Hanya Kamu Hidupku - Bab 661 Kisah Sumi Dan Pani

Setelah itu mereka hanya saling berpelukan dan diam-diam berbaring sejenak.

Pani mengelus dada Sumi dengan ujung hidungnya, setelah itu memejamkan mata dan berkata dengan suara mengigau “Paman Nulu, kamu besok ada waktu ?”

“Kenapa ?” Sumi mengangkat tangan dan memeluk belakang kepala Pani, kemudian menjawab dengan nada malas.

“Aku ingin ….membawamu dan Lian pergi menjenguk ibu dan nenekku.” Pani berkata dengan nada rendah.

Sumi membuka mata dan menatap Pani dari ujung ke ujung, sejenak kemudian baru menjawab “Baik.”

“Iya.”

“Pani.”

“Iya ?”

“Mulai besok, kamu tidak perlu khawatir lagi dengan masalah Linsan.”

Pani mengerut bibir, bola matanya berputar di dalam kelopak mata, sejenak kemudian dia baru menjawab “Iya.”

……

Pada pagi di keesokan harinya, Sumi dan Pani membawa Lian berjamaah ke tempat pemakaman.

Pada saat tiba di depan tempat pemakaman Tinaya dan Yumari, Pani bersujud tiga kali dengan penuh hormat.

Sumi memeluk budak kecil yang terus mengigau di dalam pelukan, dia mengerut bibir dan menatap Pani dengan tatapan dalam.

Dia tidak akan bisa melupakannya, pada lima tahun yang lalu, tepatnya hari ketika Yumari dikebumikan, Pani memeluk jenazah Yumari dan menangis tragis.

Lima tahun telah berlalu, apabila dipikirkan kembali, hatinya tetap saja merasa sedih.

Setelah selesa bersujud, Pani berdiri dan menatap Sumi.

Sumi melihat demikian langsung menghampiri sisi Pani.

Sudut mata Pani sedikit memerah dan basah, dia tersenyum kepada Sumi dan menoleh ke arah batu nisan Tinaya “Ibu, aku tidak pernah memperkenalkan kekasihku kepadamu, jadi hari ini aku membawa dia dan anak kami untuk memberi salam kepada ibu.”

Pani memeluk lengan Sumi dengan gerakan ringan dan lanjut berkata “Namanya Sumi Nulu, dia seorang pengacara, pengacara yang sangat hebat. Pada sisa hidupku, aku tidak perlu takut lagi diasingkan orang lain, karena dia akan melindungiku dan juga akan terus menemani di sisiku.”

Sumi menatap Pani dengan tatapan dalam, hatinya sedikit gemetar dan terasa sakit.

“Kalau budak kecil ini.” Pani menarik tangan sendiri dan menangkap tangan gendut Lian yang sedang mengulur ke arahnya, kemudian tersenyum dengan mata berlinang “Namanya Lian Nulu, kami berharap dia akan menjadi seorang pria santun ketika dewasa nanti, seperti ayahnya.”

Alis Sumi bergerak sekilas, karena apabila di hadapan Pani, dia sudah tidak sanggup mengakui dirinya sebagai seorang pria yang santun lagi.

“Oh ya, ibu dan nenek jangan salah paham, aku bukan melahirkan anak tanpa status. Kami sudah menikah, sudah menjadi suami istri.”

Sudut bibir Pani sedikit gemetar, dia menatap batu nisan Yumari dan Tinaya, kemudian berkata dengan suara yang serak.

“Ibu, nenek, ada satu hal lagi yang perlu kasih tahu kalian.” Pani mengisap hidungnya yang pedih, lalu tersenyum pahit dan berkata “Kali ini, aku dan Sandy dan juga keluarga Wilman, benar-benar sudah memutuskan hubungan, dari lubuk hatiku.”

“Yiaayiaaa …..”

Lian melihat Pani yang sedang menangkap tangannya dan malahan mengabaikan dirinya, sehingga protes di dalam pelukan Sumi, badannya yang gendut juga mendekat ke arah Pani dan menginginkan pelukan Pani.

Setelah melihat demikian, suasana hati Pani yang sedikit suram dan kecewa bahkan menghilang secara langsung, dia mengulur tangan dan mengelus hidung, kemudian mengulur tangannya untuk memeluk Lian, akhirnya mengecup beberapa kali pada pipinya yang lembut dan berkata “Budak kecil, kamu memang ditakdirkan untuk menantang ibu. Ibu bahkan tidak boleh mengobrol sebentar dengan nenek.”

Namun Lian malahan menyadar di dalam pelukan Pani dengan gaya penurut, wajah kecilnya sedang menempel pada dada Pani, dia membuka kedua matanya yang berbinar-binar dan menatap Pani dengan tampang polos, hati Pani bahkan juga ikut meleleh, sehingga mengecup ringan lagi pada pipi dan keningnya.

Sumi memperhatikan interaksi antara Lian dan Pani, tanpa disadari wajahnya juga memperlihatkan sebuah senyuman.

Sejenak kemudian, Sumi menyimpan tatapannya, setelah itu menoleh ke arah batu nisan Tinaya dan Yumari.

Setelah itu Sumi melangkah kakinya ke hadapan Yumari, lalu bersujud dengan hormat seperti tindakan Pani pada barusan.

Pani yang melihat demikian sedikit bengong, kemudian matanya mulai memerah dan bergenang air mata.

Setelah berulang selama tiga kali, Sumi menegapkan punggung dan menatap batu nisan dengan tatapan tegas dan serius “Anda telah membesar dan menemani Pani selama belasan tahun. Sumi akan mengingat di dalam hati, Sumi tidak dapat membalas kebaikan ini kepada anda, sehingga pasti akan menyayangi Pani dan melindungi Pani dengan semampuku, tidak akan membiarkan dia merasa sedih atau sakit hati lagi.”

Ujung hidung Pani terasa sangat pedih, air matanya juga terus menetes dari matanya.

Dikarenakan tangannya sedang memeluk Lian, sehingga dia tidak dapat meluangkan tangannya untuk menghapus air mata, oleh sebab itu hanya bisa membiarkan air matanya terus menetes.

Sumi berdiri dan menatap Pani dengan tatapan dalam, kemudian melangkah ke hadapan batu nisan Tinaya dan mulai bersujud.

Pani menggigit bibir sendiri, Sumi yang berada di depan matanya bahkan sudah tidak terlalu kelihatan.

Namun suara dan ucapan Sumi yang tekad terus menyelip ke dalam telinganya.

“Ibu, tugas Sumi selama sisa hidup ini hanya ada satu, yaitu membahagiakan Pani ! Jadi, ibu dan nenek dapat tenang dan menyerahkan Pani kepada Sumi !”

Setelah selesai berkata, Sumi berdiri dengan perlahan-lahan, ketika menoleh kepala dan menatap Pani, Pani sudah menangis tersedu-sedu, wajahnya sudah penuh dengan bekas air mata.

Tangisannya bahkan lebih parah daripada ketika Sumi melamar dirinya.

Tatapan Sumi muncul jejak tidak tega, dia mengulurkan tangannya untuk memeluk Lian, sedangkan satu tangannya lagi langsung memeluk Pani.

Pani balik memeluk pinggangnya, wajahnya menempel pada bagian jantung Sumi yang sedang berdetak, kemudian mulai melontarkan suara tangisannya lagi

Mata Sumi juga ikut memerah, dia mengelus punggung Pani dengan gerakan lembut “Pani, kamu percaya padaku ?”

Pani terus mengangguk, namun tangisannya juga semakin kuat.

Seluruh tempat pemakaman sudah penuh dengan suara tangisannya, kesannya sedikit menyeramkan !

Lian sudah terbengong sendiri, tidak tahu apa yang terjadi, tangan kecilnya terus menunjuk Pani dan mengigau sesuatu.

Sumi mengecup pipi anaknya, sebagai isyarat untuk membujuknya.

Setelah itu sudah fokus membujuk istrinya sendiri.

……

Pani terus menangis hingga hampir satu jam, awalnya dikarenakan mendapat pelampiasan yang dapat menampung seluruh kesusahan dan kesengsaraan dirinya, namun akhirnya malahan tidak sanggup menghentikan tangisan sendiri.

Setelah Pani menghentikan tangisannya yang tragis, seluruh wajahnya dan kedua matanya telah merah membengkak, kesannya sangat kasihan.

Awalnya Lian juga terus mengigau seiring dengan suara tangisan Pani, namun akhirnya juga kelelahan, sehingga tidak menangis dan hanya menyandar di dalam pelukan Sumi, kemudian mencibir bibirnya dan diam-diam menatap ibunya yang sedang menangis.

Orang yang paling tabah tentu saja adalah Sumi, dia sudah mulai membujuk Pani sejak awalnya dan bahkan masih berlangsung hingga sekarang.

“Sudahlah sudahlah, lihatlah matamu yang sudah bengkak”

Sumi sambil berkata sambil mengangkat kepala Pani dengan tatapan sakit hati, kemudian mengecup ringan pada sudut matanya dan ujung hidungnya, suaranya yang lembut bahkan tidak ada jejak muak maupun kehilangan kesabaran.

Pani masih bersedu-sedu, setelah itu menatap Sumi dengan kedua matanya yang memerah dan tampang kasihan “Mataku, mataku sangat bengkak ya ? Pasti sangat jelek kan ?”

“Pani rumahku selalu cantik di kapan saja.” Sumi berkata dengan nada lembut.

Setelah mendengar demikian, Pani hampir saja kembali menangis, dia memeluk Sumi dan bertanya “Paman Nulu, kenapa kamu begitu baik kepadaku ?”

Pani tiba-tiba melontarkan pertanyaan tersebut, dalam waktu seketika Sumi juga tidak tahu bagaimana menjawabnya.

Sejenak kemudian, Sumi baru mengelus rambut Pani dengan reaksi tidak berdaya, kemudian menjawab dengan nada ringan “Kamu adalah istriku, aku baik padamu masih memerlukan alasan ya ?”

“Kalau begitu kamu akan baik selamanya padaku ?”

“Tidak.”

“……”

“Haha, bodoh ~”

“Aku mau menangis lagi.”

“Sudah sudah, aku takut. Aku akan baik selamanya padamu, hanya baik padamu.”

Sumi tersenyum sendiri, kemudian memeluk pinggang Pani dan berjalan ke arah luar tempat pemakaman.

Pani balik menoleh lagi ke arah Tinaya dan Yumari, dia seolah-olah dapat melihat Tinaya dan Yumari yang berada di dalam foto sedang tersenyum kepadanya.

Mata Pani sedikit basah, dia membalas dengan senyuman dan menyimpan tatapannya.

“Paman Nulu.”

“Iya ?”

“Aku tiba-tiba merasa usulanmu yang semalam lumayan bagus.”

“Usulan apa ?”

“Melahirkan seorang anak perempuan.”

“….. Kamu merasa cocok ya mengungkit masalah ini di tempat seperti ini ?”

“Kenapa tidak cocok ?”

“Kalau kamu ungkit di kamar tidur, kamar mandi atau balkon, aku akan sangat senang.”

“Apa bedanya ?”

“Di tempat itu aku bisa langsung menjalankan rencana melahirkan anak perempuan kita.”

“…….” Ternyata benar sekali, dia tidak akan bisa bertahan normal dalam jangka panjang.

Setelah keluar dari tempat pemakaman dan duduk di dalam mobil, Pani terus menatap Sumi, dalam hatinya seolah-olah ada suara jernih yang sedang berbicara kepadanya.

Pani, mulai saat ini, kamu tidak perlu berpura-pura tabah lagi.

Kamu bisa menangis di kapan saja, kamu dapat berlari ke dalam pelukan Sumi ketika ketakutan, kamu dapat melontarkan kesedihanmu kepadanya.

Pani, kamu harus bersyukur, karena ke depannya, kamu akan sangat bahagia, sangat sangat bahagia.

……

Beberapa hari setelah sekeluarga Sandy membuat keributan di keluarga Nulu, Pani langsung melihat berita tentang Perusahaan Mingcheng, sepertinya Perusahaan Mingcheng sedang mengalami tekanan dan sedang berada di masa krisis.

Meskipun mengalami tekanan yang besar, namun masih belum mencapai batasan bangkrut.

Ada seorang senior analis ekonomi yang menganalisis keadaan tersebut, katanya orang yang sengaja menekan dan menyerang perusahaan Mingcheng, seharusnya memiliki kemampuan untuk memusnahkan perusahaan Mingcheng, namun orang tersebut malahan tidak melakukan demikian. Senior analis tersebut menebak bahwa seharusnya orang tersebut memang sengaja menggantungkan nyawa perusahaan Mingcheng, agar pimpinan perusahaan Mingcheng dapat merasakan penyiksaan tersebut dengan perlahan-lahan, benar-benar penyiksaan yang menyengsarakan !

Setelah selesai membaca beritanya, Pani membuka aplikasi percakapan untuk Ellen, jari tangannya bergerakan lincah di atas papan ketik “Kamu sudah melihat berita tentang perusahaan Mingcheng ?”

Ellen "…. Sudah tahu. Kenapa pula, kamu tidak tega ya ?”

Pani "Bercanda apanya. Mereka sudah tidak berhubungan apapun lagi denganku, buat apa aku mencemaskan mereka !”

Ellen "Kalau tidak cemas, buat apa bertanya ?”

Pani "Aku ingin tahu siapa yang sengaja menyerang perusahaan Mingcheng.”

Ellen "….. Kamu pura-pura apanya ? Masalah yang gampang ditebak !”

Pani "Aku tidak berpura-pura, aku benaran tidak tahu.”

Ellen "…… Tentu saja paman Nulu, kalau tidak siapa lagi ?”

Pani "Rupanya suamiku ya.”

Sekitar satu menit kemudian.

Ellen membalas pesan dengan penuh amarah "Pani, rupanya kamu sengaja pamer mesra di hadapanku ya ! Kita putus selama satu hari ! Tidak perlu membalas lagi, aku akan mengabaikan balasanmu !”

Pani menatap layar sambil tertawa gembira.

Beberapa menit kemudian, Pani memutarkan bola matanya dan menutup komputer, kemudian keluar dari kamarnya dan berjalan ke arah ruang baca.

Pani masuk ke dalam ruang baca, saat ini Sumi sedang berdiri menghadapi balkon sambil menelepon.

Pani menutup pintu dengan berhati-hati, kemudian berjalan ke belakang tubuh Sumi dengan gerakan ringan, wajahnya telah mulai memerah, kemudian dia memeluk pinggang Sumi dari belakang tubuhnya.

Pada detik selanjutnya, telapak tangan yang besar dan hangat langsung menutupi punggung telapak tangannya.

Pani mengerut bibir, setelah itu dia berpindah ke hadapan Sumi dengan perlahan-lahan, wajahnya menempel pada bagian dada Sumi.

Sumi menahan nafas dan mengelus kepala Pani dengan gerakan lembut.

Tubuh Pani yang kecil dan lembut sedang menyandar di dalam pelukan Sumi.

Sumi menunduk kepala dan mengecup kepala Pani, dia sudah tidak fokus menelepon lagi, sehingga mengakhiri telepon dengan beberapa kalimat dan menyimpan ponselnya ke dalam saku celana, kedua tangannya menyelip ke bawah lengan Pani dan mengangkat tubuhnya.

Pani juga melilit kedua pahanya pada pinggang Sumi, tangannya juga sedang memeluk leher Sumi, matanya yang bulat dan menggoda terus menatap Sumi “Paman Nulu, aku mau anak perempuan.”

Nafas Sumi terasa sedikit menyesakkan, sehingga langsung menindih Pani pada ambang jendela dan membungkam bibirnya, suaranya yang serak penuh dengan kasih sayang “Baik, aku kasih, kamu mau apa juga aku kasih …..”

Novel Terkait

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu