Hanya Kamu Hidupku - Bab 288 Menyanyikan Lagu Tidur Apa Untuk Paman Ketiga

Kemunculan Demian, situasi jadi berubah, dari kemenangan Boromir menjadi Dorvo.

Boromir sangat pintar, melihat situasi tidak menguntungkan dia, dengan lindungan beberapa anggota setianya, dia melarikan diri.

Di situasi yang baik ini, bagaimana mungkin Dorvo melihat Boromir melarikan diri, yang dia inginkan adalah Boromir menghilang untuk selamanya!

Jadinya.

Dorvo membawa salah satu anggotanya untuk mengejar pria itu.

Pertama kali Boromir berusaha melarikan diri, dia biarkan beberapa anggotanya untuk menghadapi Dorvo, untuk menundakan waktu.

Setelah William dan Demian tiba, Dorvo baru bisa lolos dari kedua anggotanya, segera berlari mengejar Boromir.

Setelah berhasil mengejar Boromir, dibelakangnya ada suara tembakan yang kabur, dengan jarak yang agak jauh.

Situasi ini.

Boromir tahu saat ini tidak menguntungkan bagi dia, hanya membuang waktu, jadinya dia tidak menghabiskan waktu untuk bertengkar dengan Dorvo.

Sekali berhasil dikejar Dorvo, dia memutar balik dan menembakkan dua tembakan kepadanya..

Dorvo berhasil menghindarinya, tapi dia tidak menyia-nyiakan pelurunya, yang dia inginkan adalah pelurunya langsung tepat sasaran di jantung Boromir!

Boromir tidak peduli dengan sasaran tembakannya, satu persatu tembakan dituju kepada Dorvo.

Untuk menghindari tembakannya, Dorvo harus menghindar kiri kanan dan mundur.

Peluru di dalam dua pistol Boromir ditembak habis olehnya, pada akhirnya dia harus dengan tangan kosong menghadap ke Dorvo yang pistolnya tertuju ke jantung hatinya.

Saat ini Boromir tidak berkata apa-apa, hanya dengan pandangan mata yang aneh dan percaya diri menatap ke Dorvo.

Yang dirasakan oleh Dorvo adalah kebencian yang mendalam dan kepuasan tertangkap musuhnya.

Di otak Dorvo hanya ada satu pemikiran, yaitu membunuh Boromir.

Dan dia berencana untuk melaksanakannya!

Tetapi sewaktu dia menembak, ada satu kekuatan besar yang menabraknya dari belakang.

pong pong-------------

Dua suara tembakan dari arah sebelah meledak.

Tubuh Dorvo jatuh oleh kekuatan itu, dia masih belum bisa menghindar, kaos dibahunya ditarik ke sisi depan.

Dorvo merasakan pandangan hitam seketika.

Pong--------

Suara tembakan sekali lagi.

Saat itu.

Cairan hangat bagaikan air mancur menyemprot ke muka Dorvo.

.........

Dorvo menutup mata.

Getaran pada waktu itu, dia tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata.

William yang di tempat tidur mendengar kata “ utang dulu” , dengan muka hitam tanpa bereaksi, dengan bola mata yang seram hanya menatap sekilas ke Dorvo, “ Ellen paling khawatikan kalian, kalau kalian terjadi sesuatu, dia pasti sedih.”

Dorvo membuka matanya, menatap tajam ke William, “ .....hanya karena ini?”

William mengangkat kepalanya, melemparkan kata “ hanya ini” dengan tatapan sombong.

“ Kalau peluru lebih ke bawah sedikit, kamu akan mati! “ Dorvo mengepalkan tangan.

William menutupkan matanya, beberapa detik kemudian, baru terdengar suara dia yang percaya diri, “ Aku tidak akan membiarkan aku sendiri terjadi sesuatu. “ dia berjanji pada perempuan itu, alasan apapun, dia tidak akan biarkan dirinya terjadi sesuatu.

Hm, Tiga orang kecil dirumahnya, masih perlu dia nafkahi! dia......mana boleh terjadi sesuatu!?

Dorvo menghelakan nafasnya, dengan pandangan cepat mata penuh gumpalan merah, menatap ke William, “ Walaupun alasan apapun, kali ini aku utang kamu. Aku Dorvo utang kamu satu nyawa!”

William mengerut alisnya, kedua belah bibir tertutup erat, tanpa berkata.

Rahang Dorvo menegang, “ Kamu istirahat baik-baik.”

Setelah berkata, membalikkan badannya, dengan langkah besar berjalan menuju keluar.

Eldora melihat ke William yang di tempat tidur, mengalihkan tatapannya, melewati pandangan Frans, ikut Dorvo berjalan menuju keluar.

Nurima dengan penuh air mata, duduk di kursi samping tempat tidur, mungkin takut menganggu dia istirahat, tanpa berkata, seperti takut William terjadi sesuatu, khawatir.

......

Di kamar Dorvo.

Dorvo berjalan menuju ke kamarnya, balikkan kepala melihat Eldora yang ikut ke dalam, dengan alis yang tertekan, “ Ada sesuatu?”

Eldora berjalan menujunya, memegang kedua tangan pria itu, dengan kekhawatiran, “ Apakah kamu terluka?”

Dorvo melepaskan tangan Eldora, “ Aku tak ada apa-apa!”

Eldora menghela nafas ringan, melihat ke Dorvo, “ Adik ipar sehat, beberapa tembakan tidak kena tempat penting, dokter sudah membersihkan lukanya, tidak jadi masalah, kamu jangan menyalahkan diri.”

Mendengarkan kata Eldora, Dorvo tidak berkata, hanya memandang ke prai itu dengan mata yang suram.

“ ......Ada apa? “ Eldora aneh, “ Dorvo, Kenapa melihat kepada aku?”

Dorvo menyipitkan matanya, membalikkan badannya dan melepaskan jaket yang penuh kotoran, “ Mulai hari ini, Kota Rong tiada Boromir.”

Nafas Eldora tertahan, dengan muka yang kencang, dan sedikit gemetaran.

Pemikiran siang dan malam akhirnya menjadi kenyataan, kegembiraan yang susah ditahan dan tak berani percaya itu adalah kenyataan.

“ ......Dia, meninggal?” suara Eldora gemetaran bagaikan daun yang rontok di tiup angin.

Pikiran Dorvo terlukis pemandangan sewaktu Boromir tumbang di depan dia, dengan pandangan serius, “ hm.”

Eldora buka mulut, dengan nafasnya yang kuat, air mata mengalir keluar dari matanya, “ ......mati, mati, akhirnya, akhirnya mati. ya.......”

Eldora menutup mulutnya, berusaha menghentikan tangisannya.

Dorvo melepaskan jari tangannya di kancing kemejanya, balikkan badannya dan melihat ke Eldora.

“ Dorvo.....” Eldora menatap ke Dorvo, “ Kita, Kita akhirnya keluar dari neraka, benar nggak? Akhirnya kita bisa membalas dendam kedua orang tua kita, dengan tangan kita, apakah benar?ya......”

Eldora mengenggam kuat tangannya di sebelah kiri hatinya, menangis dengan tangisan sedih dan gembira.

Dorvo menghela didalam hati, berjalan ke depan, menggulurkan tangannya dan memeluk Eldora yang gemetaran, “ Hm. segala sesuatu, akan berangsur baik.”

“ Huhu.”

Eldora bersandar di dada Dorvo, air matanya mengalir tanpa terkontrol.

Air mata kali ini beda dengan air mata sebelumnya, karena air mata yang mengalir dari matanya adalah pertanda kelegaan, kegembiraan dan kelahiran kembali!

......

Sore, Luka William infeksi mengakibatkan dia demam, karena demam dia dalam siklus bangun tidur bangun tidur.

Dorvo kali ini tidak arogan ke rumah sakit tangkap dokter, tapi dia mengundang satu tim dokter medis, untuk memeriksa William.

Dokter melakukan infus terhadap William, menurunkan panas badannya, dan memberikan obat turun panas dan obat pemulihan lukanya.

Sewaktu malam hari, panas badan William sudah mulai turun.

Sesampai malam jam 11, dalam keadaan tidur pingsan tiba-tiba terbangun.

Samir dan Frans menjaga dia, terkejut melihat dia tiba-tiba membuka mata, memikirkan orang ini kenapa ya.

Sekali orang ini buka mulut, kata pertama yang diucapkan adalah minta ponsel.

Samir dan Frans mendengarkannya, saling menatap, perasaan hati aneh.

Mereka mana mungkin tidak tahu, Sewaktu William datang ke Kota Rong, tiap hari telepon kepada Ellen adalah “ tugas “ dia yang tidak boleh lupa.

Tetapi luka dia sudah begitu, hatinya masih memikirkan tugas ini......

Apa yang harus dikatakan Samir dan Frans.

Frans memberikan ponsel kepada William, setelah itu dia dan Samir berjalan menuju ke sofa duduk.

William mengerutkan alis mata, menekan nomor ponsel Ellen.

Seperti sepuluh hari yang dulu, Ellen pertama menerima telepon, “ Paman Ketiga.”

Suara lembut wanita bagaikan angin tenang menyejukkan hati, kerutan alis mata William terbuka, bibir yang kering pucat sedikit bangkit, “ hiburan agak malam, gelisah menunggu ya.”

“ Kalau kamu agak malam telepon aku, aku akan telepon kamu terus-menerus. “ Ellen berkata dengan ketawa kecil.

William menggerakkan alisnya, matanya masih terasa berat belum bisa membuka matanya, “ hari ini jika terjadi sesuatu? Apakah Tino Nino patuh? kamu.....patuh?”

“ Aku bukan anak kecil. “ Ellen berkata dengan suara rendah, “ Kamu menyerahkan rumah ini sewaktu kamu pergi, Aku pasti harus mengatur sebaik-baiknya. Jadi dirumah segalanya baik, Tino dan Nino sangat patuh, aku juga patuh. Sekarang hanya kurang kamu saja.”

Berbicara sampai terakhir, nada suara Ellen ada sedikit ketidakpuasannya, tapi kebanyakan adalah kerinduan yang mendalam.

William menutupkan matanya, sisi bibir sedikit naik, “ Aku akan cepat....”

Kata terakhir “ cepat” baru keluar dari mulutnya, ponsel yang ditangannya jatuh dari tangannya.

Samir dan Frans terkejut, berlari cepat ketempatnya.

Menatap ke William beberapa detik, dan dipastikan seseorang.......tertidur lagi.

Samir menghela nafas panjang, mengambil ponsel yang jatuh di bawah, diletakkan di sebelah telinga.

Terdengar suara rendah Ellen, “ Aku tidak mendesak kamu, kerja lebih penting, kamu dengan hati tenang mengerjakan segalanya baru pulang, Aku dan Tino Nino menunggu kamu dirumah.......kamu ingat telepon ke aku tiap malam melaporkan keadaan kamu. dan...tiap hari lebih memikirkan Tino dan Nino, hm, itu sudah cukup.”

“ .......” Samir mendengar sampai mata panas.

Cewek ini.

Pantasan William yang sakit masih tidak lupa menelepon dia.

“ Paman Ketiga.....”

Ellen menunggu sebentar, belum ada jawaban dari William, merasakan aneh dan berkata.

Samir menatap ke William, tertuju ke ponsel, “ Aku, kakak kelima kamu!”

Ellen, “ ......Kakak ke lima?”

Mendengar kekagetan Ellen, Samir menggerakan alisnya, “ Ellen kecil, apa yang kamu nyanyikan lagu tidur untuk paman ketiga. Paman Ketiga kamu mendengar telepon sudah tertidur. Cepat nyanyikan satu untuk kakak kelimamu.”

“ .....Paman Ketiga, tertidur?” Ellen berkata dengan suara khawatir.

“ Hm.” Samir berkata.

“ .....kenapa bisa tertidur? “ kakak kelima, Paman ketiga sudah berapa lama tak istirahat? “ Ellen berkata gelisah.

“ Jangan khawatir, sudah hampir selesai. Lagi beberapa hari dia sudah bisa pulang. Pada waktu itu kamu harus mengawasi Paman ketiga istirahat banyak. menebus kekurangan tidurnya. “ Samir berkata senyum.

Setelah Samir habis berbicara, lewat sesaat baru terdengar suara rendah Ellen, “ kakak kelima, Kamu bantu aku menjaga Paman ketiga, Jangan biarkan dia sembarangan tidur, bagaimana nanti masuk angin? kamu bawa dia ke tempat tidur.”

Samir berkata, “ ........baik.”

“ Pola makan dia kurang teratur. Tunggu dia bangun, kamu kasih dia makan sedikit makanan baru pergi kerja.”

“ hm, Aku tahu.”

“ Terima kasih kakak kelima. “ Ellen dengan serius berkata.

Samir, “ ......”

Setelah itu Ellen memutuskan telepon.

Samir melepaskan ponsel dari telinganya, melihat ke Frans, menyipitkan mata melihat ke William, menghela nafas panjang.

Novel Terkait

Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu