mendengus.

Ellen menggerakkan bibirnya, dia memindahkan tangannya ke belakang pinggang, kemudian merapatkan kedua lengannya, dan memeluk pinggangnya, meletakkan dagunya di bagian dadanya, membuka lebar matanya menatap padanya dengan tatapan kasihan, “Paman ketiga, jangan marah lagi, ok? Kalau kamu marah, aku akan takut, begitu aku takut, suasana hatiku akan menjadi buruk, dan begitu suasana hatiku menjadi buruk, seluruh tubuhku langsung terasa tidak nyaman.”

William tersenyum, “Aku tidak akan marah, kalau kamu pulang denganku, dan kalau aku tidak marah, maka seluruh tubuhmu tidak akan merasa tidak nyaman.”

Ellen, “……”

“Paman, aku sudah di sini saat ini, kalau aku langsung pergi tanpa masuk ke dalam, apa yang akan dipikirkan Mamaku?” Aku sudah belasan tahun tidak bertemu dengan Mamaku, kami sangat penasaran dengan masalah yang terjadi di antara kami berdua, dan ingin tahu lebih banyak hal yang terjadi sebelumnya.”

Mengatakan ini, Ellen menundukkan bulu matanya, dia mengulurkan tangannya memainkan kancing di bagian dadanya, kemudian berbisik, “Sebelumnya Mamaku memberitahuku, dia merindukan Papaku. Semenjak dia mengatakan ini padaku, ketika aku terpikir, hatiku merasa sedih.”

Hati William terasa lemas, matanya tertuju pada Ellen dengan tatapan mendalam.

"Paman, waktu kita bersama sangat panjang, meskipun aku tidak berada di sisimu, tetapi kamu adalah orang yang paling penting bagiku. Kamu anggap saja aku sepertimu, sedang menjalani perjalanan bisnis dan akan kembali secepat mungkin, oke?”

Ellen mengangkat matanya, menatap William, dan berbisik

“……. Um.”

William menundukkan matanya yang hitam, dan mengeluarkan kata "um" yang sangat lembut.

Ketika Ellen mendenga ini,, senyuman manis muncul di matanya yang murni dan bersih, menaikkan tumit kakinya, Ellen mencium dagu William, dan berkata dengan manis, “Terima kasih, Paman.”

William tiba-tiba merentangkan lengannya dan memeluknya, menundukkan kepalanya, dan bibirnya yang tipis mencium di bibir Ellen.

Jantung Ellen berdebar kencang, tangan yang memeluk di pinggangnya tiba-tiba menggenggam erat kemeja di bagian punggungnya, membuka lebar matanya menatap wajah William yang membesar, “Paman ketiga…..”

William memejamkan matanya dan menciumnya tanpa peduli.

Ellen hanya merasa bibirnya sangat panas, dan di bawah serangannya yang liar, dia segera merasa dadanya tersumbat dan sesak nafas.

Tak terkendali, Ellen menarik bajunya semakin erat.

Sreeet——

Suara seperti mobil berhenti tiba-tiba terdengar dari belakang William.

Ellen membuka lebar matanya, segera melepaskan kemeja William, kedua tangannya bergetar dan mendorong perutnya yang berotot.

William malah memeluknya lebih erat, mencium bibirnya.

Wajah Ellen memerah, dia merasa sangat malu dan panik.

Ketika Venus datang mengendarai mobilnya, dia melihat sepasang pria dan wanita berdiri dan berciuman di depan rumahnya, tapi dia tidak tahu itu adalah Ellen.

Karena Ellen berada di dalam pelukan William yang bertubuh tinggi, benar-benar terlalu mungil, dan dipeluk begitu erat olehnya, seluruh tubuhnya terlihat seperti anak kecil, jadi sama sekali tidak terlihat jelas.

Dan dia juga hanya bisa melihat wajah William tampak samping dengan samar, dia sama sekali tidak berani berpikir bahwa itu adalah William.

Awalnya menyangka ketika mendengar suara mobil mendekat, keduanya akan segera berpisah.

Tanpa terduga dia sudah menghentikan mobil di belakang mereka berdua, dan mereka masih belum berpisah…..

Suasana hati Venus pada saat itu…... tidak dapat dijelaskan.

Dengan membawa rasa ingin tahu dan….. ingin melihat orang aneh.

Venus keluar dari mobil, perlahan-lahan berjalan mendekati mereka, setelah mendekat, dia melihat jelas wajah wanita di dalam pelukan pria, bukankah itu...... Ellen?

Venus membuka besar matanya, sangat kaget.

Dan tepat ketika dia melihat mereka berdua sedang berciuman, sebuah pandangan tajam tertuju padanya.

Punggung Venus terasa dingin, dia menarik napas dingin, dan segera mengalihkan pandangannya ke arah pria yang sedang berciuman dengan Ellen.

Sekali lihat…….

Venus segera menutupi mulutnya sendiri, sepasang bola matanya hampir saja melompat keluar.

Bagaimana mungkin…...

Ya Tuhan!

Pasti salah melihat! Pasti begitu!

Bagaimana, bagaimana mungkin dia?

Venus memejamkan matanya dan membukanya lagi setelah dua atau tiga detik.

Tetapi yang jatuh ke matanya tetap adalah wajah pria yang dingin itu.

Venus seolah-olah berhenti bernafas, dia tidak mengatakan apapun, menundukkan kepalanya, bergegas masuk ke dalam vila.

Ellen yang mulutnya masih ditutupi seseorang, “……” ingin sekali bunuh diri!

Ellen memejamkan matanya, dia merasa nama baiknya telah dihancurkan seseorang.

Apakah dia telah memalukan dirinya sampai ke Samudra Pasifik?

.........

Sekitar tiga menit setelah Venus bergegas masuk ke villa, William barulah melepaskan bibirnya.

Kaki Ellen menjadi lemah tak berdaya, tidak tahu apakah karena kekurangan oksigen atau merasa malu, wajahnya memerah seperti buah delima yang matang, dan lembut, menempel di dada William, membuka mulutnya yang bengkak, sekali demi sskali menarik nafas dan menghela nafas.

William memeluknya, bibirnya yang tipis mencium rambutnya.

Setelah pernafasan Ellen menjadi lancar.

Dia baru memegang lengannya dengan lembut dan membawanya keluar dari pelukannya, tatapannya yang suram dan mendalam menatap mata Ellen dan berkata, “Ellen, aku tidak akan membuatmu menyesal mempercayaiku.”

Otak Ellen masih belum kembali sadar, mendengar dia tiba-tiba mengatakan ini, dia menjadi bingung.

William menatap wajahnya yang polos, mengangkat sudut bibirnya, tangannya yang besar menepuk wajahnya dengan lembut, “Tiga hari kemudian aku akan datang menjemputmu, jaga baik dirimu. Ketika datang, kalau aku menemukanmu kehilangan sehelai rambut, lain kali jangan berharap aku akan mengizinkanmu pergi ke tempat mana pun. Ngerti?”

Hati Ellen terasa manis, dan mengangguk dengan malu-malu.

William mengangkat alisnya, menundukkan kepala mencium dahinya, dia menatapnya dengan tatapan enggan, berkata dengan suara serak, “Kalau begitu aku akan pergi dulu.”

“…….Ya, hati-hati di jalan.” Ellen menjilat bibirnya dan berkata.

“Ya.” William memandang Ellen selama beberapa detik, baru berdiri tegak, “Masuklah.”

“Aku melihatmu pergi dulu, sebelum masuk.” Ellen menatap William dan berbisik.

William mengangkat sudut bibirnya.

Novel Terkait

The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu