Hanya Kamu Hidupku - Bab 487 Paman Nulu Jangan Marah Lagi

Setelah makan bersama dengan Frans Domingo dan yang lainnya, Sumi langsung membawa Pani ketempatnya.

Sepanjang jalan Pani "menagih hutang" kepada Sumi.

Sumi hanya tertawa, tetapi tidak mengatakan bahwa ia akan mengembalikan uang itu kepada Pani.

Setelah sampai di rumahnya.

Ketika Pani pergi kelantai dua untuk belajar, ia tak tahan memikirkan reaksi Liaoran saat menghitung tagihan, yang tentunya akan menyenangkan.

Pani mengerutkan bibirnya dengan gembira, dan memang benar bahwa keluarga Nulu memiliki derajat yang tinggi.

Tiba-tiba wajah Pani memerah ketika ia menarik pikirannya dan berkonsentrasi pada dua permasalahan.

Tanpa sadar, ia menggigit bibir bawahnya dengan pelan dan bergumam, "Ia bukan bagian dari keluarga kita ini!"

……

Ketika Pani belajar sampai jam sepuluh lebih, ia berkemas dan mengambil tas lalu ke lantai bawah, dan melihat Sumi yang duduk di sofa ruang tamu sambil melihat dokumen dan berkata, "Paman Nulu, aku harus pulang, kamu akan mengantarkanku kan."

Sumi mendengar kata-kata itu, lalu menatap Pani, "Malam ini tidak perlu pulang, tidur saja di sini."

“…… Aku ingin pulang." Pani menatapnya.

Sumi mengangkat dokumen yang ada di tangannya, "Akan ada persidangan hukum besok, masih ada yang aku belum mengerti. Tidak ada waktu untuk mengantarkanmu, patuhlah"

Pani berpikir sejenak, "Kalau begitu aku akan naik taksi saja untuk pulang kerumah."

"Tidak bisa, aku khawatir.” Sumi mengerutkan kening.

Pani menatapnya, dengan kecanggungan yang terlihat jelas di matanya.

Sumi melihatnya, meletakkan dokumen dari tangannya, berdiri dan berjalan ke arahnya.

Mata Pani berkedip, "Tidak apa-apa, sebelumnya aku sudah sering pulang ke rumah sendirian di saat seperti ini dan tidak terjadi apapun."

Sumi berdiri di depannya, tetapi ketika ia mendengar ini, alisnya yang panjang menegang, dan matanya menatapnya, "Itu dulu, sekarang kamu mempunyai diriku. Kamu sangat ceroboh, aku tidak bisa untuk tidak mengkhawatirkan mu."

"Hentikan ..." Pipi Pani menjadi panas dan ia cemberut.

Sumi mengulurkan tangan untuk mengambil tas dari tangan Pani, sedangkan tangan yang satunya mencubit telinganya, tatapannya berubah lembut, dan ia memainkan sudut-sudut mulutnya, "Kasus besok sangat penting, jadi kamu tenang saja, malam ini aku tidak memiliki kekuatan untuk berpikir tentang hal itu. "

"Apa!"

Pani melotot dengan wajahnya yang memerah.

Sumi membungkuk, menciumnya di sisi wajah, lalu menyentuh kepalanya dan menatapnya dengan mata jernihnya, "Apa kamu tahu kamar tidur ada di mana?"

Pani masih sedikit ragu.

Tetapi dia tidak mengijinkan ia sendirian naik taksi kembali kerumah, kalau ia tetap bersikeras agar dia menghantarkan ia pulang, ia akan tampak seperti seorang murid SD, yang tidak dewasa … …

“Aku akan mengantarkan mu keatas, dan membuat mu tidur?” Sumi tersenyum.

".....Aku bukan anak kecil lagi!"

Kata-kata Sumi menghilangkan keraguan Pani, ia mengambil kembali tasnya dari tangan Pani, berbalik, dan berjalan menuju lantai dua.

Sumi meletakkan tangan di saku celananya dan menyipitkan matanya sambil tersenyum ketika ia mengintip keatas dan melirik Paninya.

Sampai sosok cantik Pani menghilang di lantai dua, Sumi menghentikan tatapannya dan berjalan kembali ke ruang tamu untuk kembali membaca dokumen.

……

Sudah hampir jam 2 malam.

Sumi melemparkan dokumen-dokumen di tangannya keatas meja, bangkit dan mematikan lampu ruang tamu, dan berjalan ke lantai dua sambil membuka kancing kemejanya.

Sesampainya di lantai dua tepatnya di depan pintu kamar tidur utama, Sumi berhenti selama dua detik, lalu mengangkat alisnya sedikit dan mengulurkan tangan untuk membuka pintu.

Pada saat ia di depan pintu, dengan bantuan cahaya redup koridor, Sumi melirik kearah tempat tidur besar, menyipitkan matanya, dan ingin membuka pintu.

Sumi berdiri di depan pintu, ia perlahan mengalihkan pandangannya kesatu-satunya kamar tamu di lantai dua yang telah diatur.

Tatapannya berhenti di pintu kamar tamu sejenak, dan Sumi berjalan mendekat.

Berjalan sampai ke depan pintu, Sumi mengangkat tangannya untuk memegang gagang pintu dan memutarnya. Tanpa diduga, ia mencoba untuk memutarnya beberapa kali, tetapi gagal untuk membuka pintu.

Sumi sedikit terkejut, menyadari sesuatu, kemudian ia segera mengomel, "Gadis jelek,menghalangi ku begitu ketat. Benar-benar berpikir bahwa aku adalah penjahat? “

Sumi menggigit giginya, berbalik dan akan turun untuk mengambil kunci cadangan.

Tetapi ketika ia sampai di tangga, Sumi tiba-tiba berhenti dan menoleh sambil menatap pintu kamar, dengan tatapan matanya yang dalam.

Pada akhirnya, Sumi berdiri di tangga selama dua tiga menit, lalu dia mengambil nafas dan menekan alisnya, dengan "kecewa" dan kembali ke kamar tidur utamanya.

……

Pani selalu bangun pagi-pagi, ia bangun pada pukul enam.

Ketika Pani pergi ke kamar mandi untuk mandi, entah kenapa ia tersenyum, dan berjalan cepat tanpa suara menuju pintu. Dan ketika ia mengulurkan tangan untuk membuka pintu, ia tersenyum lagi.

Setelah turun, Pani pergi ke dapur dan berencana untuk memasak sarapan. Ia tidak ingin membuka kulkas dan melihatnya, di dalam kulkas hanya terdapat bir dan air putih, bahkan tidak ada mie, jadi ia memutuskan menghilangkan rencana untuk memasak sarapan.

Setelah itu, Pani mengambil buku rumus kimia kecil dan duduk bersila di sofa.

Jam tujuh.

Sumi keluar dari kamar.

Pani mendengar langkah kaki, mata besarnya terangkat sedikit dan memandang ke arah lantai dua.

Secara kebetulan,bertatap mata dengan Sumi yang sedang meliriknya.

Pani terdiam.

Setelah Sumi meliriknya, dia tidak memandangnya lagi, dan turun ke dapur, mengambil sebotol air dari kulkas, lalu meminumnya.

Pani menatap wajah kerasnya seolah-olah dia berhutang uang padanya, "Paman Nulu, apakah aku sudah mengganggu mu?"

Sumi tersenyum dingin.

Pani, “… …”

Sumi minum setengah dari botol air besar dan naik ke lantai atas lagi.

Pani tidak bisa menahan mulutnya untuk mencibir.

Sekitar seperempat jam.

Sumi turun kebawah dengan jas hitam formal.

Mata Pani tidak dapat mengalihkan pandangan dari Sumi.

Sampai saat Sumi turun ke bawah dan berjalan ke teras, mengganti sepatunya, dia meliriknya dengan pandangan yang jelas, nafas Pani pun bergetar, dan kemudian pulih, ia dengan cepat memasukkan buku itu ke dalam tasnya dan berlari.

……

Meskipun Pani tidak memberikan penampilan yang baik sejak Sumi melihatnya di pagi hari, Sumi tidak lupa untuk membelikannya sarapan dalam perjalanan untuk mengantarkan Pani keWeiran.

Ketika Pani mengambil sarapan dari tangannya, ia tidak bisa menahan untuk tidak bertanya-tanya apakah ia akan mengalami gangguan pencernaan.

Telah dibuktikan bahwa Pani tidak memiliki gangguan pencernaan, dan telah memakan semua makanan yang dibeli Sumi untuk sarapannya tanpa membuangnya sedikitpun.

Sumi membeli sarapan untuk Pani, tetapi melihat bahwa nafsu makan Pani tampak baik, sebaliknya, wajahnya malah menjadi tidak enak dipandang.

Setelah sampai di Weiran .

Pani pada saat itu menundukkan kepala dan melihat jam, melihat masih ada setengah jam sebelum kelas, jadi ia tidak bergegas keluar dari mobil. Ia mengerutkan bibirnya sambil melihat Sumi, "Paman Nulu, aku berharap persidangan hari ini semua lancar! "

Wajah Sumi berbalik ke jendela mobil dan mengabaikan Pani.

Pani menjulurkan badan kedepan serta meregangkan lehernya dan mencoba melihat ekspresi wajahnya, "Paman Nulu, apakah kamu selalu seperti ini sebelum setiap sesi persidangan?"

Sumi, "... …"

"Sebenarnya, aku paham, karena aku tidak memiliki perasaan yang baik setiap kali aku mengikuti ujian, dan seluruh orang terlihat menjadi mudah tersinggung. Tetapi setelah ujian akan menjadi lebih baik. Itu semua karena tekanan, aku tahu." kata Pani menjelaskan.

Sumi perlahan memalingkan wajahnya kemudian menatap Pani dengan acuh tak acuh, "Tidak ada yang perlu dikatakan lagi kan? Kalau tidak ada lagi, pergilah ke sekolah sekarang!”

“...Paman Nulu , aku ini sedang memberimu pencerahan, tidak bisakah kamu melihatnya?” Pani sangat kesal sehingga kedua alis matanya sedikit terangkat.

“Ingin memberiku pencerahan?” Sumi menyipitkan matanya.

Pani juga seseorang yang pemarah.

"Aku tidak ingin memberimu pencerahan lagi sekarang! Kamu tidak layak mendapat pencerahan dariku! Sekarang aku akan pergi ke sekolah! Sampai jumpa!"

Pani mendengus, melepas sabuk pengaman dan segera membuka pintu mobil.

Tetapi.

Sebelum tangan Pani menyentuh pintu mobil, orang itu menahan pinggangnya.

Setelah itu.

Pani telah dipindahkan dari kursi sebelah pengemudi ke atas paha yang kuat.

Pani bernafas dengan kencang, pikirannya kacau, kemudian leher belakangnya tersentak dari belakang, dan ditarik kebawah.

Segera setelah itu, bibirnya tertutup dengan nafas yang lembut dan menutup bibirnya dengan kuat.

Tiba-tiba.

Mata Pani melebar, dan punggungnya tiba-tiba menegang seolah ia bisa dengan mudah mematahkannya.

Pada saat kelembutan itu menyatu, Pani menghembuskan nafas perlahan, dan merasa tadi malam harus menahan penyiksaan itu, karena ia tidur di kamar yang terpisah darinya, dan kejadian tadi malam yang membuatnya tidak bisa memejamkan mata itu telah terjawab.

Sumi perlahan menutup matanya, menciumnya dengan lama dan sengit, serta mengulurkan tangannya untuk menutup semua jendela mobil.

Jantung Pani berdetak kencang, pikirannya bercampur-aduk.

Sumi meletakkan satu tangannya pada rambut panjang Pani, memegang kepalanya lebih erat dan menekan dengan kontrol.

Meskipun begitu, Sumi benar-benar ingin melakukan itu!

Pani lupa bahwa ia sedang berada di depan gerbang sekolah, ia tidak tahu apakah itu hipoksia atau kobaran api yang meledak di hatinya, ia terjatuh dalam pelukannya seperti lumpur, sehingga ia bahkan tidak bisa menggenggam pakaian Sumi.

Sesungguhnya, ini adalah kedua kalinya mereka berciuman.

Saat pertama kali berciuman, Pani benar-benar terdiam, setelah itu dipikir-pikir, selain hanya merasakan pusing, ia tidak bisa merasakan apapun.

Dan di kedua kalinya ini ... terlalu lama.

Sampai ketika Sumi akhirnya melepaskannya, pipi Pani memerah, tubuhnya menjadi lemah, detak jantungnya tidak seimbang, dan nafasnya cepat. Mungkin sama menakutkannya seperti memalingkan mata dan pingsan.

Sumi memeluknya, dan jantungnya juga bergemuruh seperti guntur.

Untuk waktu yang lama.

Sumi memegang pinggang Pani kemudian menekannya kedepan, menyebabkan pinggang Pani bergetar, menatapnya dengan kedua mata yang dipenuhi air mata.

Pupil Sumi yang gelap dan dalam menatapnya dengan sedikit kelemah-lembutan.

Pani menelan kekeringan di dalam tenggorokannya, telapak tangannya menekan bahunya dengan lembut, dan berkata dengan suara kecil, "Paman Nulu, sebentar lagi aku akan terlambat."

Sumi menatapnya dalam-dalam.

Pani juga menatapnya, matanya berkedip, tetapi ia tidak menghindar.

Setiap kali mereka saling berpandangan, mereka seperti membawa api listrik yang menggetarkan hati.

Pani melirik jam tangan di tangannya lagi. Melihat bahwa waktunya sudah sangat terlambat, lalu ia berinisiatif untuk membungkuk, dan dengan malu-malu dan berani mencium sudut bibirnya, kemudian matanya yang bercahaya menatapnya, "Jangan marah lagi."

Hati Sumi terguncang, tiba-tiba memeluk Pani dengan erat, menggigit telinganya dengan kesal, "Gadis jelek,apa kamu tahu?"

Wajah Pani memerah, lalu mejulurkan lengannya di lehernya, dan membelai rambut pendek yang menyentuh bagian belakang kepalanya. "aku tidak menyalahkan dirimu sendiri, keinginan memang tidak benar, selalu tidak benar.”

"kalau niat ku memang benar-benar tidak baik, apakah kamu pikir dengan sedikit kepandaianmu kamu bisa bersembunyi?" Sumi menampar punggungnya dengan kesal.

Pani tertegun, dan ketika ia memahaminya, dan saat itu matanya menjadi lebih manis.

Sumi mengendurkan giginya dan menghela nafas, "Pergi lah."

Pani mengangguk.

Sumi seketika langsung membuka pintu kursi pengemudi, dan melepaskan Pani dari kakinya.

Ketika kaki Pani menyentuh tanah, ia masih merasa sedikit melayang.

Meregangkan tangannya dan menggosok telinga merahnya, Pani mengambil nafas dalam-dalam, lalu ia berlari menuju gerbang sekolah sambil memegang tas sekolah.

Sumi melihat Pani berlari ke gerbang sekolah, bibir tipisnya melengkung sedikit, dan mulai menyalakan mobil dan pergi meninggalkan tempat itu.

Pada saat mobil Sumi melaju keluar, sesosok wanita perlahan keluar dari balik pohon besar.

Novel Terkait

Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu