Hanya Kamu Hidupku - Bab 137 Ingin Menikah Dengan Dia

Alis mata William terasa dingin, suaranya sedikit rendah, "Untuk apa dia datang?"

Darmi melihat reaksi William, tiba-tiba dia merasakan lega demi Ellen, Bagaimanapun, Rosa akan menikah dengan keluarga Dilsen, menjadi Nyonya ketiga keluarga Dilsen, bagi kota Tong itu bukan rahasia lagi.

Sebelumnya belum mengetahui pemikiran William terhadap Ellen, Darmi juga mengira Rosa akan menikah ke keluarga Dilsen, menjadi nyonya keluarga ini.

Tetapi melihat kondisi sekarang, tuan rumah ini sama sekali tidak ada hubungan dengan dia, Ellen adalah orang yang lebih diutamakan di keluarga ini.

Dengan pemikiran ini, Darmi memberitahukan William mengenai Rosa membawa buah-buahan ke rumah, dan apa yang dikhawatirkan semuanya.

Dia khawatir Rosa mengetahui hubungan dia dengan Ellen, dan mengetahui Ellen lagi hamil.

Sehabis dengarkan semuanya, muka William menjadi lebih dingin, dengan pandangan mata yang dingin, suara yang rendah, "Aku sudah tahu, aku akan mengurusnya.

" Ai."

Dengan perkataan William ini, Darmi melepaskan kekhawatiran seratus dua puluh persen.

.........

Sejak hamil, Ellen jarang tidak bisa tidur.

Tetapi malam ini dia bolak balik tidak bisa tidur, akhirnya ada sedikit ketiduran, tetapi selalu bermimpi.

Mimpi yang aneh, dengan lingkungan yang berubah-ubah, sampai akhirnya Ellen pun tidak tahu dia mimpi apa.

Karena ketiduran Ellen kurang bagus, sepanjang malam William tidak bisa menutup matanya, memeluk Ellen dengan pelan-pelan menepuk punggungnya.

Dini pagi jam lima enam, Ellen baru bisa tidur nyenyak.

Tetapi sebelum jam 8 Ellen sudah bangun.

William melihat dia sudah tidur baru turun dari tempat tidur, menuju kamar mandi, sehabis mandi dia keluar dengan dilapisi handuk ditubuhnya, dia melihat Ellen duduk di tempat tidur seperti orang kebingungan.

William mengerutkan keningnya, melangkah menujunya, mengambil selimut yang terjatuh dari perut Ellen dan meletakkan ke bahunya, dia duduk dibelakangnya, merangkulnya pelan, "Lapar?"

Ellen menghelakan napasnya, mengalihkan posisi ke belakang dan berbaring ke pundaknya, menatap ke William yang segar dengan dua bola mata yang redup, suara rendah, "tidak lapar."

"Kenapa bangun?"

Ellen hanya tidur dua jam, melihat dia duduk di tempat tidur, Willam Dilsen mengira dia lapar.

Hamil bulan muda, Selera makan gadis kecil ini tidak bertambah sedikit.

"Tidak tahu, beginilah sudah bangun." Ellen berbicara mengangkat bahu dengan nada tidak berdaya.

William mencium di pipinya, berkata, "tidur lagi."

"Tidak tidur lagi." Ellen menggelengkan kepalanya.

"Kenapa." Willam Dilsen berkata.

Ellen mengedipkan mata dengan dia, "tidak bisa tidur juga."

William sekilas menatapnya, berkata, "Kalau gitu bangun sarapan pagi, tunggu ada keinginan tidur baru tidur."

"Em." Ellen berkata dengan patuh, ketika itu mengulurkan kedua tangannya, dengan manja, "Paman Ketiga, aku mau cuci muka, gendong aku pergi."

William dengan tidak berdaya menggosok hidungnya, dengan tenaganya menggendong dia menuju ke ke kamar mandi.

..................

Sehabis sarapan pagi, William menemani Ellen ke taman bunga sebentar.

Kembali ke ruang tamu, Ellen makan buah-buahan di sofa, William naik ke lantai atas.

Sekitar seperempat jam, Willam Dilsen turun dari lantai atas dengan pakaian rapi.

Ellen menatapnya dengan bola mata bulat hitam, memasukkan anggur ke mulutnya.

Sabtu ke perusahaan tidak apa-apa, Minggu pun harus ke perusahaan?"

William berjalan ke hadapan Ellen, mengulurkan jari tangannya yang panjang, mengangkat dagunya, mencium bibirnya, setelah itu menuju ke pintu keluar.

"Paman Ketiga."

Ellen langsung duduk tegak, menarik lengan bajunya dengan suara kecil memanggilnya.

William terdiam, wajahnya yang ganteng dengan lembut menatap ke Ellen, "Em?"

"Belakangan ini dikantor sibuk?” Ellen bertanya.

William mengangkat bibirnya, membungkukkan badannya, menahan kedua tangannya dikedua sisi sofa dekat tubuh Ellen, bibirnya menempel ke bibir Ellen, dengan menatapnya, "Kamu lihat Paman Ketiga ada waktu renggang?"

Sewaktu hari Raya.

Ellen berpikir.

Tapi, terkecuali hari Raya, satu tahun 4 musim dia selalu sibuk.

Sebenarnya dipikir-pikir benar juga.

Bisnis grup Dilsen begitu besar, semua kerja harus tunggu keputusannya, dan dua tiga hari selalu ada hiburan, selalu ada perjalanan bisnis.

Dan pulang dari kantor juga tidak bisa istiahat, malam juga harus kerja di kamar kerja.

Dengan pemikiran ini, Ellen merasakan William memang sangat capek, dia sedikit sedih.

Jadi, Ellen dengan agresif mencium bibir William, melepaskan lengan baju Willam, dengan lembut berkata, "Kalau gitu pergilah kamu, aku menunggu dirumah."

Dimuka William terlihat garis keriput yang seksi, meraba-raba kepalanya, dan mencium dimukanya beberapa kali, lalu berdiri berjalan menuju ke pintu.

Melihat William pergi, mendengarkan suara mesin mobil yang kian jauh, dia baru mengalihkan penglihatannya dari luar.

Duduk di sofa makan buah-buahan, tiba-tiba rasa kantuk melanda, Ellen menguap dan pergi ke lantai atas tidur.

..............

Di kafe yang kelas tinggi, sewaktu William tiba, Rosa sudah berada disana.

Melihat William muncul di pintu kafe, Rosa dengan gembira berdiri dari tempat duduknya, wajahnya menampilkan ekspresi kegembiraan, kedua bola mata yang memancarkan sinar menatap ke William.

Muka William tanpa ekspresi berjalan menuju ke Rosa, duduk dihadapan Rosa.

Orang yang berada di kafe ini tidak banyak siang ini, ruang besar terdapat beberapa orang, kemunculan Willam Dilsen menarik perhatian orang-orang tersebut.

Willam Dilsen yang mempunyai indetitas istimewa dan martabat tinggi, seperti batu magnet, selalu menjadi titik perhatian.

Menjadi perhatian setiap orang. kebanggaan dan kesombongan bertambah, Rosa dengan badan tegap, dagu dinaikkan, dengan senyum yang tebal, dengan penuh kasih sayang menatap kepada William, lembut berkata, "Kak William, aku tidak mengira kamu akan mengajak aku keluar, aku sangat gembira."

William dengan muka hambar, mengambil jarak, dingin beku menatap ke Rosa, "Kita kenal berapa lama?"

"Lihat kamu, sudah lupa."

Rosa menggigit bibir, "Aku sekarang sudah 26 tahun, hampir 27 tahun, kita kenal sudah 27 tahun."

Benar sudah 27 tahun!

Hansen Dilsen, dengan Kakek Rosa dan Clover Manda adalah teman beberapa tahun.

Clover meninggal beberapa tahun, sewaktu masih hidup, hubungan dua keluarga sudah akrab.

Setelah Clover meninggal, hubungan mereka masih berjalan terus, Istri Clover, Dian Sastro sudah menyukai William waktu masih kecil

Karena menyukai William, setelah kelahiran Rosa, Dian mengusulkan perikatan pernikahan kedua keluarga, setelah dewasa Rosa akan menikah dengan William.

Waktu itu Gerald Dilsen dan Louis Birming sudah menyetujuinya, ditolak oleh Hansen, mengatakan sekarang sudah era apa, masih ada ikatan pernikahan sejak kecil, tunggu mereka berdua dewasa, kalau memang dijodohkan bersama, tidak perlu dipaksa dengan cara ikatan pernikahan.

Tolakan Hansen membuat Dian tidak gembira, tetapi masalah ini tidak diungkit kembali.

Tetapi karena dari kecil Dian sudah mengatakan kepada Rosa, membuat sepasang mata Rosa selalu tertuju ke William, sampai sekarang masih belum ada perubahan, ingin menikah dengan Willam Dilsen.

Bagaimana dengan William? Tidak ada perasaan sedikitpun terhadap Rosa, seratus persen memastikan tidak mungkin menikahinya.

Tetapi sifatnya pendiam, juga malas untuk menjelaskannya.

Dan, dari awal dia tidak mengakui hubungannya dengan Rosa, merasakan penjelasan itu menghabiskan waktu saja. Jadi malas membicarakannya.

Tetapi sekarang berbeda.

"Menyukai aku?" Willam Dilsen terus-terang bertanya.

"........" Muka Rosa memerah, dengan mata bersinar-sinar menatap ke William, "Kak William......"

"Suka?" William bertanya lagi dengan tenang.

Jantung Rosa berdetak cepat, dengan malu mengedip mata, menutup bibir, pelan-pelan mengangguk kepalanya, "Suka, dari waktu kecil, selalu suka."

"Aku tidak suka kamu!"

William berkata.

Rosa, "......."

Muka yang merah tiba-tiba menjadi pucat, alis mata bergetar, dengan perasaan terluka menatap kepada William, dengan perasaaan terpojok berkata, "Kak Willam, kamu menanyakan apakah aku suka kamu, untuk menolak aku ya?" tanpa memperhatikan perasaan dia, benar benar tidak berperasaan!

William menutup mata sebentar, "Aku hanya memberitahu kamu, jangan menghabiskan waktu kamu, aku tidak menyukai kamu, dulu tidak menyukai, sekarang tidak menyukai, masa yang akan datang juga tidak menyukai."

Kedua tangan Rosa mengerat di meja.

Sewaktu datang dengan hati gembira, sekarang bagaikan dihantam kuat hancur tanpa sisa.

Dan, Dia merasakan sekarang sangat ironis, sangat sedih!

Kedua mata Rosa merah, dengan suara serak, "Kak William, kenapa kamu begitu tega? Menerima ajakan kamu lewat telepon, aku, gembira sekali, tetapi tidak sangka, kamu mengajak aku, demi melukai aku dengan kata-kata yang menyakitkan.”

Sebenarnya, William pun tidak ingin berbicara kepadanya.

William melihat Rosa dengan serius, "Keluarga Dilsen dan Manda adalah relasi baik, aku tidak ingin karena kita, rusak hubungan ini.”

Rosa sedikit terkejut, menatap William.

Sesaat tidak mengerti makna perkataannya.+-+

"Rosa, kalau bisa, aku mengharapkan hubungan baik keluarga Manda berjalan terus. Sewaktu kamu memasukkan obat keminumanku pertama kali, demi nenek Manda (Dian Sastro), aku tidak akan mempermasalahkannya, tetapi tiada kedua kalinya." William berkata.

"....." Rosa memegang erat jarinya, pemikiran otak berputar, memikirkan perkataan dari William.

Pertama dia bilang tidak ingin merusakkan hubungan kedua keluarga, kemudian dia mengungkit kembali kejadian beberapa bulan yang lalu, apa yang ingin dia ekspresikan.

Sewaktu dia masukkan obat kedalam minumannya sudah berlalu setengah tahun. beberapa bulan ini dia juga tidak mengungkitnya, tidak mempermasalahkannya, kenapa sekarang diungkit........

Kedua mata Rosa melihat ke bawah, kedua bola matanya berputar cepat.

Tiba-tiba.

Mata Rosa tersentak, kedua tangan dipegang lebih erat, mengangkat kepala menatap kepada Willam.

Sekarang dia mengerti.

Dia pasti mengetahui semalam dia pergi ke villa.

Dan mengetahui, dia membawa buah leci dan rambutan untuk memberi Ellen.

Dia takut dia akan berbuat jahat terhadap Ellen, melakukan perbuatan yang bisa melukai Ellen.

Jadi hari ini tidak seperti biasanya mengajak dia keluar.

Sewaktu dia memasukkan obat ke dalam minumannya, dia bisa menganggap tidak terjadi apa-apa, menahan kesabarannya, tetapi sekarang, karena khawatir dengan Ellen, dia mengajaknya keluar.

Dalam perkataannya, memperingatinya supaya jangan merusak hubungan dua keluarga, sebenarnya mengancam.

Seandainya dia melukai Ellen, jangan salahkan dia yang akan bermusuhan dengan keluarga Manda!

Sudah jelas, Rosa merasakan dingin, merasakan punggung menggigil ngeri.

Novel Terkait

That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu