Hanya Kamu Hidupku - Bab 627 Tuan Sumi Pasti Sangat Sakit Hati

Langkah kaki tergesa-gesa pergi menjauh, tidak lagi terdengar. Sosok kurus keluar dari sudut, bergegas menuju Pani yang perlahan jatuh dengan bersandar pada dinding, menahan bahunya sebelum terjatuh ke lantai.

"Kakak Pani, Kakak Pani… ... apakah kamu baik-baik saja? Apakah kamu baik-baik saja?"

Snow memeluk erat bahu Pani, jantung gemetar panik, memandang wajah Pani yang memar dengan mata merah.

Pani bersandar pada Snow, tubuh meringkuk kesakitan, menarik napas dalam-dalam. Dia mengangkat bulu matanya untuk melihat Snow, dudut kiri dari mulut yang memar perlahan terangkat ke arah Snow, kemudian mata menjadi putih dan dia pingsan.

Melihat lengkungan pada mulut Pani, air mata Snow bergulir jatuh.

Dirinya hampir mati ketakutan, tetapi Pani malah masih tersenyum!

… ...

Firma Law Club, ruang rapat.

Setelah rapat dihentikan oleh Sumi lagi, semua orang di ruang pertemuan saling memandang, mereka sama sekali tidak mengetahui apa yang sedang terjadi.

Xuyan sekilas memandangi orang-orang yang kebingungan, mengerutkan bibir, melihat Sumi yang cemas dan tidak fokus selama rapat, merendahkan suaranya dan berkata "Bos, apakah kamu tidak enak badan? Bagaimana kalau rapat hari ini berakhir di sini saja?"

Alis Sumi terkatup rapat, dadanya menjadi pengap tanpa alasan, membuatnya gelisah dan tidak bisa berkonsentrasi pada rapat.

Mata yang tenang perlahan menyusut, pandangan menyapu orang-orang di ruang rapat. Untuk pertama kalinya dia meninggalkan ruang rapat tanpa mengatakan apa-apa.

Semuanya "... …" kaget.

Xuyan menarik nafas, membubarkan rapat dengan cepat, menyusuli langkahnya.

Begitu Xuyan keluar dari ruang rapat, dia melihat Sumi membawa mantel dan ponsel, berjalan ke arah lift dengan paras dingin.

Xuyan tercengang, Apa yang terjadi dengan bos hari ini?

... …

Sumi naik lift ke tempat parkir di lantai satu dan melakukan panggilan ke nomor Pani lagi.

"Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif… ..."

Tidak aktif lagi?!

Alis Sumi merapat hingga membentuk kerutan yang dalam, wajah tampan tampak tegang, membuatnya terlihat sangat muram dan menakutkan untuk didekati.

Masuk ke dalam mobil, dia mengulurkan tangan untuk menarik dasi kupu-kupu, lalu menghembuskan napas kuat-kuat, tapi dada masih terasa seakan tercekik dan pengap hingga tak tertahankan!

Dia mengertakkan gigi, ekspresinya semakin suram, memutar nomor telepon rumah sambil menyalakan mobil.

Setelah beberapa saat, panggilan dijawab.

Sebelum pihak seberang bicara, Sumi langsung berkata dengan serius "Di mana Pani? Suruh dia angkat telepon!"

“… … Tuan, nyonya keluar sekitar satu setengah jam yang lalu.” Suara Mbok Yun terdengar.

Mendengar itu, jantung Sumi yang sudah tertekan seakan ditindih oleh batu berat lain, sehingga suaranya semakin dingin lagi "Ke mana dia pergi?"

Mbok Yun agaknya menyadari kejanggalan dalam suara Sumi, dia berhenti sejenak, berkata dengan gemetar "Nyonya tidak bilang."

Sumi hampir membanting ponsel!

Telepon dimatikan.

Rasa pengap yang hampir menyebabkan mati lemas menjadi semakin kuat, begitu kuat hingga mata Sumi semerah darah.

Sebelum ponsel nyaris hancur dalam genggaman besinya, dia melonggarkan ponsel dan memutar nomor lain lagi "Dalam setengah jam, aku mau tahu di mana Pani ... … Tidak, 20 menit, aku mau tahu dalam waktu 20 menit!"

"... …"

…...

BMW biru royal melaju kencang di jalur.

Di dalam mobil, Snow memeluk Pani yang tidak sadarkan diri, menangis terengah-engah "Kakak Pani, kamu harus bertahan, kamu harus bertahan. Aku dan idolaku sudah dalam perjalanan untuk membawamu ke rumah sakit. Kita akan segera tiba, kamu harus bertahan, woo… ..."

Tanjing memutar arah kemudi, wajah tampak muram dan tegang, melihat dari kaca spion Pani yang dipenuhi luka dan bernapas lemah di atas sandaran Snow.

Setelah menerima panggilan bantuan dari Snow, dia bergegas kemari secepat mungkin. Ketika dia melihat Snow yang kurus membawa Pani yang terluka-luka dan malang di punggung sambil menangis di gang, amarah dan ketakutan mengisi penuh seluruh dadanya.

Setibanya di rumah sakit, Pani langsung dibawa ke IGD.

Momen ketika pintu ruang gawat darurat yang dingin ditutup, kedua kaki Snow melemah, dia jatuh terduduk di lantai.

Tanjing yang cekat langsung menahannya, menariknya ke atas.

“Woo … … Idolaku, apakah Kakak Pani akan mati?” Snow menarik lengan baju Tanjing, matanya bengkak, hidung dan bibir merah karena menangis, suara rendah dan lemah, sangat menyedihkan.

Hati Tanjing terbenam, sekilas memandangi pintu ruang gawat darurat, lalu menggelengkan kepala "Tidak!"

"Wooo, dia begitu kuat, aku kira tidak akan ada yang berani memukulinya. Hari ini aku sangat sedih ketika melihatnya dipukuli seperti ini. Dia baru saja melahirkan Lian belum lama ini, tidak tahu apakah ini akan mempengaruhi kondisi tubuhnya dan meninggalkan gejala sisa. Uh … …"

Snow panik dan tersedak saat berkata "Kamu tahu tidak? Ketika aku menemukan Kakak Pani, dia bersandar padaku dan tidak bisa berkata apa-apa, tapi dia malah tersenyum padaku. Saat itu aku tidak mengerti kenapa dia tersenyum padaku. Sekarang aku mengerti, dia pasti takut aku akan takut dan khawatir, makanya dia tersenyum padaku… ..."

Snow memang ketakutan, jari-jari yang menarik lengan baju Tanjing gemetaran.

Tanjing memandang Snow, hatinya agak tergerak, dia berinisiatif mengulurkan tangan dan memegang tangan kecil Snow yang sedang memegang lengan bajunya.

"... …" Snow tersentak, mengangkat mata merahnya untuk melihat Tanjing. Idola berinisiatif untuk memegang tangannya… ...

Warna merah jambu melintasi wajah pucat Snow, frekuensi tersedak juga mereda.

Tanjing menariknya untuk duduk di kursi, menatapnya dengan mata yang dalam dan dingin "Tadi aku takut menunda pengobatan sehingga aku bertahan untuk tidak bertanya, apa yang terjadi?"

Mendengar Tanjing bertanya.

Snow tiba-tiba menarik tangannya dari tangan Tanjing, wajah elok diselubungi kemarahan, air mata jatuh tanpa henti, menatap Tanjing "Kamu seharusnya bertanya pada teman baikmu itu!"

"?" Tanjing tertegun.

Snow mengerutkan bibir merahnya "Aku tidak menyangka dia yang bermuka dua dan munafik ternyata begitu jahat! Idolaku, aku benar-benar tidak setuju dengan cara bertemanmu!"

Tanjing "... …"

Snow menilik wajah Tanjing, amarah membara seperti dua gugusan api di matanya.

Dia tidak tahu kenapa dia begitu marah, apalagi melampiaskan amarahnya pada Tanjing. Tapi dia benar-benar tidak bisa menahannya!

“Maksudmu, Linsan?” Tanjing menatap Snow dengan kaku.

“Aku hanya tahu bahwa Kakak Pani dipukuli setelah bertemu dengannya! Dia jelas ada di tempat, tetapi setelah Kakak Pani ditangkap, alih-alih menelepon polisi atau meminta bantuan Tuan Sumi, dia malah menghancurkan ponsel Kakak Pani. Sebelum meninggalkan tempat, dia mengucapkan kata-kata kejam yang berharap Kakak Pani akan dibunuh hari ini juga?"

Snow mencengkeram jari-jarinya dengan kuat, menatap Tanjing tanpa berkedip.

Tanjing terpaku di tempat, hatinya merinding.

Melihat wajah Tanjing langsung putih seperti salju, Snow mengernyit. Selain marah, dia merasakan ketidaknyamanan yang tidak bisa dijelaskan!

Suara langkah kaki yang berat bercampur suara sepatu hak tinggi datang.

Snow menoleh ke arah suara.

Ketika melihat pria berparas suram berjalan kemari dengan langkah besar, hati Snow bergidik. Dia bangkit tanpa sadar "Tuan, Tuan Sumi… ..."

Pupil Sumi ditutupi kesuraman, atmosfer di sekitarnya penuh dengan kebengisan dan kekerasan.

Sumi yang seperti itu tidak hanya membuat Snow tertegun, tetapi juga membuat Tanjing yang duduk di kursi dengan lesu tertegun.

Ini adalah kedua kalinya, kedua kalinya ekspresi kejam muncul pada pria yang lembut dan murni ini.

Pertama kali adalah di pameran lukisannya.

Dalam waktu lima bulan, dia menyaksikan kembali sisi kejam pria ini lagi.

Tanjing meremas jari-jarinya, gumpalan darah merayap di sudut mata, bola mata perlahan berputar ke arah wanita yang muncul bersama dengan Sumi.

“Tanjing?” Wajah cemas Linsan sontak muncul kekagetan saat dia melihat Tanjing.

Tanjing tidak menjawab, dia hanya menatap Linsan dengan tatapan suram tanpa mengalihkan pandangan.

Tatapan seperti itu membuat Linsan agak bergidik.

Pintu ruang gawat darurat terbuka.

Snow belum sadar dari keterkejutannya, sementara Sumi sudah melangkah maju.

Sampai Sumi memasuki ruang gawat darurat, ketiga wanita baru menoleh ke arah pintu.

Pada saat yang sama, suara keras terdengar dari ruang gawat darurat.

Ketiga orang tercengang, mereka terpaku di tempat dengan mata membelalak.

Ruang gawat darurat.

Dokter dan dua perawat memandang Sumi yang seolah dirasuki setan dengan ketakutan.

Sumi berdiri di sisi ranjang rumah sakit, tangan kanan yang terkepal erat meneteskan darah ke lantai.

Seluruh tubuhnya terentang seperti batang pohon yang lurus, pupilnya tidak memiliki sedikit pun cahaya dan suhu. Dia menatap lurus ke arah Pani yang terbaring di ranjang rumah sakit. Wajah Pani yang semula tidak lagi dapat terlihat.

Suasana seram dan teror menyebar ke seluruh ruang gawat darurat.

Butuh waktu lama bagi dokter untuk menggeliat bibirnya dan mengeluarkan suara yang sulit sambil menatap Sumi, “Luka, luka yang paling parah pada pasien adalah patah tulang pinggang, bagian lainnya tidak begitu serius. Sedangkan untuk luka di wajah dan badan, itu semua hanya trauma kulit, tidak ada luka dalam."

Patah pinggang, tidak serius!?

"Heh… ..." Sumi tiba-tiba menyeringai muram.

Sekujur tubuh dokter mulai merinding, memandang Sumi dengan gemetar.

“Apakah kalian tahu sehelai rambutnya saja yang terluka sudah mampu membunuhku!” Kata-kata Sumi seakan melayang keluar dari neraka, begitu mengerikan dan menyeramkan, membuat orang bergidik dan merinding.

Dokter dan perawat menatap Sumi dengan bengong, sama sekali tidak berani bergerak.

Apakah kalian tahu sehelai rambutnya saja yang terluka sudah mampu membunuhku!

Air mata yang baru saja berhenti kembali dicurahkan Snow. Melihat Kakak Pani terbaring di ranjang seperti itu, Tuan Sumi pasti sangat sakit hati!

Tanjing menggertakkan gigi, gemetaran tak bisa ditutup dari wajahnya. Dia masih menatap Linsan.

Linsan menatap ke arah ruang gawat darurat dengan tatapan kosong, bibirnya pucat.

Ternyata dia sangat mencintai Pani… ...

... …

Di ruang VIP, luka di tubuh dan wajah Pani sudah dibersihkan, obat sudah dioleskan, pinggang juga sudah dibalut.

Pada saat ini dia terbaring di ranjang rumah sakit dengan alis berkerut erat, kedua bibir kering terkatup rapat, kelihatan sangat tidak tenang.

Sumi duduk di tepi ranjang, memegang dan meletakkan tangan kanan Pani di atas telapak tangannya sendiri dengan sangat hati-hati, lalu memperhatikan jari-jari kecil Pani yang bengkak. Rasa sakit yang mendalam bagai racun yang menyebar di tubuhnya.

Sumi perlahan menundukkan kepala, bibir tipis yang dingin tercetak di jari kelingking Pani.

Begitu bibirnya bersentuhan dengan tangan Pani, tangan Pani sedikit bergerak. Gerakan ini bak pisau tajam yang menembus jantungnya.

Novel Terkait

Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu