Hanya Kamu Hidupku - Bab 421 Sayangku, Sungguh Indah Memilikimu

Vima memandangi Ellen naik ke atas, membuka salah satu pintu dan masuk kedalamnya, kemudian menutup pintu tersebut, kilasan kebahagiaan terlintas di wajahnya, dan dia berdiri tanpa ragu, berjalan ke arah Tino, Nino dan Keyhan.

Di Ruang kerja lantai dua.

Ellen berjalan ke ruang kerja dan berdiri di pintu ruang kerja selama beberapa detik. Dia menutup matanya dan menegakkan tubuhnya kemudian berjalan ke arah William yang sedang duduk di kursi kepemimpinannya dan mengetik-ngetik keyboard.

William menatapnya dengan dalam, ia menghentikan pekerjaan yang sedang dilakukannya dan mendorong keyboardnya menjauh seinci dari dirinya, kemudian mengulurkan tangan ke arah Ellen.

Ellen mendekat dan meletakkan tangannya dalam genggaman tangan William.

William menariknya, kemudian mengangkat pandangan matanya yang dalam dan menatapi Ellen.

Ellen secara intuitif duduk di pangkuannya dan melirik ke layar komputer. Ia menatap William dengan polos. "Aku tidak bermaksud untuk mengganggu pekerjaanmu."

William memandanginya sambil tersenyum tipis. "Aku tahu kamu tidak bermaksud untuk melakukannya, tetapi kamu sengaja datang untuk menggangguku."

"..." Ellen menutup mulutnya, tidak ingin beradu mulut dengan dia. Kemudian berkata, "Apakah kamu sudah pergi ke perusahaan sore ini?"

William menggelengkan kepalanya dengan pelan, melepaskan tangan Ellen kemudian membelai perut Ellen. "Sumi Nulu sudah kembali. Pergi untuk menemuinya."

Telinga Ellen menggeledak dan matanya melebar. "Paman Nulu?"

William menatap Ellen. "Apakah kamu kenal orang lain yang bernama Sumi Nulu?"

"Bukan begitu. Paman Nulu pergi ke kota Yu dan ia sudah kembali secepat ini?"

Ellen berkata, kemudian ia menarik nafas dan menatap William, "Apakah Paman Nulu baik-baik saja?"

Apakah baik-baik saja?

William mengerutkan dahinya sedikit, kemudian menyipitkan matanya dan menatapi Ellen, "Mengapa kamu menanyakan ini?"

"Aku... hanya bertanya sembarangan." Suara Ellen terhenti sejenak, berucap.

"Hmm." William menyipitkan matanya lagi dan lagi, "Pamanmu Nulu kembali dari kota Yu kali ini terlihat seperti orang sehat, hanya saja..."

"Hanya apa?"

Ellen berkata dengan gelisah.

William menatap Ellen dalam-dalam, dan mengerutkan bibir tipisnya, "Emosinya sangat besar. Secara keseluruhan tampak seperti orang yang berbeda."

"Ha?"

Suara Ellen bergetar, ia menatap William tanpa berkedip, " Nulu, Paman Nulu menjadi begini, tidak…tidak akan menimbulkan masalahkan?"

"Aku telah menyuruh Frans Domingo dan yang lainnya untuk mengawasinya, dan seharusnya tidak akan menimbulkan masalah yang besar. Tenanglah," kata William sambil menatap Ellen.

"..." Hehe, dia akan takjub bila dirinya bisa tenang!

William dengan tenang menatap Ellen yang panik, pandangan matanya berubah menjadi tak terbaca, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa.

"...Sayang."

Ellen memandang William dengan hati-hati. "Ketika Paman Nulu kembali, apakah dia mengatakan sesuatu? Apakah dia sudah bertemu Pani? Pani, tidak membuat masalah apa-apakan?"

William mengerutkan keningnya dengan dalam. "Jika kamu ingin tahu kabar mengenai Nona Wilman, aku khawatir kamu harus bertanya langsung kepada Paman Nulu. Namun, Paman Nulu bahkan tidak menyebuti kita. Jika kamu bertanya, kamu mungkin tidak akan mendapatkan informasi apa-apa. Jadi, lebih baik tidak usah melakukan hal yang sia-sia. "

"Paman Nulu bahkan tidak berkata mengenai kalian?"

Hati Ellen terasa berat.

William mengangguk dengan dalam.

Ellen mengeratkan bibirnya, dan matanya yang besar dipenuhi dengan kebingungan dan kecemasan.

Melihat ini, William mengulurkan tangan dan mencubit pipi Ellen. "Aku belum menanyaimu, mengapa Nyonya Rinoa datang lagi?"

"...... Oh."

Ellen berkedip dan kembali dari lamunannya, tetapi sepasang alisnya masih sedikit terkerut, ia memandang William dan berkata, "hari ini, dia kembali ke rumah Xie Rinoa dari sini, Venus Rinoa di depannya... dengan kejam memukuli Mumu sampai mati. "

“Anjing itu?” William terkejut.

"Emm." Ellen mengangguk, dan suaranya terdengar jauh lebih berat. "Venus Rinoa menyalahkan kita atas kematian Damar Chen dan Zaenab. Aku merasa dia mungkin tahu bahwa dia tidak bisa berurusan dengan kita untuk saat ini. Jadi ia melampiaskan kebencian dan dendamnya kepada Nyonya Rinoa. "

Mata gelap William terfokuskan, "Venus Rinoa dan Nyonya Rinoa selalu memiliki hubungan yang harmonis. Nyonya Rinoa memperlakukan Venus Rinoa yang merupakan putri tirinya lebih baik daripada ia memperlakukanmu yang merupakan putri kandungnya. Kematian Damar Chen dan Zaenab, Venus Rinoa seharusnya tahu jelas bahwa hal ini tidak ada hubungan dengan Nyonya Rinoa. Mengapa dia sampai melampiaskan kebenciannya pada Nyonya Rinoa yang selalu baik kepadanya?"

Sejujurnya.

Perkataan William mengenai Vima memperlakukan Venus Rinoa lebih baik dari pada dia yang merupakan anak kandungnya. Sedikit menusuk Ellen.

Tapi Ellen dalam hatinya juga mengerti bahwa apa yang katakan William adalah sebuah fakta.

Jadi Ellen tidak berbuat apa-apa, hanya memelototi William. Ekhem.

William memajukan bibirnya dan meraih tangan Ellen kemudian menciuminya.

Ellen cemberut dan berkata dengan suara rendah, "Saya merasa memperlakukan Venus Rinoa benar-benar tidak bisa dengan persepsi dan perasaan seperti kepada orang normal. Nyonya Rinoa, tidak peduli apapun, dia dan aku... adalah ibu dan anak. Venus Rinoa melihat Nyonya Rinoa setiap hari. Pasti akan teringat aku, jadi dia pasti juga akan membencinya. "

"Ya. Jadi Venus Rinoa membunuh anjing yang Nyonya Rinoa pelihara. Nyonya Rinoa sangat kesal, jadi dia datang kepadamu untuk dihibur?" William tanpa sadar mengerutkan alisnya.

Ellen gemetar, dan menatap William tanpa mengeluarkan suara.

“Dia menganggapmu sebagai apa?” Pada suara William ada sedikit kemarahan didalamnya.

Ellen menggigit bibir bawahnya, "Tidak masalah dia menganggapku bagaimana. Aku sudah tidak peduli lagi."

"Apa kamu tidak peduli? Lalu kenapa kamu naik kesini untuk memberinya kesempatan sekarang?" Kata William.

Pandangan mata Ellen bergetar menatap William.

“Bukankah begitu?” William memandang Ellen dengan tegas. “Kamu tahu bahwa Nyonya Rinoa ingin dekat dengan Tino dan Nino, tetapi karena kamu berada di ruang keluarga, dia takut untuk mendekati Tino dan Nino. Bukankah kamu mengerti akan hal ini, makanya kamu naik ke atas sini, memberikan Nyonya Rinoa kesempatan untuk mendekati Tino dan Nino? "

Mata Ellen memanas, menatap William.

Setelah beberapa saat, dia mendengar bisikkan keluhan Ellen, "kenapa kamu galak sekali?"

William, "..." Dia kesal karena hasil yang ia harapkan tidak sesuai dengan ekspektasinya, tetapi juga... mengkhawatirkannya!

"Bukan karena aku memiliki harapan akannya, bukan juga karena perasaanku kepadanya. Aku hanya merasa tidak perlu mencegahnya bergaul denganTino dan Nino. Apa yang terjadi setelah Tino dan Nino bergaul dengannya, aku tidak akan ikut campur. Lagi pula aku adalah aku, sedangkan Tino dan Nino adalah Tino dan Nino, aku tidak bisa membuat keputusan untuk mereka secara egois, dan aku tidak bisa memaksakan perasaanku pada Tino dan Nino. "

"Apakah kamu berpikir Nyonya Rinoa dapat bergaul baik dengan Tino dan Nino, dan karena Tino dan Nino dalam waktu yang singkat ini bergaul dengan Nyonya Rinoa, mungkin akan membuat mereka menyukai Nyonya Rinoa. Kamu ingin membuktikan bahwa mungkin Nyonya Rinoa tidak seburuk yang kamu rasa. Jika kamu melihat, Tino dan Nino menyukainya bukan begitu? " William memperrendah nada bicaranya.

Mata Ellen dipenuhi dengan air mata jernih, dia memandang William dengan getir, dan berkata dengan suara serak, "cuman kamu yang tahu, kamu tahu akan segalanya, bukan?"

William mengerutkan keningnya, menatap mata Ellen yang berlinang air mata, suaranya melembut sedikit. "Kamu kesal karena aku mengatakan apa yang ada dipikiranmu?"

"Aku tidak ingin berbicara denganmu lagi!"

Ellen merajuk sampai air mata jatuh mengalir.

William memandanginya. Dia merasa sedih, dan tak berdaya dan juga tak bisa berkata-kata.

William menghela nafas dalam-dalam, merentangkan tangannya untuk menarik Ellen kedalam pelukannyanya, mengangkat tangannya untuk menghapus air mata di wajahnya, dan berkata dengan lembut, "tidak dapat membedakan baik dan buruk? Tidak menyadari bahwa aku berada disisimu?"

Ellen sedih, ia menyandarkan kepalanya di bahu William dan terisak-isak. "Aku bodoh, aku tidak dapat menyadarinya."

William mengusap kepalanya, menatapi wajah bulat kecilnya, dan ia tertawa kecil. "Bajingan kecil!"

Ellen menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Aku berbicara, kamu juga berbicara. Tapi jika kamu sudah tidak bisa mengatakan apa-apa, kamu akan menangis. Setelah kamu menangis, aku harus mengangkat bendera putih untuk menyerah. Apakah kamu tahu itu sebuah pelanggaran?" William mengusap air mata di wajahnya, dan suaranya rendah dan lembut penuh kasih berbisik ke telinga Ellen, seperti angin halus yang masuk dengan perlahan ke hati Ellen, dan beransur menghapus kesedihan hatinya dan kebencian akan dirinya sendiri.

Ellen bersandar dengan tenang pada tubuh William sampai air matanya tidak mengalir lagi dan sampai hidungnya tidak tersumbat lagi.

Dia membuka bibirnya dan menarik nafas, berkata, "aku sesekali teringat saat aku baru bertemu dengannya empat yang tahun lalu. Dia benar-benar merasa bersalah kepadaku dan dia benar-benar baik kepadaku. Meskipun aku tidak yakin, jika saat itu aku tidak diculik. Aku akan bersamanya dalam waktu yang lama. Apakah kebaikannya padaku akan secara perlahan menghilang. Paman ketiga, aku berkata begini, apakah kau mengerti maksudku? "

Ellen memandang William dan bertanya.

William berpikir keras dan berkata, "kamu bersedia memaafkannya dan mengenalinya. Tidak mengherankan jika hatinya akan tergerak. Selain itu, dia juga merasa bersalah kepadamu. Pada waktu itu, dia harus memperlakukanmu dengan baik. Sampai berapa lama itu akan bertahan dan apa yang akan terjadi selanjutnya. Kita juga tidak tidak tahu, jadi kita tidak bisa menarik sebuah kesimpulan. "

Ellen menarik nafas, memgerutkan alisnya dan menggelengkan kepalanya. "Mungkin ini karena dia selalu berada dihadapanku. Jadi ketika aku melihatnya, aku terpikir sesuatu yang seharusnya tidak perlu ku pikirkan. Ketika dia pergi nanti, aku tidak akan memikirkan hal-hal begini lagi."

William memandang Ellen matanya penuh kasih. "Dia adalah ibu kandungmu."

"Dia melahirkanku dan memberiku sebuah nyawa. Pada usia lima tahun di saat kecelakaan mobil itu, dia kembali memberiku sebuah nyawa. Dua nyawa, dan dia meninggalkanku dua kali." Ellen berkata dengan suasana hati yang murung.

faktanya.

Mungkin yang dialami oleh Ellen empat tahun yang lalu, bukanlah kebaikan dari Vima.

Sebaliknya itu adalah ketidak sabarannya, dalam kecelakaan mobil pada usia lima tahun itu, Vima mati-matian mendorongnya keluar dari jendela mobil.

Vima mengecewakan Ellen, dan sudah tidak peduli lagi akan Vima.

Alasan Ellen tidak lagi mengingat kejadian itu.

Setiap kali mengingat kejadian itu.

Ellen akan berulang kali bertanya pada dirinya, ibu kandungnya yang berusaha mati-matian menyelamatkannya. Dalam hatinya, apakah sekarang dia benar-benar kehilangan kualifikasi untuk dimaafkan dan untuk dipercaya? Apakah dia benar-benar tidak memiliki kemungkinan untuk dimaafkan lagi?

Ellen berkali-kali bertanya pada dirinya sendiri.

Namun setiap kali, tidak ada jawaban.

atau.

Bukan tidak ada jawabannya.

Tetapi karena Ellen seorang pengecut.

Dia takut dirinya akan mengampuninya sekali lagi, dan pada akhirnya dia akan ditinggalkan lagi.

William mencium wajah Ellen, "Dalam hal ini, tidak peduli apa keputusan akhirmu, paman ketiga akan mendukungmu."

Mendengar Ellen menyebutkan kecelakaan mobil itu.

William sekarang paham akan kekacauan dan penderitaan Ellen.

Karena memahaminya, maka mendukungnya.

Hidung Ellen perih, dia mengulurkan lengannya memeluk leher William, dan wajahnya yang basah bersarang di sebelah leher William. "Paman ketiga, sungguh indah memilikimu."

William membelai rambut panjangnya yang terurai ke belakang, mengangkat alisnya dan berkata, "Siapa yang tadi bilang dia tidak mau bicara denganku?"

Ellen menggigit bibir bawahnya, tertawa pelan, dan bernafas dengan lembut. "Siapa yang bilang? Aku tidak ingat."

William tersenyum, dengan "kasar" menarik Ellen keluar dari lehernya. kemudian William mencubit dagunya, dan memblokir mulut kecil yang berteriak kaget tersebut.

Novel Terkait

Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu