Hanya Kamu Hidupku - Bab 221 Selamanya Selalu Begitu Berkuasa, Dan Kuat

Samir Moral, “......”

Ellen Nie melirik wajah seseorang yang menghitam bagaikan belakang panci, bahkan tidak tahan ingin tertawa, gigi yang putih halus agak bertenaga menggigit bibir bawah, baru membuatnya tidak tertawa hingga bersuara.

“Ma, kamu gemetaran lagi, apakah kamu sungguh tidak merasa dingin?” Tino Nie mendadak bertanya.

Begitu Tino Nie selesai bicara, Samir Moral dan William Dilsen langsung memandang ke arahnya.

Ellen Nie merasa tertekan, karena menahan tawa wajah mungil yang putih jadi memerah, mata yang besar dan bersinar tertutupi selapis uap air yang tipis sekali, bergegas menundukkan kepala, dengan suara pelan berkata pada Tino Nie, “Mama tidak dingin.” Berhenti sejenak, “Benaran.”

Tino Nie mengedipkan mata, tangan gemuk meluncur ke bawah, memegang tangan Ellen Nie dan digosok dengan lembut.

Tindakan kecil Tino Nie seketika menghangatkan hati tiga orang dewasa yang ada di sana.

William Dilsen melirik wajah Ellen Nie sekilas, pandangan mata tertahan sesaat di sudut mulutnya yang agak melengkung, alis panjang naik satu ke atas, raut hitam di wajah sedikit demi sedikit menghilang begitu saja.

Samir Moral masih berada di sana, seseorang bahkan “kamu” kata ini juga tidak bisa mengucapkannya, masalahnya seperti akan kehilangan harga diri saja.

Samir Moral menunjukkan tampang bersalah dan siap mendengarkan saran sambil menatap Willam Dilsen, dengan lemah berkata, “Ellen memanggilku paman Samir, jika putra Ellen tidak memanggilku kakek, lalu panggil apa?”

William Dilsen melemparkan sebuah pandangan dingin “cepat atau lambat kamu akan mati karena kebodohanmu” pada Samir Moral, berdehem, “Kalau begitu apakah aku perlu mengikuti Ellen memanggilmu paman?”

“Prttt......aduh, hehehe, jangan jangan jangan, jangan lakukan itu......”

Samir Moral cekikikan, “Kamu mau memanggilku paman, aku merasa diriku tidak bisa melihat matahari esok lagi.”

William Dilsen mengerutkan kening, malas menanggapi Samir Moral.

Samir Moral dalam benaknya membayangkan gambaran Willam Dilsen memanggilnya paman, seketika bahunya bergetar, tidak tahan dan membenturkan kepalanya di meja.

“Mama, temanmu ini tidak baik-baik saja?” Tino Nie melihat Samir Moral, mengulurkan satu kelingking yang gemuk dan pendek, menunjuk-nunjuk kepala sendiri.

“Prrttt....” Ellen Nie memegang jari Tino Nie dan menariknya ke bawah, tidak bisa menahan tawa, “Paman ini hanya agak periang, tidak sakit.”

“Oh.” Tino Nie mengangguk serius.

Samir Moral, “......” merasa nama baiknya seumur hidup ini sudah hampir hancur!

William Dilsen melirik Ellen Nie dan Tino Nie, raut wajah yang tegas terdapat sedikit senyuman.

......

Ketika Samir Moral datang, Ellen Nie dan mereka sudah makan daritadi.

Jadi saat Samir Moral mulai makan, Ellen Nie sudah kenyang, tadi mengupas kepiting besar, meskipun memakai sarung tangan, tapi tangan tetap terasa berminyak saat melepaskan sarung tangan, untuk itu Ellen Nie berdiri dan meninggalkan ruangan makan pribadi pergi ke toilet untuk cuci tangan.

Selesai cuci tangan dan keluar dari toilet, saat melewati belokkan, mendadak muncul satu tangan besar, langsung meraih lengan Ellen Nie.

Ellen Nie panik, secara tidak sadar langsung mau menjerit, dalam kepanikan, sinar dari sudut mata melihat samping kontur wajah pria yang tegas itu, suara jeritan yang sudah sampai di pangkal tenggorokan, langsung berubah menjadi, “Apa yang ingin kamu lakukan?”

William Dilsen mengabaikannya, saat melewati pintu darurat, menyeret Ellen Nie secara paksa dan berbelok ke dalam.

Lengan Ellen Nie langsung diseret olehnya sampai sudut dinding.

Ellen Nie hanya merasa di depan mata cahaya redup sekali, sangat ketakutan dan panik, jantung sudah hampir meloncat sampai pangkal tenggorokan, nafas terengah-engah, mata besar berkedip sambil gemetar.

“Jangan takut.”

Satu tangan besar tiba-tiba memeluk pinggangnya, suhu yang panas menyelip ke tubuhnya.

Ellen Nie malah gemetar semakin hebat.

Willian Dilsen melepaskan tangan yang mencengkeram Ellen Nie, ke atas, dengan pelan memegang wajahnya yang pucat, mata dingin mendalam terdapat kelembutan dan penuh kasih menatapnya, “Jangan takut.”

Ellen Nie mengangkat kelopak matanya, mata hitam yang besar tidak bisa menahan uap air yang berkilau.

William Dilsen sedikit membungkukkan badan, telapak tangan yang memegang wajahnya semakin erat, kening menempel pada keningnya yang sedikit bergetar, perasaan mendalam yang ditekan di bawah mata dingin itu jika ceroboh sedikit saja maka akan meluap keluar.

Ellen Nie memang sudah di dorongnya ke sudut dinding, tapi tidak tetap tidak berhenti terus maju ke depan, sepertinya mau memaksanya masuk ke dalam dinding saja.

Didesak dan terjebak olehnya, Ellen Nie merasa udara di sekeliling juga menjadi menipis.

Mungkin karena kekurangan oksigen, wajah Ellen Nie dari pucat berubah menjadi merona, dengan lembut mulut dibuka untuk membantu menghembuskan nafas.

“Beritahu aku, beberapa tahun ini, apakah baik-baik saja? Apakah telah dianiya? Sering menangis tidak? Apakah tidak......merindukanku?” Suara William Dilsen kecil tidak jelas, saat dia bicara nafas yang terhembuskan di wajahnya jelas-jelas panas, tapi wajah Ellen Nie, malah dalam sekejap tertutup lapisan putih bagaikan embun beku.

Di bola mata seperti ada puluhan juta jarum yang menusuk secara bersamaan, mata hitam dan jernih Ellen Nie perlahan-lahan berubah jadi merah, untaian garis-garis darah halus terjalin di matanya, “Untuk apa kamu menanyakan ini padaku? Apakah masih ada artinya?”

Suara Ellen Nie sangat pelan, dan serak, jika bukan karena mereka cukup dekat, sama sekali tidak mudah mendengar apa yang dikatakannya.

Mata dingin William Dilsen memerah, “Ellen Nie, bagaimana kamu bisa begitu kejam?”

“Kejam?” Sudut mulut Ellen Nie berubah pucat, menatapnya, “Apakah aku sekejam dirimu?”

Mata lebar William Dilsen tiba-tiba mengecil, suara berat dan serak, “Apa maksudnya?”

Ellen Nie menarik nafas, hanya merasa udara yang masuk ke paru-paru membawa es berduri, seluruh badan mulai sakit, “Kamu tidak memenuhi syarat untuk menanyakannya padaku, dan menyalahkanku.”

Suara serak Ellen Nie sangat parah, air mata di sudut mata tersangkut dengan keras kepala, dia membelalakkan mata begitu saja, tidak membiarkan air mata mengalir.

William Dilsen menatap mata Ellen Nie yang penuh kebencian dan ketidakadilan, tanda lipatan di alis bertambah parah, perlahan mengatakan, “Empat tahun lalu selain penculikan, apa lagi yang terjadi?”

Penculikan.....

Teringat penculikan kali itu, hati Ellen Nie seolah-olah dilemparkan oleh orang dengan kejam ke dalam ember es, saking dinginnya gigi juga mulai gemetaran, “Apakah penculikan masih belum cukup? Kamu masih berharap terjadi apa lagi padaku?”

Ellen Nie bertanya dengan suara kecil dan tidak jelas.

“Dengarkan!”

Mendengar suara Ellen Nie yang penuh kebencian, William Dilsen sama sekali tidak tahan, lebih tidak suka lagi bicara secara berbelit-belit seperti ini, menekan alis panjangnya ke bawah, erat-erat menatapnya, dengan berat berkata, “Jawab pertanyaanku secara baik-baik.”

“Berdasarkan apa aku harus mendengarkanmu!” Hati Ellen Nie penuh amarah, dan mulai keras.

“Karena kamu tidak memiliki pilihan lain!” William Dilsen menatapnya dengan dingin.

Ellen Nie, “......” hampir mengigit gigi sampai hancur. Selamanya, selamanya begitu berkuasa, dan kuat!

Melihat kedua matanya semakin memerah dan lembab, William Dilsen sedikit memejamkan mata, menekan kabut di mata kembali ke dalam, sekali lagi melihat ke arah sepasang Ellen Nie, lebih bersih dan cerah.

Karena sejak dua orang bertemu lagi, tidak peduli pertama kali, atau kedua kali.

Dia tidak bisa dari pandangan Ellen Nie, ekspresi dan cara bicaranya, merasakan kebencian dan kemarahan yang menekannya.

Tidak seharusnya, benar tidak?

Jelas-jelas, jelas-jelas dia masih baik-baik hidup dunia ini, dengan kejam tidak kembali untuk mencarinya, membuat dia harus menanggung penderitaan dan siksaan karena kehilangan dia selamanya.

Seharusnya orang yang benci, dan marah, adalah dia, bukankah begitu?

Tetapi situasi sekarang justru sebaliknya.

Malah dia yang menjadi orang yang seharusnya marah dan benci dengan alasan yang cukup.

Jadi, pasti ada kesalahpahaman.

Mata dingin William Dilsen mendadak terlintas sebuah cahaya terang, menatap Ellen Nie, “Kamu, apakah mengetahui sesuatu?”

“Menurutmu? Menurutmu apa yang seharusnya aku ketahui?”

Air mata di sudut mata Ellen Nie mengalir ke bawah, air mata di bawah matanya malah terasa dingin.

William Dilsen tidak tahan dan mempererat cengkeraman di pinggangnya, sebuah warna gelap diam-diam menutupi matanya yang dingin, “Kamu sudah mengetahui semuanya.”

Suara isak tangis keluar dari bibir Ellen Nie.

Kedua mata Ellen Nie memerah, penuh dengan rasa sakit, terisak dan berkata, “Iya, aku sudah tahu semuanya. Aku tahu mengapa waktu itu kamu mengadopsiku? Aku tahu keberadaanku Ellen Nie di keluarga Dilsen kalian seperti apa! Dan bagimu William Dilsen diriku, sama sekali tidak penting seperti yang aku bayangkan, hidup dan matiku, dari awal sampai akhir kamu sama sekali tidak peduli! Bukan hanya aku, masih ada anak, kamu juga tidak peduli!”

Ellen Nie satu suara satu kalimat mengeluhkannya, bagai palu besar yang menghantam ke dalam hati William Dilsen.

William Dilsen tidak bisa mengendalikan diri untuk mengelus wajahnya, air mata yang jatuh dari mata Ellen Nie, perlahan menyebar di telapak tangannya, dan memenuhi setengah wajahnya, “Apa yang kamu pikirkan, kamu akan menganggapnya seperti itu!”

“Bukankah begitu?”

Ellen Nie dengan suara keras berkata, satu wajah memerah tidak tahu karena dia mengelusnya atau terlalu emosional, “Apakah saat kamu mulai mengadopsiku, bukan karena ayahmu sudah menabrak mati ayahku, kalian mengadopsiku karena merasa bersalah? Kalian mengadopsiku, tapi tidak memberitahuku kebenaran tentang kecelakaan itu, mempublikasikan seberapa baiknya keluarga Dilsen kalian pada diriku, bukankah demi membesar-besarkan keluarga Dilsen kalian penuh cinta kasih dan bajik? Apakah kalian tidak merasa perbuatan kalian tidak bermoral? Ayahmu Gerald Dilsen yang menabrak mati ayahku, tapi kalian malah memperalatku.....”

“Apakah perlu begitu? Ellen Nie, aku tanya padamu, apakah aku perlu begitu?!”

Tangan William Nie yang ada di wajah Ellen Nie mendadak turun, mengangkat dagunya yang gemetar karena terlalu emosi, menatap Ellen Nie dengan mata merah, menggertakkan gigi berkata, “Jangankan bilang aku tidak peduli dengan pandangan publik padaku, meskipun aku peduli, apa aku perlu memperalat seorang wanita untuk mencapai tujuanku!

Mata lesu Ellen Nie yang penuh bendungan air mata, tertegun menatap wajah William Dilsen, bibir yang pucat bergerak beberapa kali, tapi tidak bisa membantah sepatah kata pun.

Tapi pada saat ini William Dilsen malah melepaskan dagunya, tangan besarnya menurun, menggenggam satu tangannya yang mengepalkan tinju, “Benar, kecelakaan mobil ayahmu waktu itu memang disebabkan oleh ayahku......”

William Dilsen berbicara sampai di sini, mendadak Ellen Nie sekuat tenaga menarik tinjunya keluar dari telapak tangannya, juga memalingkan wajah pucatnya ke samping.

William Dilsen melihat wajah samping Ellen Nie yang dingin, hati terasa sakit, tidak memaksanya membalikkan kepala untuk melihatnya, dengan suara serak dan rendah berkata, “Aku tidak akan membantah untuknya, dan tidak akan mengelak dari tanggung jawab.”

“Tapi bukankah dia tidak mendapatkan hukuman yang pantas? Dia sangat sehat, hidup dengan egois. Tapi bagaimana dengan papaku? Papaku tidak bisa kembali lagi.” Ellen Nie berkata dengan suara dingin.

William Dilsen melihat air mata Ellen Nie yang mengalir dari sudut mata, hatinya bagai tertindih oleh batu besar, sangat sulit bernafas.

Suasana membeku.

Beberapa menit selanjutnya, Ellen Nie dan William Dilsen tidak berbicara, tapi dua hati, mereka sedang menanggung rasa sakit dan siksaan dengan tingkat yang berbeda.

William Dilsen dengan tenang menatap sudut mata Ellen Nie yang terus mengalirkan butiran air mata jernih tanpa henti, hatinya sakit sekali.

Akhirnya, wajah Ellen Nie yang dibalikkan ke samping, mulai dibalikkan kembali, wajah mungil yang putih bersih itu penuh bekas air mata, sepasang mata semakin berkilau sebening kristal dalam air jernih, dia berkata dengan suara rendah dan serak, “Kita sudah keluar lama dari ruang makan pribadi, jika tidak kembali, dia akan khawatir.”

Kata “dia” tentu saja menunjuk pada Tino Nie.

William Dilsen malah tidak membiarkannya pergi, tiba-tiba dua tangan memegang pinggangnya, merangkulnya erat-erat dalam dekapan.

Ketika Ellen Nie ingin berjuang agar bisa lepas, malah mendengar dia berkata.

Novel Terkait

Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu