Hanya Kamu Hidupku - Bab 178 Dia Benar-Benar Memanggilku Tante

Vima memeluk punggung Ellen, dan menepuk-nepuk nya dengan lembut dengan tangannya, tetapi pandangannya terhenti pada perban yang membungkus kepalanya, hatinya mengepal, dan bertanya kepadanya, "Ellen, ada apa dengan kepalamu? Bagaimana bisa terjadi ? "

Mata Ellen menyipit, namun dia dengan cepat tersenyum, "tidak sengaja terjatuh."

Ellen sambil berbicara, melepaskan diri dari pelukannya, menyeringai dengan permintaan maaf dengan matanya besar.

"Jatuh? Apakah serius?" Vima mengulurkan tangan dan membelai luka di kepala Ellen dengan sayang.

Ellen memperhatikan alis ketat Vima, dengan lembut menggelengkan kepalanya, menarik tangan Vima untuk duduk di sofa. Dengan alami mengalihkan percakapan, "Ma, kenapa hari ini kamu datang ke sini ?"

Vima menghela nafas, salah satu tangannya memegang punggung tangan Ellen, "Aku tidak bisa menghubungi kamu selama beberapa hari terakhir. Aku pergi ke sekolahmu untuk mencarimu. Teman baikmu mengatakan kepadaku bahwa kamu sedang ijin. Aku khawatir, jadi bertanya tentang kediaman Tuan William dan aku datang kesini. "

"Ya, aku mengambil izin karena aku melukai kepalaku. Maaf Ma, aku seharusnya memberitahumu, membuat Kamu menjadi khawatir karena aku."

Ellen meminta maaf karena bersalah.

Vima dengan lembut membelai wajah Ellen, "Mama khawatir tentang anaknya, Adalah hal yang lumrah, tidak ada yang perlu dimaafkan, Sekarang lihat dirimu... Ai, pasti sakit ya ?"

Vima berkata, dan memandangi luka Ellen dengan gelisah.

"Tidak apa-apa. Dokter mengatakan bahwa aku harus menunggu selama satu minggu, Dalam satu minggu, perban ini bisa dilepas." Ellen menyandarkan kepalanya di bahu Vima, berkata lembut dan manja dengan ibunya.

Vima membelai tangannya, meskipun Ellen mengatakan ini, Namun dalam wajahnya masih ada tersisa ekspresi sedih.

Sambil menghela nafas, Vima memandang William, "Tuan William, Ellen sejak kecil sudah nakal, Beberapa tahun ini dia banyak menyusahkan Kamu ya."

Ellen menjulurkan lidah, kepalanya masih dia sandarkan di bahu Vima, dan menatap William dengan matanya yang bersinar, "Paman, apakah aku nakal?"

Alis kanan William terangkat hingga tidak terlihat, dan mata hitamnya berisi kehangatan, Setelah menatap wajah bersih Ellen,pandangannya mendarat kepada Vima. Dia berkata pelan, "Ellen sangat baik dan patuh. Dia tidak pernah membuat Aku khawatir. "

Ellen memandangnya yang dengan serius berkata bahwa dia patuh, Dia gembira secara sembunyi, dan memandang ibunya, "Ma, Kamu sudah dengar kan ? Aku sangat penurut, tidak membuat khawatir orang lain."

“Kamu.” Vima berkata dengan tidak berdaya.

Sebenarnya, dari kontak dan komunikasi singkatnya dengan William.

Vima bisa merasakan cinta tulusnya dan perlindungannya kepada Ellen.

Karena itu, Vima juga merasa rasa terima kasih dan terharu kepada William.

Ellen yang menaikkan alisnya pun tersenyum, dalam pandangannya jelas terlihat cahaya gembira yang murni, dia mengedip pada William.

William memandang Ellen, dan sudut bibirnya melengkung tipis.

"Ellen, matamu kenapa?"

Ketika Vima menunduk menatap Ellen, dia tiba-tiba melihat memar di sudut mata Ellen, terkejut, memegang bahu Ellen untuk mengangkatnya, dan mengerutkan kening memandang matanya.

Karena terlalu tiba-tiba, ekspresi di wajah Ellen menjadi agak kaku, hal ini dilihat penuh oleh Vima yang curiga dan cemas.

Senyuman di bibir William pun tenggelam karena itu, alisnya menyipit dan matanya menatap Vima dan Ellen.

"Ellen, kamu..."

Ketika Vima berbicara,dia menatap William.

Kerutan di alis William menjadi semakin dalam,namun ia dengan tenang berkata, "Bibi, maafkan aku yang tidak bisa melindungi Ellen dengan baik."

Vima, "..."

Jadi, bisakah dia memahami bahwa luka di kepala dan mata Ellen bukan sesederhana mengenai jatuh saja.

Vima merasakan sakit di hatinya, mengepalkan tangan di bahu Ellen menatapnya dengan cemas, "Ellen, ayo kata kan kepada Mama, sebenarnya apa yang terjadi?"

"Ma, Kamu terlalu gugup. Aku benar-benar tidak sengaja terjatuh," Ellen menarik napas dengan tenang, dengan tetap menatap Vima dengan ekspresi riang di wajahnya.

Vima terus menatap Ellen dengan curiga.

Ekspresi Ellen sangat nyata, Sehingga Vima masih bingung membedakannya.

"Ellen, kamu benar-benar terjatuh?" Vima berkata.

“Sungguh.” Ellen menyeringai dan menarik tangan Vima dengan erat, dan meletakkannya di pahanya.

Vima mengerutkan kening, memperhatikan Ellen dengan pandangan yang cemas.

Vima hanya bisa tinggal disana selama satu jam, setelah itu dia harus meninggalkan villa.

Ellen dan William mengantar Vima keluar.

Saat berdiri di tangga batu di gerbang villa.

Ellen seakan tidak ingin melepaskan tangan Vima, "Ma, apakah Kamu benar benar tidak bisa tinggal untuk makan siang?"

“Lain kali ya.” Vima tersenyum dan menyentuh wajahnya yang sedih.

Ellen mengerutkan kening.

Vima memandang Ellen dengan senyum di wajahnya, "Kalau begitu Ma pergi dulu ya."

Ellen menarik napas dan mengangguk, "Hati-hati dijalan."

"Oke," kata Vima, dia menatap William yang berdiri di belakang Ellen. "Tuan William, Aku pamit dulu."

"Anda juga hati-hati di jalan," kata William.

Anda?

Vima mengerutkan kening.

Dia pun segera melepaskan tangan Ellen dan berjalan menuju mobil yang diparkir di depan villa.

Tepat setelah menuruni tangga batu, Vima tiba-tiba berhenti.

Ellen yang terkejut, segera menuruni tangga dan berdiri di depan Vima, "Ma, ada apa?"

Vima mengerutkan bibirnya,mengulurkan tangan dan memegang tangan Ellen, "Ellen, Tuan Besar Dilsen, Menurutmu kapan Mama bisa datang berkunjung?"

Ini...

Ellen menatap seseorang tanpa sadar.

William menurunkan kelopak matanya, menuruni tangga batu, sambil memandang Vima dan berkata, "Aku sudah membicarakan masalah ini dengan Kakek. Jika Tante ada waktu, kita bisa pergi bersama."

Tante?

Ekspresi wajah Vima sedikit berubah.

Kali ini, dia merasa yakin dia mendengarnya dengan benar.

Apakah dia benar-benar memanggil Tante?

Vima mengerjapkan mata ke arah William, hatinya merasa aneh,namun tidak bisa diutarakan, sehingga ia hanya berkata, "Aku selalu ada waktu. Jika Tuan Besar Dilsen ada waktu kosong, Aku rasa semakin cepat semakin baik untuk mengunjungi beliau."

Semakin cepat semakin baik...

William menyipitkan matanya dan berkata, "Aku akan bertanya pada Kakek terlebih dahulu dan akan Aku kabari Kamu waktunya."

"... Oke. Selamat tinggal," Vima setelah selesai berbicara, buru-buru meninggalkan pandangan wajah William, dia juga dengan cepat berkata kepada Ellen, "Mama pergi dulu. Jaga diri baik baik, Rawat lukamu baik-baik ya ?"

“Baik.” Ellen mengantar Vima ke arah mobil.

Supir sudah keluar dari mobil dan membuka pintu kursi belakang.

Vima memandang Ellen dengan lembut untuk sesaat sebelum dia membungkuk masuk ke dalam mobil.

Pengemudi menutup pintu mobil, berjalan cepat ke kursi pengemudi, dan masuk ke dalam.

Ellen pun mundur beberapa langkah, matanya terus menatap ke arah kursi mobil belakang yang diduduki Vima,Pandangan matanya terlihat dia sangat bergantung padanya.

Vima yang duduk di dalam mobil memandang Ellen, hatinya dipenuhi kesedihan dan kehangatan.

Sebelum pengemudi menyalakan mobil, Vima menurunkan jendela mobil, sambil memandang Ellen berkata, "Ellen, tunggu Mama."

Ellen terkejut, saat dia akan mengucapkan sesuatu, Mobil sudah berjalan, berputar arah dan keluar dari villa itu.

Ellen terus memperhatikan mobil yang berjalan pergi itu, hingga akhirnya ekor mobil sudah tidak kelihatan, Dia baru dengan perlahan-lahan menutup bibir tipisnya yang terbuka.

Sambil menarik napas dalam-dalam, Ellen membalikkan badannya dan menoleh ke arah William, melihat William yang sedang mengerjapkan bulu mata hitamnya, dia tampak diam, tidak tahu apakah yang sedang ia pikirkan.

Mata Ellen menyipit, dia pun melangkah maju, hingga berdiri di depan William, dan memiringkan kepalanya untuk melihat William.

Hingga ketika William tiba-tiba mengangkat kelopak matanya, matanya yang gelap langsung menatap pada Ellen.

Hal ini, membuat Ellen terkaget hingga dia mengambil napas dan kakinya secara alamiah mundur beberapa langkah ke belakang.

Bibit William bergerak, dia mengetukkan jarinya di dahi Ellen, dan meraihnya tangan kecilnya, menuntunnya ke arah rumah.

Ellen, "..."

Jadi, orang itu sengaja menakuti dia tadi?

(⊙﹏⊙) Benar benar kekanak-kanakan!

...

Setelah meninggalkan rumah sakit, semuanya tampak kembali kepada aktivitas sebelum semua kejadian ini terjadi.

Ellen juga melanjutkan rutinitasnya yang biasa, Setiap hari selain istirahat, belajar, sisanya adalah makan.

Dan hal ini terus berlangsung selama satu minggu.

Pada hari minggu

Adalah waktu pertemuan yang sudah dijadwalkan antara Vima dan William.

Yang Ellen tidak bayangkan adalah sejak dia berkenalan dengan Vima, sikap William yang menyetujui permintaannya dengan cepat.

Sikap Hansen juga melampaui imajinasi Ellen yang bisa dengan cepat menyetujui permintaan berkunjung dari Vima. Dia mendengar william yang berkata ketika mengetahui Vima ingin mengunjunginya, dia kelihatan sangat gembira.

Meskipun Ellen tidak bisa memahaminya, Sikap Hansen dan William yang bisa menerima hubungan Vima dengannya, membuat Ellen merasa sangat tersentuh.

Waktu berkunjung ditetapkan pada siang hari pada hari Minggu.

Karena Vima berangkat dari rumah Keluarga Xie dan tidak searah dengan Coral Pavilion.

Sehingga Ellen dan Vima berjanji untuk bertemu di depan rumah Kakek Tua.

Ellen dan William berangkat dari vila tepat waktu pada jam 11 pagi.

Sejujurnya, Jika bukan Vima yang bersikeras ingin mengunjungi secara pribadi, William tidak akan pernah membawa Ellen kembali ke rumah ini.

Pukul sebelas empat puluh menit, Ellen dan William tiba di depan rumah Kakek.

Vima tiba lima menit sebelum Ellen dan William tiba.

Melihat Ellen dan William yang turun dari mobil, Vima mendorong pintu mobil dan berjalan keluar.

Vima mengenakan gaun berwarna biru yang anggun. Roknya bermotif bunga, tidak terlalu ketat, tapi saat dikenakan terlihat ramping.

"Ellen."

Vima berjalan mendekat, menggenggam tangan Ellen, dari alisnya terlihat sedikit gugup, "Yang penting kamu sampai,Jika kamu tidak datang aku pasti akan sangat gugup."

Ellen tersenyum melihat Vima yang bernafas lega dan berkata, "Jangan gugup, Kakek sangat tenang."

Vima menarik napas, menggandeng tangan Ellen, dan berkata, "Aku membeli beberapa hadiah. Kemarilah."

Ellen dituntun menuju mobil oleh Vima.

Ketika membuka kursi belakang, Vima mengambil beberapa tas dari dalam, termasuk teh kualitas baik, produk kesehatan dan beberapa hadiah lainnya.

Ellen dengan sibuk mengambilnya.

"Aku tahu Tuan Dilsen tidak kekurangan apa-apa, tetapi ini adalah sedikit hadiah dari aku," kata Vima.

Ellen tersenyum padanya.

"Ayo pergi."

Vima menarik napas lagi dan berkata.

Ellen mengangguk.

William mengulurkan tangan ke depan dan memberi isyarat supaya Vima berjalan di depan.

Vima mengangguk pada William dan berjalan menuju pintu.

William berjalan ke arah Ellen, mengambil tas yang ada di tangannya, mengulurkan tangan secara otomatis untuk menggandeng tangannya.

Diluar dugaan, Ellen menghindarinya.

William mengerutkan kening, mata hitam yang dingin menatapnya.

Ellen malu dan memberi isyarat dengan matanya ke arah Vima.

William menyipit, matanya menatap sekilas kepada Vima, dan bibirnya yang tipis semakin tipis.

Ellen sedikit mengangkat bahu, melepaskan tangan dari lengan William, dan berjalan di belakang ke arah Vima.

William berdiri diam disana, mengernyitkan keningnya, menatap Ellen selama beberapa detik, dan melangkah maju.

Novel Terkait

Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu