Hanya Kamu Hidupku - Bab 41 Tuan Menyuruhku Menjemputmu

Matanya menyapu notifikasi yang muncul di layar handphone, dia tertegun sejenak baru kemudian menyapu layarnya untuk mengangkat telepon, “Paman Ketiga….”

Begitu mendengar Ellen mengucapkan “Paman Ketiga”, Pani menggerakkan matanya sambil menatap Ellen, sorot matanya terlihat bingung.

“Sedang dimana?” terdengar suara lelaki yang berat.

Ellen melirik Pani yang sedang memandangi dirinya dan berkata pelan, “Aku sedang bersama Pani.”

“Oh, sebutkan tempatnya.” Nada suara lelaki itu terdengar datar.

“…… Xinghui Times Square.” Ellen berkata jujur.

“Beli baju?”

“Ya.”

“Apakah uangnya cukup?” lelaki itu bertanya lagi.

“Ya, cukup.”

“Kalau tidak cukup katakan pada Paman, Paman akan menyuruh Hawn membawakannya untukmu.”

“Baik.”

Setelah Ellen menjawab, keduanya sempat terdiam beberapa saat.

“Bintang, bagaimana kalau kita pesan sup sapi Rusia?”

Tiba-tiba terdengar suara Venus yang manis dari seberang telepon.

Saat ini tidak banyak orang yang makan di meja mereka, dan di meja-meja sekitar mereka juga kosong, tidak ada tamu, jadi suara Venus terdengar sangat jelas.

“Ellen, bagaimana kalau pesan sup sapi Rusia?”

Bintang berpikir sejenak dan bertanya pada Ellen.

Ellen, “……”

Pani, “…..” rasanya ada yang tidak beres.

Kemudian, terdengar suara telepon yang dimatikan dan berganti dengan nada sibuk dari seberang telepon.

Hati Ellen tiba-tiba bergetar dan tangannya meremas handphone dengan erat.

Pani melihat wajah Ellen agak pucat ketika menjauhkan handphone dari telinganya, dan bibirnya terkatup rapat.

“Ellen, Ellen…”

“…..ya?” Ellen menarik napas dan pandangan matanya terlihat muram, tanpa sadar dia mengernyitkan alisnya, dia menatap Bintang dengan tatapan bingung.

“Ellen, apa kamu tidak apa-apa?” Bintang ikut terkejut dan panik begitu melihat wajah Ellen yang pucat.

“…….” Ellen menggelengkan kepalanya, dan suara yang keluar dari mulutnya terdengar serak, “tidak apa-apa, apa yang kalian bicarakan tadi?”

Bintang menatapnya dengan pandangan curiga, “Benarkah?”

“Uhm.” Ellen menganggukkan kepala.

Bintang menatap dia cukup lama dan berkata, “apakah kamu mau pesan sup sapi Rusia?”

“Boleh, apa saja boleh.” Ellen memaksakan diri tersenyum.

Bintang mengerutkan keningnya, dia merasa ada yang tidak beres dengan Ellen setelah menerima telepon.

Sepertinya, dia gelisah.

Venus memandangi Ellen tapi dia tidak berkata apa-apa, kemudian dia memanggil pelayan dan mengembalikan buku menu.

Pani melihat dengan jelas perubahan ekspresi di wajah Ellen, dan dia menebak dalam hatinya.

Mungkin dia sudah tahu kalau William….

Namun itu hanyalah tebakan Pani dan masih belum pasti.

……

Ketika Ellen sedang menyantap makanan, handphonenya berdering lagi.

Pani pun menghentikan makannya dan melirik ke arah Ellen.

Bintang dan Venus pun sama-sama menghentikan gerakannya dan memandang Ellen.

Ellen memandangi mereka bertiga dan mengeluarkan handphone dari tasnya.

Matanya terpaku pada layar selama dua detik, telepon dari “Pak Suno.”

Telepon kali ini berasal dari supir Pak Suno.

Ketika mendengar Ellen menyebut Pak Suno, Pani diam-diam menghembuskan napas lega dan meneruskan makannya.

“Nona, tuan menyuruhku menjemputmu.” Pak Suno berkata.

“….. tapi sekarang aku sedang makan.” Ellen menjawab dengan muram.

Pak Suno tersenyum, “Tidak apa-apa, kamu makan saja dulu. Aku akan menunggu kamu di area parkir depan pintu masuk plaza. Setelah kamu makan kamu bisa kemari.”

Ellen merasa dadanya agak sesak, dia terdiam beberapa saat lalu berkata, “Aku sudah janjian dengan temanku jalan-jalan siang ini. Pak Suno, kamu pulang saja dulu. Ketika aku sudah mau pulang nanti, maka aku akan menelepon kamu, barulah kamu datang menjemput.”

“Nona, perintah tuan adalah menjemput kamu pulang sekarang.” Jawab Pak Suno.

“Tapi aku sudah janji dengan temanku…..”

“Nona, mohon jangan menyulitkan saya.”

“…….” Belum selesai Ellen bicara dan seluruh kata-katanya masih tertahan di tenggorokan, dia sudah tidak bisa berkata-kata.

Percakapannya sudah berakhir.

Ellen menatap makanan di hadapannya tapi dia sudah tidak ada nafsu makan, jadi dia menengok ke Pani yang duduk di sebelahnya, “sudah kenyang belum?”

Sebenarnya tidak perlu ditanyakan, sudah jelas Pani belum kenyang!

Pani mengerjapkan mata, kemudian dia menaruh sumpitnya dan mengangguk, “Uhm, sudah kenyang.”

“Apakah kalian sedang diet?” Venus menatap Pani dan Ellen, “kenapa kalian hanya makan sedikit.”

Ellen tidak menjawabnya dan dia berbicara pada Bintang, “Maaf, aku ada sedikit urusan di rumah jadi aku pulang duluan.”

“Apakah kamu tidak suka dengan rasa makanan di restoran ini? kamu makan sedikit sekali.” Kedua alis Bintang saling bertaut sambil memandang Ellen.

“Enak kok. Mungkin karena aku sarapan pagi terlalu siang jadi sekarang belum terlalu lapar. Kalian pelan-pelan saja makannya, kami pergi dulu ya, sorry.”

Ellen tahu kalau mereka sedang makan dan sebenarnya tidak sopan kalau dia pamit duluan.

Hanya saja sekarang ini suasana hatinya sudah tidak enak.

“Ellen…..”

Tadinya Bintang masih ingin mengatakan sesuatu namun baru saja membuka mulut, Ellen sudah keburu menarik Pani dan pergi keluar dari restoran.

Bintang menatap kepergian Ellen dan Pani yang sangat tergesa-gesa, dan setelah bayangan mereka sudah tidak terlihat barulah dia menarik pandangannya dengan enggan.

Hanya saja perasaan sukacitanya hilang dan digantikan dengan rasa kehilangan dan suram di wajah mudanya yang tampan.

Venus memutar bola matanya kemudian meletakkan sumpitnya dan menepuk-nepuk punggung tangan Bintang.

Bintang memandanginya dengan cemberut.

“Apakah itu perempuan yang kamu sukai?” Venus bertanya.

“……” Wajah Bintang memerah, dia tersipu malu seperti anak muda yang hatinya sedang berbunga-bunga, namun dia tidak menyangkalnya, dia menganggukkan kepala.

Tangan Venus yang satu lagi berada dibawah meja dengan posisi mengepal erat, namun dia justru tertawa, “Kelihatannya anak keluarga kita sudah mulai dewasa, sudah waktunya mau berpacaran”.

Nada suara Venus tidak berubah, namun terdengar seperti sedikit mengejek.

Bintang tersipu malu dan mengerucutkan bibirnya, “Kalau dia bersedia menjadi pacarku, aku pasti tidak akan membiarkan dia punya kesempatan pergi dari sisiku.”

Suaranya terdengar lembut, namun penuh dengan kepastian.

Wajah Venus seketika menjadi kaku, kemudian dia memalingkan wajahnya.

……

Ketika berjalan keluar dari plaza, Ellen meminta maaf pada Pani, “Maaf ya, gara-gara aku kamu belum selesai makan.”

Pani langsung mengiyakan, “Iya benar, gara-gara kamu, jadi sebagai gantinya kamu harus traktir aku.”

Sudut mulut Ellen tertarik, “Minggu depan, aku akan mentraktirmu di kantin sekolah.”

“Traktir makan di kantin? kamu ini terlalu pelit ya. Hm, tuan putri tidak mau, tuan putri ingin makan abalone dan teripang!” ujar Peni.

“Aku dengar gizi daging ular sangat bagus, mau coba? Aku yang traktir.” Ellen tertawa sambil berkata.

Daging ular?

Pani menghirup udara yang dingin, kemudian dengan kedua tangannya dia memeluk bahunya sendiri sambil bergidik, “kalau begitu aku pilih makan di kantin saja!”

Ellen mengangkat alisnya, “Kali ini kamu sendiri yang bilang mau makan di kantin ya, aku tidak memaksamu.”

“Setuju!” Ellen memeluk Pani dengan erat.

Pani tidak bisa berkata apa-apa, kemudian dia menyodorkan kantong belanjaannya ke Ellen, “Sudahlah, cepat pulang.”

Ekspresi wajah Ellen tiba-tiba membeku, dia malas-malasan mengambil kantong belanjaan, “Lalu kamu bagaimana? Siang ini mau kemana?”

“Hmmm…..” bola mata Pani berputar, dia berpikir sekitar belasan detik kemudian berkata, “Aku akan pergi belajar ke perpustakaan kota, dan malamnya aku langsung pergi kerja part-time.”

Ellen menganggukkan kepala, “Malam kerja sampai jam berapa?”

“Kerja 5 jam, dari jam 6 sampai jam 11 malam.” Jawab Pani.

“Jam 11? Apa tidak terlalu malam?” Ellen agak khawatir mendengarnya.

Pani melambai-lambaikan tangannya, “Tidak apa-apa, aku sudah sering pulang jam 11. Dan lagi jarak tempat kerjaku tidak jauh dari rumah, jalan 30 menit saja sudah sampai. Jadi, tidak usah khawatir.”

Jalan kaki 30 menit masih dibilang tidak jauh?

Melihat wajah Ellen yang khawatir, akhirnya Pani pun tidak tahan untuk menggelengkan kepala, “baiklah, paling aku akan pulang naik mobil, dengan begitu kamu bisa tenang kan.”

“Naik mobil juga harus hati-hati.” Ellen berkata dengan kening berkerut.

“Iya, iya, aku pasti akan hati-hati.” Jawab Pani.

Ellen menatapnya, “kalau begitu aku pergi dulu.”

Pani melambaikan tangannya.

Ellen berjalan ke area parkir sambil menenteng kantong belanjaan.

Setelah dia berjalan beberapa saat, dia menoleh ke belakang untuk melihat Pani, dia menyadari kalau Pani sudah pergi.

Ellen menekuk mulutnya, dan kepalanya penuh dengan pertanyaan-pertanyaan.

……

Ellen berjalan ke area parkir dan Pak Suno bediri di samping mobil sambil menelepon, begitu melihat Ellen datang, dia langsung menutup teleponnya dan berjalan ke pintu kursi penumpang, dan membuka pintu mobil.

Ellen berjalan ke mobil dan duduk di belakang.

Dengan cepat Pak Suno duduk di kursi pengemudi, dan menyalakan mobil kemudian menatap Ellen dari kaca spion.

Wajah Ellen yang kecil terlihat suram, tas dan kantong belanjaannya diletakkan di jok mobil, sedangkan wajahnya memandang ke arah jendela, bibirnya terkatup rapat, kelihatannya dia sedang memendam sesuatu dalam hatinya.

Meskipun Pak Suno tahu tapi dia memilih untuk tidak berkata apa-apa.

Perjalanan dengan mobil sekitar satu jam.

Kemudian Ellen menyadari kalau jalan ini tidak mengarah ke Coral Pavilion, sorot matanya terlihat curiga, kemudian dia mengalihkan pandangan ke arah Pak Suno yang sedang mengemudi, “Pak Suno, ini bukan jalan pulang, apakah kamu salah jalan?”

“Oh.” Pak Suno tersenyum kemudian pelan-pelan berkata, “Tuan menyuruhku untuk langsung mengantar kamu ke tempatnya.”

Ellen terkejut, “Tapi bukankah harusnya sekarang Paman Ketiga sedang di kantor?”

“Iya benar, jadi Tuan menyuruhku mengantar kamu ke kantornya.” Pak Suno mengangguk.

“Paman ketiga pasti sibuk di kantor, lalu untuk apa aku kesana?” Kedua alis Ellen yang cantik saling bertaut, kelihatannya dia tidak begitu senang.

Mendengar ucapan Ellen, Pak Suno menatap dia dengan pandangan aneh.

Ada apa dengan nona ini?

Dulu ketika sedang libur, bukankah dia yang merengek minta diajak ke kantor oleh Tuan?

Kenapa sekarang malah dia tidak mau kesana?

Ellen tidak melihat ke arah Pak Suno, jadi dia tidak menyadari tatapan aneh dari Pak Suno.

Kurang lebih 20 menit kemudian, mobilnya berhenti di garasi Group Dilsen.

Pak Suno melepas sabuk pengamannya kemudian bergegas membukakan pintu untuk Ellen, ketika dia melihat Ellen yang tidak bergerak sama sekali, “Nona, sudah sampai.”

Ellen masih mengerutkan kening dan duduk di mobil selama 2 menit, barulah dia mau turun dari mobil, dan berjalan dengan malas ke arah lift khusus direktur yang disediakan di garasi.

Novel Terkait

Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu