Hanya Kamu Hidupku - Bab 323 Mungkin Ayah Palsu!

Demian menahan nafas, perlahan mengalihkan pandangannya dari waajh kecil Tino dan Nino, melihat kearah Hansen, “Kakek, orang yang kakek bilang harus memanggil aku dan Mila kakak itu, jangan-jangan Willliam?”

Hansen meliriknya dengan tajam, “Selain dia, masih adakah yang memanggilmu kakak pertama, memanggil Mila Kakak kedua?”

Ekspresi Demian langsung berseri, mengangkat bibir tipisnya yang dingin menatap Tino dan Nino, setelah sesaat ia baru berhasil menahan perasaan yang bergejolak dalam hatinya, berkata dengan rahang yang menggertak, “Bagus yah kamu William……”

“Bagus, dia tentu saja lebih bagus daripada kamu!”

Hansen menatapnya dengan serius, “Apakah kamu tidak tahu kalau kamu sudah hampir 40? Sebutan yang cukup cocok untukmu itu yah pak tua! Membicarakan ini, sebaiknya kita bicarakan hal ini dengan serius, apa yang sebenarnya kamu pikirkan? Berencana menjadi bujangan seumur hidup? Kamu lihat adikmu, kedua anaknya saja sudah sebesar ini, kamu masih tidak ada yang mau juga, apakah kamu tidak malu?!”

Demian, “………..”

“Kamu juga!”

Hansen mengalihkan pandangan, memelototi Mila yang sedang termenung dan berkata dengan nada yang berat, “Kakak pertamamu sudah hampir 40, kamu juga sudah hampir 37, kamu hanya sedikit lebih kecil darinya! Kalian berdua belajarlah dari William! Sungguh tidak berguna!”

Mila, “…………”

“Orang lain ingin menikahkan putranya namun tidak punya menantu, gadis dikeluarga kita malah tidak laku-laku! Sungguh memalukan!”

telinga, leher, sampai wajah Mila memerah, ia berkata dengan lembut, “Kakek, aku bukan tidak laku…..”

“Kalau kamu bukan tidak laku, coba nikah kasih kakek lihat!” Hansen berkata dengan ekspresi wajah seperti ingin membongkar semua aibnya saja.

Mila hanya bisa menutup mulutnya, suara retakkan hatinya sampai terdengar, kepalanya bersandar pada Demian, rasanya sudah mendekati kehancuran!

demian mengulurkan tangannya dan menepuk kepala Mila dengan kasihan dan merasa senasib.

Hansen yang melihat ini hanya bisa memutar bola matanya.

……

Setelah bertemu dengan Demian dan Mila, Hansen langsung membawa Tino dan Nino kembali ke villa.

Sobri menghentikan mobil didepan villa, ketika Hansen mambawa Tino dan Nino turun dari mobil masih sempat bersenda gurau, terlihat begitu senang.

Namun ketika pak tua yang menggandeng kedua bocah ini berjalan masuk ke dalam villa, melihat pria tampan yang duduk di sofa dengan wajah yang begitu dingin, wajah mereka bertiga langsung menjadi tegang, membatu di tempat.

Darmi mengintip dari dapur, melihat kearah Hansen dan kedua anak itu dengan cepat, lalu menarik kembali kepalanya dengan segera.

Reaksi Tino dan Nino sangat cepat, segera mundur dengan cepat dan menarik kedua sisi baju Hansen.

Hansen, “………..”

Llau dia harus bersembunyi dibalik siapa?

……

5 menit kemudian.

Tino dan Nino berdiri berbaris dihadapan pria dingin yang duduk di sofa dengan tegasnya, Hansen duduk disofa yang ada di belakang Tino dan Nino sambil memegang tongkatnya, wajah tuanya begitu tegang, menatap William dengan wajah yang tidak berdosa.

Dalam hati berpikir.

Kalau tahu hari ini dia pulang secepat ini, seharusnya dia membawa Tino dan Nino makan malam dulu baru pulang.

Dengan demikian, meskipun melihat dia duduk disofa seperti ini juga tidak akan merasa bersalah seperti ini!

Dan jelas-jelas ini belum jam 4 sore!

rasanya sungguh canggung!

“Bagaimana?” William sama sekali tidak melihat kearah Hansen, hanya melihat kearah Tino dan Nini dengan datar.

Tino dan Nino saling bertatapan, wajah kecil mereka yang gemuk dan putih menatap William dengan wajah memelas sambil menggeleng.

Ekspresi wajah William mengetat sesaat, lalu mengangkat alis melihat kearah Hansen, “Kakek, ketika aku kecil tidak berhasil menyelesaikan tugas atau misi yang kakek berikan, kalau sampai tidak menurut, bagaimana cara kakek ‘menyemangati’ku?”

‘menyemangati’ yang William maksud adalah ‘hukuman’.

Namun pemahamannya memang tidak berbeda jauh.

Sudut mata Hansen mengkerut dengan canggung, “….. jangan sembarangan bicara, ketika kamu kecil sangat pintar, sangat pintar dalam melakukan apapun, mana pernah ada hal yang tidak bisa kamu kerjakan? Dan sejak kecil kamu paling menurut dan pengertian, sama sekali tidak pernah melawan. Aku juga tidak pernah……. ‘menyemangati’mu!”

William tidak bicara, ekspresinya tetap datar.

Hansen melihat ini, sebelah wajahnya gemetar.

Satu dua menit berlalu, William masih juga tidak bicara.

Hati Tino dan Nino berdegub, diam-diam melirik kearah William.

William hanya menatap Hansen dengan tatapan yang begitu tajam.

Wajah Hansen sampai menjadi kaku, “Hatinya sungguh dibuat tidak karuan oleh pandangannya yang begitu datar dan tajam. Ia menarik nafas dalam, mengkerutkan alis, berkata dengan nada seperti sedang bernegosiasi, “Bagaimana kalau menghafal kata ?”

“Tidak mau!”

“Aku menolak!”

siapa yang menyangka Tino dan Nino langsung menoleh, menatap Hansen dengan wajah penuh ketakutan dan berkata dengan serempak.

Ini…….

Alis Hansen mengkerut dengan rasa serba salah, “Kalau tidak……”

“Uhm. Aku rasa cara menyemangati ini sangat baik.”

William memotong perkataan Hansen dengan santai, menyipitkan mata melihat kearah dua orang anak yang sekujur tubuhnya tertulis kata ‘tidaaaak’, berkata, “Kalau berbicara tentang cara menyemangati anak, kalau sampai kakek buyut kalian bilang dia nomor 2, maka tidak aka nada yang berani menjadi yang pertama. Karena kakek buyut kalian sudah mengatakan ini, maka sebaiknya kalian menturutinya. Kamar bermain untuk sementara aku kunci, kapan kalian selesai menghafal kata, maka saat itu pintu kamar bermain kalian akan kubuka untuk kalian.”

“Papa!” Tino dan Nino menarik nafas, berlari ke kedua sisi William, masing-masing bergelantungan di lengan William.

Nino mengkerutkan bibirnya, matanya yang hitam besar dan jernih bagai permata menatap William dengan wajah memelas, “Papa, aku salah, aku berjanji padamu, lain kali pasti akan sekolah dengan baik, tidak akan membolos sekolah lagi. Boleh tidak menghafal tidak?”

“Papa.” Tino menatap papanya penuh harap.

“Tidak mau hafal kata juga boleh.”

William berkata perlahan.

Wajah Tino dan Nino langsung berseri, “Terima kasih…….”

“Bagaimana kalau diganti dengan menghafal puisi?” William berpikir sambil mengkerutkan alis, berkata sambil menatap Tino dan Nino.

Tino dan Nino, “…….” papa dihadapan mereka ini pasti papa palsu!

“William……..”

“Kakek, anda tinggal beberapa hari disini, betah tidak?”

Tanpa menunggu Hansen selesai bicara, William melirik kearah Hansen dan bertanya.

Hansen langsung terdiam, menatap William sambil mengetatkan bibirnya sejenak, lalu bangkit berdiri dari sofa dengan sendirinya, berkata pada Tino dan Nino, “Ayo, kakek buyut temani kalian menghafal kata di ruang baca. Kalau ada huruf yang tidak kalian mengerti bisa tanya pada kakek buyut, kakek buyut akan ajarkan.”

Tino dan Nino tetap menatap William penuh harap.

William tidak bergeming.

Tino dan Nino melihat ‘naik banding’ sudah tidak ada harapan, mau tidak mau mereka berjalan kearah Hansen sambil sesekali menoleh kearah William.

Ketika Hansen menggandeng Tino dan Nino naik ke lantai 2, berkata, “Dulu ketika papamu kecil sangat penurut, sangat lucu. Kadang kalau kakek buyut ‘menyemangatinya’, dia akan bermanja-manja pada kakek untuk meminta keringanan. Sekarang kakek buyut mengingat-ingatnya lagi, ketika papa kalian bermanja-manja pada kakek buyut, tidak seharusnya kakek buyut lunak padanya! Haih, ddunia ini sama sekali tidak ada obat penyesalan!”

wajah William tidak ada ekspresi.

Melunak?

Sikap Hansen dalam hal mendidiknya ketika beliau masih muda, selamanya berprisip dictator dan berdarah dingin!

terkadang William mengingat masa lalu.

Dia sungguh merasa kalau bukan karena nyawanya banyak, mungkin sekarang dia sudah tidak ada didunia ini! ( Scene 11 : Sepasang kakek dan cucu yang saling membunuh karena saling mencintai! )

……

Sebelum Hansen dan Tino juga Nino bekerja keras mengahafal kata di ruang baca, mereka sempat berdiskusi, nanti setelah Ellen pulang kerja, mereka akan mengadukan perbuatan orang itu pada Ellen, menarik Ellen untuk berdiri disisi mereka, lalu melawan William bersama!

mereka banyak orang sehingga punya tenaga yang kuat, kalau terus seperti ini, maka mereka tidak percaya William masih bisa terus bersikap arogan! ( Scene 11 : percayalah pada 【tawa dan tangisan】)

Dibawah keyakinan ini, ketika buyut dan cicit ini akhirnya menunggu Ellen pulang.

Mungkin karena Tuhan juga tidak tahan melihat perbuatan William, Ellen baru kembali tidak lama, William menerima sebuah telepon dan langsung keluar.

Tidak ada William, ketiga buyut dan cicit ini mengambil kesempatan untuk menumpahkan semua unek-unek tentang seseorang, bahkan mengkritik habis keputusan seseorang!

“Ellen, menurutmu William apa tidak kelewatan menyuruh Tino dan Nino menghafal kata ? Kelewatan tidak? Mereka itu anak-anak, belum juga 5 tahun! Huruf aja baru kenal beberapa, menyuruh mereka bagaimana menghafalnya? Keterlaluan kan?”

“Ma, kamu mengerti aku dan kakak, ketika kami 3 tahun nenenk buyut sudah mengajari kami kata, namun sampai sekarang kami sama sekali belum bisa menghafalnya.”

“Ma, kali ini papa benar-benar agak keterlaluan!”

“Ellen, ketegasan dan arogan William kamu yang paling jelas merasakannya!”

“Mama, aku dan kakak adalah putra kalian, tapi papa sama sekali tidak berdiskusi denganmu, langsung saja memutuskan cara menghukum kami, apakah kamu tidak merasa papa sangat tidak menghargaimu?”

“Hm, sangat setuju!”

“Ellen…”

“Stop!”

Telingga Ellen sungguh dibuat berdengung oleh perkataan yang memborbardirnya dari tiga arah, semuanya berisi tentang kritikan tentang William dari ketiga buyut dan cicit ini, membuatnya segera mengangkat tangan dan membuat gerakan berhenti.

Hansen, Tino dan Nino melihat ini langsung berhenti.

Ketiganya menatap Ellen dengan wajah penuh harap.

Ellen : o(╯□╰)o

“Kakek, anak-anakku sayang, apa yang ingin kalian sampaikan, aku paham.” Ellen berkata.

Hansen, Tino dan Nino mengangguk bersamaan, lalu disaat bersamaan menatap dengan tatapan ‘lalu?’.

Ellen mengetatkan bibir, ekspresinya begitu serius, “Mengenai cucu anda, papa kalian, aku rasa semua sudah sangat paham. Apa yang kalian katakan ini, aku bisa merasakan dan mengerti semuanya!”

“En!” ketiga buyut dan cicit mengangguk.

“Kalian harus mengerti, selamanya aku berada dipihak yang sama dengan kalian.” Ellen berkata dengan tegas.

Ketiga buyut dan cicit ini sungguh tidak menyangka bisa membuat Ellen berada dipihak mereka dengan semudah ini, tatapan mereka terlihat berbinar.

Ellen menunduk, setelah 3-4 detik kemudian, ia menghela nafas panjang, menatap Hansen Tino dan Nino dengan wajah yang penuh beban, berkata dengan nada bicara yang begitu penuh solidaritas, “Tenang saja, setelah aku pulang kerja, aku akan membantu kalian menghafal! Agar tugas kalian bisa semakin cepat terselesaikan!”

what?!

ketiga pasang mata membelalak besar, menatap Ellen dengan wajah tercengang.

Ellen menghela nafas lagi, kedua tangannya menepuk pahanya, bangkit berdiri dari sofa, lalu berjalan kearah dapur, “Bekerja seharian, begitu sampai dirumah baru sadar kalau lapar dan lelah, aku pergi lihat Bibi Darmi sudah selesai membuat makan belum.”

Hansen, Tino dan Nino saling bertatapan.

Setelah 10 detik lebih, Tino dan Nino toba-tiba memeluk Hansen, lalu berteriak, “Kakek buyut, kamu pasti bertemu dengan papa dan mama palsu yak an!”

Ellen yang sudah berjalan sampai didapur mendengar seruan kedua bocah yang penuh beban, seketika tertawa dengan senangnya.

……

Demian dan Mila hanya mendapatkan lmamar satu minggu.

Sehingga hari sabtu, sehingga Demian yang merupakan anak tertua memutuskan untuk mengajak seluruh anggota keluarga makan bersama.

Karena William sudah lama tidak kembali ke rumah utama.

Sehingga sesuai peraturan lama, Demian memesan ruang vip di restoran Ming Yue.

Hari sabtu lmamar, ketika sudah hampir ja 6 sore, William membawa mobil dan meninggalkan villa, menjemput Ellen, Hansen, Tino juga Nino untuk pergi ke Ming Yue bersama.

Sepanjang jalan suasana sangat menyenangkan. Bahkan William yang biasanya diam dan berwajah datar saja tersenyum sepanjang jalan.

Novel Terkait

Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu