Hanya Kamu Hidupku - Bab 176 Paman, Aku Memukul Seseorang

Ketika ia sedang berpikir seperti ini, bibir tipis William tertarik kembali, mengerutkan alisnya, sambil memfokuskan pandangannya kepada Ellen, pandangan matanya dipenuhi rasa sayang dan kasihan.

Hansen sudah sampai di sana beberapa lama, dan Louis juga baru sampai.

Louis dengan tulus merasakan bahwa suasana hatinya akhir-akhir ini seperti naik roller coaster, naik dengan cepat namun dapat turun dengan cepat juga, hatinya tidak pernah kembali ke posisi semula.

Melihat wajah lemah Ellen yang terbaring di tempat tidur, Louis merasa hatinya seperti ditekan oleh batu besar yang berat.

Walaupun masih seorang anak anak, Namun saat ini... sudah hampir menjadi seorang ibu.

Dibandingkan dengan kejutan saat mendengar berita ini, suasana hati Louis saat ini menjadi lebih rumit.

...

Hansen ingin mencari pihak rumah sakit untuk memindahkan tempat tidurnya supaya bisa tinggal satu ruangan dengan Ellen, Di dalam perkiraan William segera menolak nya.

Hansen merasa sedih, namun karena berpikir bahwa perlindungan yang ia berikan tidak bisa menyeluruh. Dia tidak memiliki kepercayaan diri untuk bertahan pada argumen nya kepada William, dan Louis pergi menuntunnya ke bangsal di kamar sebelahnya.

Perawat pun setelah memberi Hansen cairan infus segera meninggalkan bangsal nya.

Louis berjalan ke arah pintu, dan menutup pintu, sambil mengerutkan kening ia berjalan kembali ke samping tempat tidur Hansen, memandang Hansen dengan banyak pemikiran dalam hati.

Ekspresi wajah Hansen pada saat ini hanya dapat digambarkan dengan alisnya yang naik. Sudut matanya melihat ekspresi khawatir pada wajah Louis, dengan alisnya yang dinaikkan ia berkata, "Kamu pulang saja, Aku sudah tidak apa apa, Tidak perlu kamu disini untuk menjagaku."

Louis juga mengerutkan alisnya dan menarik kursi untuk duduk, "Papa, Bagaimana menurutmu mengenai kehamilan Ellen saat ini?"

"Apa maksudmu bagaimana menurutku? Kamu akan memiliki cucu. Apakah kamu tidak bahagia," Hansen cemberut.

Louis, "..."

"... Papa, bagaimana bisa kamu tidak bisa melihat berat dan ringan nya perihal ini, Seluruh 潼市 mengetahui bahwa Ellen adalah keponakan William, cucu perempuanku, cicit perempuanmu. Dan sekarang dia mengandung anak dari William, generasi ini benar-benar kacau. Jika berita ini tersebar, keluarga kita ... "

"Oh, jangan khawatir tentang ini. Kamu juga sudah mengetahui kemampuan putramu. Percayalah padanya,Ok " kata Hansen acuh tak acuh.

Louis, "..." Papa,perubahan sikapmu bisa lebih cepat lagi ?

“Aduh, menantu perempuanku, menurutmu anak William dan Ellen akan mirip siapa ya ?” Hansen menyipitkan matanya, pandangan matanya tidak jelas,berkata dengan sangat gembira.

Louis, "..."

"Kukatakan padamu, tiga bulan, sudah hampir tiga bulan." Hansen tidak bisa menahan kegembiraannya.

Louis, "..."

"Dulu aku khawatir tentang Ellen jika dia menikah tidak bisa hidup dengan baik. Namun aku tidak perlu khawatir tentang itu sekarang. Aku percaya pada William. Dia pasti akan memperlakukan Ellen dengan baik. Selain itu, di bawah pandanganku, William tidak akan berani memperlakukan Ellen dengan tidak baik ! "Hansen menyeringai.

Louis menutup matanya.

"Anakku..."

"Papa!"

Louis rasanya ingin meledak, dia membuka matanya, dan menaikkan volume suaranya sedikit.

Hansen, "..." termangu, memandang Louis, dan melihat wajahnya yang seakan tidak sabar, dia mengalihkan pandangannya sedikit, Seakan akan Louis sudah merusak kegembiraannya.

Louis, "..."

Sama sekali tidak bisa bertahan disini

Dengan tertekan, dia bangkit, dan meninggalkan bangsal kamar.

Hansen memperhatikan Louis keluar, yang membanting pintu kamar, dengan sedikit menggerakan bibirnya, bergumam, "Harta tidak diberikan kepada orang luar, hal seperti ini saja tidak mengerti, Hidup sia sia saja hingga sekarang !"

Karena mengetahui bahwa Ellen sedang hamil, Mood Hansen seperti nya berubah dari awan gelap berubah menjadi Awan yang cerah dan gemilau.

Segala sesuatu masalah yang dialami, Dianggap bukan masalah pada hari ini baginya.

...

Ellen terbangun di tengah malam, dan ketika dia membuka matanya perlahan dengan bulu mata hitamnya yang melengkung, ia langsung melihat cahaya lampu di atas kepalanya yang membuat dia pusing.

Ellen mengambil napas dalam-dalam, matanya sedikit menyipit, dan tatapannya sedikit menurun, dan mendarat pada kepala hitam yang memegang tangannya erat-erat di punggung tangannya.

Ellen membasahi bibir bawahnya yang kering, perlahan membuka bibirnya, dan berkata dengan suara serak, "Paman..."

Suara Ellen sebenarnya sangat kecil, ditambah dengan suaranya yang serak, Suara yang dikeluarkan sebenarnya sangat lemah.

Tetapi William langsung membuka matanya pada saat pertama kali Ellen berbicara, ia mengangkat kepalanya, dan menatap Ellen dengan matanya yang dingin dan tajam.

Ketika melihat sepasang mata milik Ellen sedang memandangnya, William menarik napas lembut, bangkit dari kursi, duduk di tepi tempat tidur, dan mengulurkan tangannya untuk menyentuh dahi Ellen.

Di malam hari, Ellen mulai demam.

Karena kehamilan, dan masih awal kehamilan, mereka tidak berani memberikan suntikan pereda demam, Hanya bisa melakukan penurunan suhu secara fisik, serta menggunakan obat antibiotik yang memiliki efek samping kecil untuk wanita hamil.

Dia mulai khawatir bahwa demam dalam jangka panjang itu akan mempengaruhi dirinya dan janin. Walau untungnya, demamnya sudah turun.

Jantung William bisa sedikit lebih tenang, alisnya turun, dan fokus menatap ke arah Ellen.

Kondisi Ellen masih lemah, ditambah dengan wajah sebelah kanannya yang membengkak membuat kondisi keseluruhannya terlihat sangat parah.

William membungkuk dan mencium alisnya. Mata hitamnya memandangnya dengan lembut. Suaranya yang keluar adalah suara yang paling lembut yang dia keluarkan, seolah-olah dia takut suaranya yang keras akan menakutinya. "Bagaimana perasaanmu?"

Bulu mata panjang Ellen menggantung lemah, menggerakkan tangannya yang terbungkus telapak tangan William.

William melihat ke bawah dan melepaskan tangannya.

Ellen perlahan mengangkat tangannya, dengan lembut memegang lengannya, dan menariknya ke bawah.

Mata William berkedip dan dia membungkukkan badannya.

Ellen menarik William cukup rendah sebelum mengangkat dagunya, meletakkannya dengan ringan di bahu William, setelah memegang lengannya ke belakang, memeluk punggungnya, lalu ia perlahan-lahan menutup matanya dan meletakkan kepalanya di atasnya. Bernafas di sisi kepala nya.

William mencium aroma obat di kepalanya, matanya terasa terangsang oleh aroma obat ini, seperti ditusuk hingga menyakitkan.

Ketika ia mengangkat lengannya, William membelai rambut samping Ellen yang keriting, bibir tipisnya menempel di telinganya, dan berkata dengan suara serak, "Aku tidak akan pernah membiarkanmu meninggalkanku lagi."

Ellen tidak membuka matanya, walau ada cairan cemerlang yang jatuh dari sudut matanya.

...

“Apakah kamu masih mau minum?” William melirik gelas kosong di tangannya dan mengulurkan tangan dan menyentuh telinga Ellen seperti menyentuh binatang kecil.

Ellen bersandar di tempat tidur, menggelengkan kepalanya sedikit.

William meletakkan gelas air di tangannya ke atas meja, memegang tangan kecilnya, dan mencium ringan dengan bibirnya.

Wajah pucat Ellen yang pucat muncul tanda kemerahan di pipinya, dan matanya yang gelap dan cerah menatapnya, "Paman, aku satu hari ini belum makan, Aku sangat lapar, dia juga lapar."

Ellen menyentuh perutnya dengan main-main.

Belum makan seharian?

William menyipitkan alisnya, bibirnya yang dingin bergetar,sambil menatap Ellen.

Pandangan Ellen berkedip, dan sudut mulutnya sedikit tertarik dan berkata, "Aku sangat lapar sepertinya aku bisa memakan satu ekor sapi sekarang."

William membungkuk dan mencium bibirnya.

Ellen membeku, menatapnya wajah William dengan mata terbelalak yang tiba-tiba mendekat, jantungnya berdebar dengan kencang.

William dengan cepat menarik diri dari bibirnya, membelai belakang kepalanya, dia duduk tegak, meraih ponsel dari saku celananya, dan memanggil Aron.

"Bos."

Setelah beberapa saat, terdengar suara Aron yang baru terbangun dari ponsel,walaupun terdengar suaranya sudah disesuaikan.

" Aku beri kamu waktu satu jam. Bawa makanan dan antar ke Rumah Sakit Yihe," kata William.

"... sekarang?" Bos, sekarang jam tiga pagi! Di mana dia bisa mencari makanan?

“En.” Setelah William menyelesaikan pembicaraannya, langsung menutup telepon.

Aron, "..." trauma meminta pertolongan kepadanya.

“Paman, jam berapa sekarang?” Ellen melirik ponselnya, walau tidak bisa melihat waktunya.

William mengembalikan ponsel itu ke saku celananya dan mengangkat pandangan matanya ke arah Ellen, "Jam tiga pagi."

Hah?

Ellen kaget, "Emm, Paman, aku sebenarnya masih bisa menahannya."

Dia terbangun dengan bingung, Tidak pernah berpikir bahwa sekarang sudah sangat malam.

Jam seperti ini menyuruh Aron untuk mencari makanan, bukankah menyusahkan dia?

"Tidak apa-apa, Asisten Aron dulu pernah belajar memasak," kata William.

Ellen, "..." Paman, kamu tidak perlu menghiburku seperti itu, bukan? Aron adalah siswa berbakat lulusan dari Harvard kan !.

Kalau tidak, tidak mungkin dia bisa menjadi asisten khususmu !

William melihat ekspresi skeptis Ellen dan menggerakkan bibirnya, "Aku tidak berbohong kepadamu. Dia pernah belajar memasak dan telah mendapatkan sertifikat koki bintang tiga."

Baiklah

Ellen terkesan dengan keterampilan yang mereka bawa.

"Apakah masih sakit?"

William mengulurkan tangan dan membelai wajah kanan Ellen, suaranya menjadi lebih menenangkan.

Ellen menatapnya dengan mata besar dan jernih dan sambil tersenyum berkata, "Jika kamu tidak bertanya, aku pun sudah lupa.Tidak sakit. Sama sekali tidak sakit."

William mengerutkan kening.

Kelopak mata Ellen diturunkan, dan ibu jari salah satu tangannya terus menerus menyentuh jari telunjuknya.

Ketika William melihat ini, dia mengulurkan tangan dan mengambil tangannya, menggosokkannya ke telapak tangannya, dan memandangnya dengan lembut, "Ada apa?"

"... Paman, aku memukul seseorang." Suara Ellen tidak bisa lebih kecil lagi.

William memicingkan mata, "Um."

"... Aku memukul, bibi..." Suara Ellen sangat kecil.

"Ya," kata William.

Ellen sedikit mengernyit, mengangkat salah satu sudut kelopak matanya untuk menatap William, matanya yang besar terlihat bingung, "Apakah kamu tidak akan berbicara hal lain ?"

William memikirkannya dan berkata, "Pukulan yang bagus!"

Ellen, "..."

William memandang wajah kecil Ellen yang terkaget sejenak, pandangan matanya dalam, "Ellen, sebagai manusia tidak boleh terlalu menahan diri, Jika kamu disakiti, Kamu harus mengerti bagaimana melawannya, Jika tidak, orang lain hanya akan menganggap kamu yang selalu menahan diri adalah orang yang gampang disakiti. Bahkan mereka tidak akan berhenti jika mereka belum puas, malah akan memperlakukanmu dengan lebih buruk lagi. Oleh karena itu jangan pernah memberikan orang-orang yang ingin menyakitimu kesempatan kedua kali untuk menyakitimu, Karena mereka tidak memiliki hak untuk mendapatkan toleransi kamu, Tahu kan ? "

Ellen menatap William, terfokus selama beberapa saat, "Aku mengerti."

“Anak baik.” Bibir William baru terlihat tersenyum.

Ellen melihatnya, ukuran matanya menjadi setipis bulan sabit.

William membelai wajah kiri Ellen yang masih utuh, dan berkata dengan lembut, "Tunggu kamu sudah sehat, Paman akan menjemputmu kembali ke Coral Pavilion."

"..." Ellen menggigit bibir bawahnya, matanya nampak ragu-ragu.

Melihatnya seperti ini, William tahu apa yang sedang dia pikirkan, dan menyipitkan matanya, berkata perlahan, "Aku rasa kakek kali ini tidak akan keberatan lagi."

Mata Ellen membesar masih menatapnya dengan ragu-ragu.

William menggenggam tangan kecil Ellen dan berkata, "Kakek sudah tahu mengenai pernikahan kita."

"..."! !! !!

Ellen duduk tegak, wajahnya pucat, dan menatap William dengan takut.

William mengerutkan kening, memegang bahu Ellen dengan ringan dengan tangan nya yang besar, dan mendorongnya kembali ke tempat tidur, melihat wajah Ellen yang panik seperti ini, dia tanpa daya menarik bibirnya, menatapnya, "Dan, Kakek juga sudah tahu tentang kehamilanmu. "

Ellen, "..." sedikit kesulitan bernafas!

William memperhatikan Ellen yang terlihat tegang dan sulit bernafas, dan tidak bisa menahan diri untuk menggulungkan sudut bibirnya dengan ringan.

Novel Terkait

The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu