Hanya Kamu Hidupku - Bab 483 Mau Tidak Pindah Ke Rumahku

Wanita yang muncul di depan matanya, rambut belah tengah, sepanjang tulang selangka, model rambutnya adalah rambut keriting yang halus, berwarna emas muda.

Wajah yang berada di antara kedua sisi rambutnya adalah wajah telur angsa yang standar, fitur wajahnya sangat sempurna, mata yang dalam, bulu mata yang lebat dan lentik, hidung yang mancung, bibir yang pas, sepintas melihatnya seperti orang berdarah campuran.

Dia memakai trench coat kasual yang berwarna krem, kemeja hitam yang berlapiskan bahan sutra dan celana hitam sepanjang pergelangan kaki, sepatunya adalah sepatu hak tinggi hitam sekitar lima atau enam sentimeter.

Dia membawa tas yang berwarna merah di tangannya, lengan trench coat tersingsing dengan panjang yang pas, menunjukkan dua lengan putih yang kecil, dan tangannya yang membawa tas itu, memakai sebuah jam tangan wanita yang mahal.

Gaya berpakaian seluruh tubuh, dari atas sampai bawah, sedang memberitahukan kepada Pani, wanita yang berada di depannya, sangat memperhatikan karakter pribadi, singkat kata adalah sempurna.

Ingin bertanya kepada Pani kenapa mengamati dengan begitu saksama?

Hm, kenapa lagi?

Sama sepertinya, muncul di depan pintu masuk rumah seseorang, dan juga seorang wanita cantik, apakah dia bisa tidak mengamatinya dengan saksama?

Setelah Pani mengamatinya dari atas sampai bawah, alisnya yang indah bergerak, melihat sepasang mata wanita itu yang juga mengamatinya, "Apakah kamu sedang berbicara denganku?"

Pani datang dari sekolah, dia masih memakai seragam sekolah, hanya saja di luar seragam sekolahnya diselimuti sebuah overcoat.

Sepasang mata wanita itu sedikit melayang, menatap wajah Pani, "Apakah masih ada orang lain di sini?"

Pani menaikkan alisnya.

Wanita itu melewati Pani dan melihat pintu rumah di belakangnya, lalu menyimpan kembali pandangannya, dari wajah Pani, turun ke kunci yang digenggam oleh tangannya, di sudut bibirnya ada getaran sesaat, saat dia berbicara lagi malah sangat natural, "Aku mungkin tahu kamu siapa."

Pani menatap wanita itu, sedikit mengerutkan kening, "Kamu tahu siapa aku?"

Wanita itu mendongak, menatap Pani dengan ramah, "Aku pernah mendengar orang berbicara tentangmu dua kali, tetapi maaf, sekarang aku tidak ingat namamu. Biarkan aku memperkenalkan diriku terlebih dahulu."

Wanita itu berbicara, lalu tas yang ada di tangannya diganti ke tangannya yang lain, mengulurkan tangan terhadap Pani, "Hai, namaku Linsan."

Lin, San...

Pani menatap Linsan, sepasang matanya sedikit bergetar, kemudian dia juga segera mengulurkan tangannya, "Pani."

Linsan dan Pani berjabat tangan, lalu pada saat menarik kembali tangannya, tiba-tiba dia menatap Pani dan tersenyum, "Aku sudah ingat, memang benar nama ini. Senang bertemu denganmu."

Pani tersenyum dengan murah hati.

Linsan melirik kunci yang ada di tangan Pani lagi, sedikit menyipitkan matanya, "Sumi telah memberimu kunci rumahnya, sepertinya dia telah sangat yakin denganmu, pacarnya. Sangat bagus."

Pani menutup bibirnya, menatap Linsan, "Jangan berdiri di depan pintu, kita duluan masuk saja."

Pani berkata dan membalikkan badan untuk membuka pintu.

"Tidak perlu, aku tidak jadi masuk." Linsan berkata.

Pani berhenti, menatapnya dengan kebingungan.

Dia datang ke sini, bukankah untuk mencari seseorang?

Linsan memiringkan kepalanya, tersenyum dan menatap Pani, "Sumi tinggal sendiri, aku juga tidak tenang, jadi aku meluangkan waktu ke sini untuk melihatnya. Tetapi sekarang kelihatannya aku yang telah terlalu cemas, karena Sumi sudah ada kamu."

Linsan berkedip terhadap Pani saat berbicara, "Mohon bantuanmu kepada Sumi."

Pani menyipitkan mata, perlahan-lahan juga tersenyum terhadap Linsan, "Nona Lin tidak perlu memohon padaku. Paman Nulu mengakui bahwa aku adalah pacarnya, menjaganya, aku harus bertanggung jawab. Lagi pula, tidak hanya aku yang harus menjaga Paman Nulu, Paman Nulu juga harus menjagaku. Benar bukan, Nona Lin?"

"Sudah pasti. Kalian adalah sepasang kekasih, sudah seharusnya saling menjaga satu sama lain." Linsan tersenyum, "M-hm, memang aku telah khawatir yang tidak perlu."

Pani tersenyum, "Apakah Nona Lin benar-benar tidak masuk ke dalam? Sudah jam segini, seharusnya Paman Nulu sebentar lagi pulang."

Linsan melangkah maju, mengulurkan tangan dan menggenggam lengan Pani, tersenyum dengan tulus kepadanya, "Lupakan saja. Aku pergi ya."

Setelah Linsan selesai berbicara, dia membalikkan badan dan pergi.

Pani menatap tampak belakang Linsan yang tinggi dan ramping, lengkungan di sudut mulutnya, perlahan-lahan tertutup dengan erat.

......

Pada saat Linsan membalikkan badan, senyuman di wajahnya membeku.

Saat berjalan keluar pintu gerbang, Linsan berhenti, dia diam-diam mengambil napas, kemudian mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, membuka kunci, membuka pesan, lalu mengedit pesan singkat :

"Sumi, tadi aku ke rumahmu, kebetulan bertemu dengan pacar kecilmu, dia sangat lucu. Sungguh, aku turut senang."

Melihat pesan dikirim, Linsan tiba-tiba berbalik, dia menatap rumah itu cukup lama, setelah itu baru masuk ke dalam mobil dan pergi.

......

Gedung Firma Law Club , tempat parkir bawah tanah.

Pada saat Sumi menerima pesan singkat dari Linsan, Asisten Xuyan sedang melaporkan proses perkembangan kasus baru kepadanya.

Melihat pesan itu, Sumi beberapa detik tenggelam dalam pikiran, kemudian dia menggenggam ponselnya dengan erat, berkata terhadap Xuyan , "Sampai di sini saja, nanti kamu kirimkan proses perkembangan kasus ke emailku, aku akan melihatnya."

"Baik." Xuyan berkata.

Sumi membuka pintu dan masuk ke dalam mobil, dia memakai sabuk pengaman sambil menanyakan Xuyan yang berdiri di luar mobil dengan penuh hormat, "Apakah ada rekomendasi restoran yang enak?"

Xuyan terkejut, lalu berpikir dengan sungguh-sungguh, melihat Sumi dan berkata, "Rasa Endess lumayan."

"Pedas tidak?" Sumi mendongak melihatnya.

"... Pacarku suka makan pedas, Restoran Endess adalah restoran yang salah satu restoran favoritnya." Xuyan menjawab dengan sungguh-sungguh.

Sumi menurunkan matanya, "Saat mengirimkanku perkembangan kasus, sekalian kirimkan nama dan alamat restoran yang paling disukai pacarmu."

Xuyan , "..." Boss Nulu, Jika Anda berkata begitu, aku akan curiga bahwa Anda ada "suatu rencana" terhadap pacarku!

......

Ketika Sumi pulang dengan membawa sekantong makanan yang besar, Pani sedang bertelungkup di samping meja bundar yang berada di balkon lantai dua, sedang mengerjakan soal tes.

Sumi meletakkan makanan di ruang makan di lantai bawah, lalu sedikit menaikkan bibirnya dan naik ke lantai dua.

Saat Sumi mendekati Pani, Pani sedang memeras otak untuk menyelesaikan sebuah soal geometri.

Tubuh panjang Sumi berdiri di belakang Pani, menyipitkan mata dan menatap soal tes itu, sepertinya takut akan menakutinya, ketika berbicara, suaranya sengaja diturunkan, "Apakah perlu bantuanku?"

Setelah mendengarkan suaranya, bola mata Pani tertuju, kemudian mendorong kertas tes ke samping, menengadahkan kepala menghadapnya, "Bagaimana menyelesaikannya?"

Sumi menaikkan alisnya, berjalan ke samping Pani, menyelip ke kursi yang sama dengannya, mengambil pensil dari tangannya, sekejap saja telah menyelesaikan proses dan jawaban pemecahan masalah.

Pani melihat kertas tes, lalu melihatnya, sudut mulutnya sedikit tersenyum.

Dia tidak percaya begitu saja dan mencari sebuah soal matematika susah yang dia tidak bisa menyelesaikannya sebelumnya, "Yang ini, aku tidak bisa."

Sumi melihat sekilas soal itu, mengisap bibir, menatap Pani, lalu mulai mengerjakan soal lagi.

Pani terus menatapnya, menunggu dia menulis sampai ke langkah yang dirinya tidak paham, jadi bisa bertanya.

Sumi menggunakan cara yang paling ringkas dan juga paling mudah dimengerti untuk menjelaskan kepadanya.

Pani sering kali menunjukkan ekspresi "ternyata begitu".

Setelah menyelesaikan soal, Pani sengaja membalikkan halaman untuk mencocokkan jawaban...

Tanpa diragukan, jawaban yang dipecahkannya benar!

Pani menatap Sumi dengan terkejut, wajah kecil itu dengan jelas menuliskan ekspresi "kamu sangat hebat".

Sumi memegang dagunya, "Turun ke bawah untuk makan."

"Apakah kamu murid top?"

Ketika digandeng olehnya untuk turun ke bawah, Pani masih tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Hanya kebetulan bisa." Sumi jarang rendah hati.

Pani melihatnya, bola matanya berputar ke kiri dan kanan.

"Apa yang dipikirkan?" Sumi meliriknya.

"... Bagaimana dengan bahasa Inggrismu?" Pani bertanya dengan suara yang kecil.

Sumi tidak menjawab, menggandeng Pani ke meja makan, membuka bungkusan makanan, mengeluarkan makanan sembari memberitahukan nama menu kepada Pani dengan bahasa Inggris.

Pani tercengang mendengarnya, aktingnya ini, dia harus kasih nilai penuh, tidak takut dia akan sombong!

"Bagaimana?" Sumi menggenggam bahu Pani dengan ringan, lalu mendudukkannya di kursi, dan dirinya duduk di sebelahnya, bertanya.

Pani memberinya sebuah acungan jempol, "Luar biasa!"

"Tsk!"

Sumi mengerutkan kening, "Kamu seorang gadis begitu vulgar!"

Pani terlihat senang dengan dirinya sendiri dan memegang sumpit, mengerucutkan bibirnya dan bergumam, "Aku memang begitu vulgar!"

”Ingin dipukul!" Sumi mengambilkannya sepotong iga besar pedas.

Pani melirik iga itu, nafsu makannya meningkat, "Aku harus cuci tangan."

Setelah berbicara, Pani segera pergi untuk cuci tangan, setelah selesai mencuci tangan dia segera kembali, kemudian langsung mengambil iga dan menggigitnya.

Sumi meliriknya, tetapi tidak mengatakan apa-apa tentangnya, hanya diam-diam meletakkan segelas jus lemon ke samping tangannya.

Pani melihatnya, sepasang matanya berkedip-kedip, menggigit iga sambil melihatnya, tampaknya tidak sengaja dan berkata, "Hari ini saat aku datang, aku bertemu dengan temanmu, perempuan, sangat cantik."

Sumi tidak berkata apa-apa, mengambilkan telur isi daging ke dalam mangkuk Pani.

Pani melihatnya dari sudut mata sejenak, lalu menurunkan bulu mata, kemudian menggigit iga dengan diam.

Pani makan dengan cepat, mungkin karena dia setiap hari sangat terburu-buru.

Setelah selesai makan, Pani ke kamar mandi untuk mencuci tangan, ketika keluar, dia melihat Sumi masih makan, lalu berkata, "Aku naik ke atas untuk mengerjakan tugas."

Sumi melihatnya dengan lembut, berkata dengan suara pelan, "Pergilah."

Pani meraih pegangan tangga, berjalan menuju ke tangga.

......

Naik ke atas.

Duduk di kursi yang ada di balkon, Pani mengambil pensil yang ada di atas meja bundar, menundukkan kepala, mengetuk halaman kertas dengan lembut.

Ini berlanjut selama beberapa menit.

Dia menyusun kertas tes, membenamkan diri dan mulai mengerjakan soal.

Mm, pertanyaan yang salah yang dikerjakannya hari ini lumayan banyak!

......

Jam setengah sebelas.

Sumi mengantar Pani pulang ke kediaman keluarga Wilman.

Ketika keluar dari mobil, Pani melihat Sumi, "Aku pulang. Kamu hati-hati di jalan."

Sumi menatap Pani, dengan suara yang lembut, "Bagus, sudah bisa peduli padaku."

Pani cemberut, "Bye."

Selesai berbicara, Pani akan mengagetkannya dan berjalan menuju vila.

Tidak terduga, dia bahkan belum melangkah, suatu kekuatan tiba-tiba melingkari pinggangnya dan ditarik ke depan.

Pani sedikit terkejut, mengangkat sepasang matanya yang gemetar dan melihat wajah tampan di atas kepalanya itu.

"Peluk sebentar." Sumi memeluk Pani dengan erat.

Pani menatapnya, secara tidak sadar sedikit melemaskan tubuhnya yang kaku, bersandar dalam pelukannya.

Sumi mengangkat tangan dan membelai rambut panjangnya, sering kali menundukkan kepala untuk menciumnya, keseluruhan orang tersebut telah diselimuti oleh suatu lapisan yang lembut.

Pani meletakkan wajah di dadanya, bulu mata yang lebat dan panjang itu terkulai sangat rendah, "Paman Nulu, aku sudah harus pulang."

Sumi sepertinya menghela napas, bibir tipis yang hangat mendekati telinga Pani, " Panpan , mau tidak kamu pindah ke rumahku dan tinggal bersamaku?"

Pani menggelengkan kepala.

Sumi menatap Pani dari atas ke bawah, tatapannya dalam.

Memeluknya selama dua atau tiga menit lagi, Sumi baru perlahan-lahan melepaskannya, dan mengelus-elus kepalanya dengan ringan, "Istirahatlah lebih awal."

Pani menatapnya, menganggukkan kepala, membawa tas dan berjalan menuju vila.

Tetapi sampai dia masuk ke pintu vila, dia tidak pernah melihat ke belakang.

Sumi bersandar di mobil, melihat ke arah vila, setelah mengisap setangkai rokok, baru masuk ke mobil, lalu pergi.

Novel Terkait

Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu