Hanya Kamu Hidupku - Bab 133 Tidak Bisa Mengontrol Diri

Venus menelan air liurnya dan tidak lanjut membahas topik yang membuat pernapasannya sesak, dia menoleh ke Rosa dan memasang senyuman pucat yang agak pucat dengan terpaksa, "Berkata tentang nona Nie, aku bahkan bertemu dengannya di rumah sakit tadi, dia bersama........dengan Tuan Dilsen"

"Ellen dan abang ketiga aku?" Vania melamun sejenak, Venus berhasil mempengaruhi suasana hati Vania, "Dia bersama abang ketiga aku pergi ke rumah sakit buat apa? Abang ketiga aku kenapa?"

Reaksi pertama Vania setelah mendengar kata-kata Venus adalah bertanya tentang William, iya, Vania memang cuman peduli kepada William, mau bagaimana pun Ellen, Vania tidak akan peduli.

Rosa juga menatap ke Venus dengan tatapan mendalam yang berisi keraguan.

"Bukan tuan Dilsen, sepertinya nona Nie yang tidak enak badan" Venus berkata.

"Oh" Mendengar yang sakit itu Ellen, Vania pun langsung mengangkat bahunya dan memasang penampilan sesuai dengan pemikirannya, tidak peduli.

"Ellen tidak enak badan? Dia kenapa?" Kali ini yang bertanya adalah Rosa.

"Dengar dia berkata, sepertinya mengalami masalah di bidang menstruasi" sebenarnya Venus bisa tiba-tiba berkata tentang Ellen hanya karena ingin mengganti topik dan perhatian Vania dan Rosa.

Setelah perhatian Rosa dan Vania berhasil digeser, Venus pun tidak begitu perhatian membahas tentang topik ini lagi.

"Masalah menstruasi?"

Rosa menundukkan kepalanya dengan alis mengerut.

" Kak Rosa, biarin dia saja, Ellen itu anak yang sangat aktif, tidak akan terjadi apa-apa, jangan merisau tentang dia" Vania berkata.

Pemikiran yang dalam mengisi ekspresi Rosa, dia hanya menatap ke Vania tanpa berkata apa pun.

Setelah itu, Rosa pun menjadi jarang berbicara pada seluruh proses makan siang.

Vania sibuk mendekati Venus, setiap kata-kata yang dikatakan oleh Vania hampir semua berhubungan dengan mencari tahu tentang Bintang Hamid.

Venus merasa sangat frustrasi, tetapi dia tidak bisa menunjukkannya, acara makan siang ini membuat Venus tidak berselera!

Tetapi, Venus dan Vania tidak menyadari keanehan Rosa.

Setelah makan, Vania pun mengajak mereka berdua pergi belanja.

Tidak menyangka, Rosa dan Venus menolaknya dengan alasan masih memiliki urusan.

Hal ini membuat Vania merasa agak frustrasi, waktu makan siang sependek ini tidak cukup membuat dia mencari tahu tentang Bintang Hamid dari Venus , selain itu, Venus tidak memberikan jawaban yang jelas juga setiap Vania bertanya tentang Bintang Hamid, akhirnya Vania sama sekali tidak mendapat informasi penting tentang Bintang Hamid.

Meskipun merasa sedih, Vania akirnya tetap tidak memaksa Venus dan Rosa.

Jadi, setelah makan siang, mereka bertiga pun berpisah di pintu gerbang Paviliun Mingyue.

...............

Di Coral Pavilion, William menemani Ellen istirahat di dalam ruang tidur setelah makan siang.

Mungkin karena hamil. baru-baru ini Ellen sering tidur.

Pada saat baru saja berbaring di atas tempat tidur bersama William, Ellen masih bersemangat, siapa tahu dia langsung tertidur dengan nyenyak di pelukan William setelah mengobrol sebentar.

William menundukkan kepalanya dan menatap ke Ellen.

Setengah wajah Ellen menempel di dada William, bibirnya yang berwarna murah muda agak terbuka dan suara pernapasan yang ringan berdering, pada saat bernafas, hidung kecilnya akan ikut bergerak, Ellen juga akan menjilat bibirnya seperti bayi dari waktu ke waktu, penampilan Ellen terlihat sangat penurut dan lembut.

Sudut mulut William terangkat dengan puas, dia menundukkan kepalanya dan memberikan sebuah ciuman di pipi Ellen.

Awalnya William hanya ingin mencium pipi William, tetapi William menjadi tidak bisa mengontrol diri pada saat bibirnya menyentuh kulit pipi Ellen yang lembut, William mencium hidung Ellen, kemudian keinginan mencium bibirnya pun muncul......

William menatap ke bibir Ellen yang sedang tidur nyenyak.

Karena Ellen sedang hamil, William bahkan tidak berani mencium Ellen baru-baru ini, dia takut........ dirinya tidak bisa mengontrol diri dan melukai Ellen beserta anaknya.

Iya, kemampuan William mengontrol diri di depan Ellen sudah hampir 0 sekarang.

Tenggorokan William bergerak naik turun, bibirnya yang hangat mulai mendekati bibir Ellen, pada saat sudah mau bersentuhan, William tiba-tiba berhenti bergerak, tetapi dia tidak ingin mundur begitu saja. Kedua lengan William yang sedang memeluk tubuh Ellen juga mengerat seiring jarak bibir mereka semakin mendekat.

Pada saat otak William sedang meragu, Ellen tiba-tiba menjilat bibirnya sendiri kemudian mendekatkan dirinya ke pelukan William, salah satu kakinya juga naik ke atas paha William.

William menarik nafas, karena sudah tidak bisa menahan lagi, dia langsung mencium bibir Ellen. Karena mulut Ellen memang sudah terbuka sedikit saat tidur, William pun memimpin ciuman ini tanpa menghabiskan banyak tenaga.

Karena pernapasannya menjadi terganggu, alis Ellen pun mengerat, tetapi dia tetap masih belum sadar diri. Melihat situasi ini ciuman William pun menjadi semakin dalam, bahkan satu tangannya sudah diulurkan ke dalam baju tidur Ellen yang longgar.

Dalam waktu sejenak, Ellen tidak hanya merasa susah bernapas, bagian dadanya juga mulai terasa agak sakit.

Alis Ellen menjadi semakin mengerut, dia membuka matanya secara perlahan dengan nafas yang sesak, bulu matanya yang panjang bergerak dan dia menatap ke wajah tampan yang berada di hadapannya.

Melihat Ellen sudah bangun, William bahkan langsung mempercepat kecepatannya, dia membuka baju Ellen dan langsung membungkukkan badannya.

Ellen menarik nafas dengan alis mengerut, matanya berkedip beberapa kali dan rasa kantuknya pun langsung menghilang, dia menundukkan kepalanya den menatap ke William sambil memanggilnya dengan suara kecil, "Paman ketiga"

William tidak menjawabnya, dia hanya memegang kedua tangan Ellen dengan eat.

Wajah Ellen menjadi hangat, kemudian dia pun memejamkan matanya dengan malu.

Sementara William juga tidak melakukan sampai tingkat terlalu dalam, berpikir tentang kondisi kesehatan Ellen dia juga tidak berani melakukannya.

Tetapi penyiksaan ini membuat William dan Ellen berkeringat.

William berbaring di sisi Ellen dan memeluknya dengan erat.

Ellen merasa dirinya seperti sedang memeluk sebuah batu besar yang kerat, setiap bagian tubuh William terasa kaku.

Menyandar di dada William, Ellen membuka matanya dan tidak berani bergerak, bahkan suara bernafasnya saja menjadi lembut.

Tidak tahu setelah berapa lama, William menghembus nafas panjang sebelum melepaskan Ellen dan pergi ke kamar mandi.

Setelah itu Ellen juga duduk dari tempat tidur dan melihat ke arah kamar mandi dengan wajah memerah, detak jantung Ellen terasa kencang seperti seolah-olah akan meloncat keluar dari tubuh Ellen.

.............

Setelah William keluar dari kamar mandi, Ellen sudah tertidur lagi di atas selimut.

Keluar dari kamar mandi, William yang sedang mengeringkan rambut pendeknya melihat Ellen yang tertidur, perasaan tidak berdaya muncul di tatapannya, kemudian William menggendong Ellen dan meletaknya ke dalam selimut.

Setelah itu, William duduk di ujung tempat tidur dan terus menatap ke Ellen, setelah beberapa saat dia baru mencium dahi Ellen sebelum meninggalkan kamar.

...........

Pada saat Ellen bangun lagi, waktu sudah hampir jam 3 sore.

Melihat William tidak berada di kamar, Ellen juga tidak merasa aneh.

Karena Ellen tahu, pada jam segini, kalau tidak pergi ke kantor William biasanya di ruang baca.

Ellen pun bangun dan cuci muka di kamar mandi sebelum turun ke bawah mencari makan.

Iya, Ellen bangun karena kelaparan.

Setelah turun ke bawah dan berjalan ke dapur, Ellen melihat Darmi sedang meneliti nanti malam mau masak apa lagi.

"Nona, kamu sudah bangun ya" Darmi berkata dengan senyuman.

Ellen mengangguk dan membuka kulkas, kemudian mengambil sebuah pir dari kulkas dan menutup pintu kulkas.

Darmi mengambil pir di tangan Ellen pada saat Ellen mau mencucinya, setelah mencuci dengan bersih dan mengeringnya, Darmi baru memberikan pir tersebut kepada Ellen.

"bibi Darmi, kamu benar-benar sangat baik" Ellen berkata dengan manis.

Darmi hanya senyum, "Tunggu di luar saja"

Ellen mengangguk dan berjalan keluar dari dapur sambil mengunyah pir.

"Oh iya nona, ponselmu terus berdering dari siang, coba pergi melihatnya"

Suara Darmi berdering pada saat Ellen baru keluar dari dapur.

Ellen melihat ke arah ruang tamu sebelum menjawab Darmi dan berjalan ke ruang tamu.

Karena takut sinar radiasi, William selalu menjauhi ponsel dari Ellen pada saat di rumah.

Pada saat tidur siang tadi, William meletakkan ponsel Ellen di ruang tamu lantai bawah dengan paksa.

Ellen berjalan ke arah sofa dan mengambil ponsel yang terletak di atas meja, kemudian dia membuka kunci katasandi layar.

Ada beberapa panggilan yang tidak terjawab.

Ellen menekan dan melihat ke nama penelpon.... Vima Wen.

Ellen menyimpan nomor Vima pada saat Vima menelponnya kemarin.

Setelah berpikir, Ellen memutuskan untuk menelpon kembali kepada Vima Wen, melihat Vima menelpon begitu banyak kali, bisa jadi benar-benar ada urusan penting.

Vima pun mengangkat telpon dengan cepat.

"Ellen?"

Suara Vima yang lembut berdering melewati telpon.

".... iya, bibi Wen, tadi anda menelpon saya ya?" Ellen duduk di atas sofa.

"Iya, tadi siang kan aku sudah beri tahu kamu mau pergi meminta resep dengan ahli herbal yang aku kenal. Resepnya sudah ada sekarang, ahli herbal itu juga ada memberikan aku beberapa set herbal, apakah kamu sekarang ada urusan?" Vima bertanya.

Ellen merasa agak terkejut.

Tidak menyangka Vima benar-benar pergi meminta resep dengan ahli herbal, bahkan dalam waktu begitu cepat.........

"........bibi Wen, terlalu merepotkan anda" Ellen terkejut sampai tidak tahu harus berkata apa.

"Tidak merepotkan, aku sering pergi mencarinya, aku sudah dekat dengannya" Vima berkata dengan lembut.

Ellen merasa sedikit tidak bisa menerima kebaikan Vima terhadapnya, Ellen merasa kebaikan Vima itu terlalu....... mendadak dan aneh.

"Ellen, apakah kamu bisa keluar sekarang? Atau kamu beri tahu alamatmu, aku akan mengantar ke sana. Kamu tenang saja, tidak repot kok, supir rumah bisa mengantar aku" Vima berkata.

Mendengar kata-kata Vima Wen. Ellen merasa agak bersalah.

Menarik nafas, Ellen berkata, "bibi Wen, saya pergi ambil saja, terima kasih ya"

"Tidak perlu terima kasih" Mendengar Ellen mau datang ambil, Vima pun tertawa dengan senang.

Ellen, "............."

"Kalau begitu kita ketemuan di tempat kita bertemu kemarin?" Vima bertanya.

"Baik" Ellen menjawab.

Vima berkata, "Aku tunggu kamu ya" sebelum mematikan telpon.

Setelah duduk beberapa detik di atas sofa, Ellen meletakkan ponselnya di atas meja dan berdiri, siap-siap mau ke lantai atas mengganti baju.

Pada saat itu.

Suara mobil terdengar dari arah luar rumah.

Ellen melihat ke arah lantai atas sebelum melihat ke arah pintu rumah dengan tatapan aneh.

"Siapa yang datang?"

Darmi keluar dari dapur sambil mengeringkan tangannya dan berjalan ke arah pintu gerbang.

Baru saja berjalan sampai lobi, Darmi sudah melihat wanita yang sedang naik tangga.

Darmi memanggil dengan kaget, "Nona Manda?"

Setelah mendengar kata Darmi, telinga Ellen langsung bergetar, dia langsung berputar balik badannya dan berjalan ke arah tangga dengan cepat.

"Ellen"

Sebelum Ellen sempat naik ke lantai atas, suara Rosa Manda yang sengaja dikeraskan sudah berdering dari arah pintu.

Ellen, "........."

Novel Terkait

Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu