Hanya Kamu Hidupku - Bab 403 Begitu Putus Asa Dan Merasa Rendah Diri Dalam Mencintai Seseorang.

Pluto dan Vima membawa Venus pergi meninggalkan vila keluarga Hamid. Baru sampai setengah jalan, tiba-tiba Venus menjawab sebuah telepon dari ‘pacarnya’. Setelah bicara tidak lama, wajah Venus menegang.

Belum sampai dua menit, Venus pun menutup teleponnya. Lalu, meminta sopir untuk menepi dan berhenti di sisi jalan. Dia berkata kalau pacarnya sebentar lagi akan menjemputnya dan dia pun meminta Pluto dan Vima pulang duluan ke vila.

Pluto dan Vima baru pertama kalinya mendengar Venus mengatakan dia pacaran seperti ini.

Mereka pun sangat penasaran terhadap pacar Venus.

Hanya saja melihat wajah Venus, tampaknya dia sedang sedih dan kebingungan.

Awalnya Pluto dan Vima punya niat untuk berhenti dan menunggu sampai pacar Venus datang, baru mereka pergi. Tapi menurut mereka, hal itu tidak baik jika dikatakan saat ini. Jadi dia pun menghibur sejenak Venus lalu meminta sopir untuk menyalakan lagi mobilnya dan pulang kembali ke vila.

Tidak lama setelah Pluto dan Vima pergi, sebuah mobil berhenti di depan Venus.

Venus tidak mengkonfirmasi dulu, dia langsung saja membuka pintu mobil lalu masuk dan duduk.

Di mobil, selain seorang pria yang punggungnya bungkuk dan saat ini mengenakan topi hitam, di dalam mobil juga ada Zaenab.

Tapi setelah Venus masuk ke dalam mobil, pria itu dan Zaenab tidak mengatakan apapun.

Mobil pun dalam keheningan melaju ke depan tanpa suara.

Setelah mobil melaju lima enam menitan.

Venus tiba-tiba mengangkat pandangan matanya lalu berkata kepada pria yang duduk di bangku pengemudi, “Ayah, dimana Vania?”

Damar meletakkan tangan besarnya yang gelap di atas stir lalu mengangkat topinya sampai ke kening, lalu melihat ke belakang ke venus dari kaca mobil. Kedua mata itu seolah menyembunyikan terlalu banyak kekeruhan di sana bahkan sampai tidak bisa dengan jelas melihat warna asli dalam matanya. Suaranya juga terdengar berat tidak wajar dan cukup aneh, “Dia ada di tempat yang tak mungkin ada seorang pun bisa menemukannya.”

Mata Venus tersentak lalu memicing tajam sambil memerintahkan, “Sebelum tanggal sepuluh, pastikan tidak ada seseorang pun bisa menemukannya!”

Damar menatap tajam Venus, “Tenang saja.”

Venus memejamkan matanya, punggungnya yang tegang pun disandarkan ke belakang ke sandaran bangkunya. Alis dan dan hidungnya mengerut, suara seraknya terdengar sangat lelah sekali dan cemas, “Bukankah masalah aku yang anak kandung dari Keluarga Rinoa sudah terbongkar.”

Damar mengerutkan keningnya, menatap Venus, “Kalau begitu bagaimana ini?”

Zaenab juga cemas dan menatap tajam ke Venus, “Yang kamu maksud terbongkar adalah?”

Venus masih saja memejamkan matanya, wajahnya muram dan menggelap, “William, Hansen, Bintang...harusnya sudah tahu apa.”

Ujung hati Zaenab sangat terkejut dan dia pun membelalakkan matanya..

“Setelah Hansen dan William tahu kalau Vania menghilang, dia pasti langsung membunuh keluarga Hamid dan di waktu yang bersamaan juga menyuruh bibi muda untuk segera memberitahu suaminya dan Bintang, juga menghubungi kita untuk segera datang. Lalu, William akan mengungkapkan kenyataan aku yang suka bintang di depan tiga orang dari tiga keluarga bibi muda, aku...dan di depan orang tua adopsiku Dan dia pasti memberi petunjuk kalau aku demi menghalangi Bintang dan Vania mendaftarkan pernikahan maka akan membuat Vania tiba-tiba menghilang.”

“Bagaimana kamu menjawabnya?” kata Zaenab cemas.

Venus membuka matanya melihat ke Damar yang sedang duduk di bangku pengemudi, lalu tersenyum pahit, “Di saat semacam itu, apa lagi yang bisa aku ucapkan? Selain membantahnya, aku sudah tidak punya cara apapun lagi.”

Tenggorokan Zaenab pun menegang, dia pun mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Venus. Tampak kesedihan di matanya ketika melihat Venus.

Hati Venus sangat sakit sekali ketika teringat dengan ucapan dirinya pada keluarga Hamid membantah kalau dirinya menyukai Bintang.

"Zaenab, apa kamu tahu apa yang aku katakan hanya untuk membuktikan aku tidak menyukai Bintang?”

Venus menatap Zenab dengan dinginnya, “Aku bilang kalau aku tidak mungkin punya perasaan yang kotor dan menjijikan kepada orang yang aku anggap adik kandungku sendiri. Aku bilang diriku jijik dan kotor. Aku telah mengatakan kalau cintaku yang sangat hati-hati ini jadi benar-benar begitu rendah dan tak berharga, kotor dan sangat memandangnya rendah. Kamu tahu bagaimana perasaanku ketika aku memaksakan diri mengatakan kata-kata seperti itu?”

Venus mengangkat sudut bibirnya tinggi-tinggi, tapi matanya memerah bagai darah. Ketika bicara, terdengar serak dan gemetar dalam suaranya. Setiap napasnya seolah membawa kesakitan besar bagai hati terobek, Sakit sekali bagai ditusuk pisau! Aku hanya merasakan hatiku bagai sedang menerima siksaan beribu pedang! Aku sungguh sakit sekali, sangat sakit sekali!”

“Venus....”

Zaenab mengeratkan genggamannya di tangan Venus, air matanya pun juga mulai menetes dari sudut matanya, “Aku mengerti, aku mengerti!”

“Bagaimana mungkin kamu bisa mengerti? Kamu tidak pernah sepertiku yang begitu putus asa dan merasa rendah diri hanya untuk mencintai seseorang. Jadi jelas kamu tidak akan mungkin tahu bagaimana perasaanku sekarang.” Tubuh Venus gemetar, matanya memerah dan begitu lemah dan lemas menatap ke Zaenab.

Zaenab memandang Venus yang sekarang begitu kesepian, putus asa dan lemah. Hatinya merasa sangat sedih dan sakit sekali tapi sayangnya dia tidak ada kata-kata yang bisa dia ucapkan di saat seperti ini.

Memang.

Dia belum pernah seperti Venus yang mencintai seseorang seperti itu. Tidak, harusnya yang benar adalah dia tidak pernah mencintai seseorangpun selain Damar dan Venus!

Dia hanya tahu.

Di dunia ini, Damar dan Venus adalah dua orang yang terpenting dalam hidupnya.

Yang lainnya, tidak lebih penting dibandingkan dengan mereka di dalam hati Zaenab!

“Ini semua adalah salah ayah! Jika ayah tidak...kalian sekarang tidak perlu sampai harus menjalani hidup sekeras ini. Diipaksa begitu keras!” kata Damar dengan suara yang terdengar sangat sedih dan marah sambil menggenggam erat stirnya.

Bulu mata Venus gemetar, dia pun menatap Damar . Lalu berusaha tersenyum sebisanya, “Ayah, ini tidak ada hubungannya denganmu. Semua hal yang terjadi tahun itu, pada dasarnya adalah jebakan yang dibuat oleh seseorang kepadamu. Aku dan Zaenab saat itu masih sangat kecil, tidak punya kemampuan dan kekuatan sehingga membuat orang-orang itu berhasil memfitnahmu sehingga harus masuk penjara bertahun-tahun. Tapi sekarang sudah berbeda, Aku dan Zaenab sudah dewasa dan punya kemampuan dan kekuatan. Kamu tenang saja, aku dan Zaenab tidak akan melepaskan orang-orang yang sudah menyakiti dan memfitnahmu! Tunggu setelah masalah ini kelar, aku dan Zaenab akan balas dendam kepada orang-orang itu!”

“Benar apa yang dikatakan Venus. Ayah, kamu hidup dalam fitnahan selama bertahun-tahun, hal ini tidak bisa dibiarkan dan dilepaskan begitu saja! Orang-orang itu harus menerima hukuman yang memang seharusnya mereka terima!” kata Zaenab marah sambil mengepalkan tangannya dengan erat.

Mendengar ucapan Zaenab dan Venus ini, kedua mata Damar yang keruh bersinar, dia merapatkan bibirnya lalu menundukkan dagunya seolah tidak ingin terlihat, tanpa mengucapkan apapun.

Venus tidak meminta Damar untuk mengantarnya ke tempat tinggal sementaranya sekarang. Dia malah meminta Damar untuk jalan-jalan memutar dulu selama sepuluh menit lalu barulah meminta Damar untuk mengantarnya kembali ke vila Keluarga Rinoa.

Sepulangnya di Vila.

Yang membuat Venus sama sekali tidak menyangka adalah Bintang ternyata sekarang sedang duduk di sofa di ruang tamu.

Hati Venus bergetar dingin, dalam sekejap jantungnya berdegup dengan kencang.

Kedua kaki Venus berdiri membeku di depan pintu teras, matanya memerah tanpa sadar dan begitu saja memandang pria yang duduk di sofa, sama juga pria tampan itu memandang kepadanya.

Mereka hanya saling memandang seperti ini.

Venus merasa hatinya sangat tersentuh.

Pluto dan Vima juga sedang duduk di sofa di ruang tamu.

Melihat Venus matanya memerah dengan suasana hati yang tampak begitu rumit, mereka mengira Venus sedih dan belum melakukan apa yang ingin dia lakukan. Mereka pun semua percaya tentang Venus yang sebenarnya tidak menyukai Bintang.

Paling tidak mereka merasa kalau Venus dan Bintang butuh ruang dan waktu untuk mengobrol berdua. Pluto dan Vima pun berdiri dengan penuh ‘perhatian dan memahami’ meninggalkan ruang tamu dan naik ke lantai dua. Menyerahkan ruang tamu yang besar itu kepada Venus dan Bintang.

....

Pluto dan Vima naik ke lantai dua sedangkan Venus dan Bintang saling memandang sebentar.

Bintang baru saja perlahan mengangkat sudut bibirnya, masih saja seperti matahari tanpa mustard, “Kakak sepupuku, Mau berapa lama kamu berdiri di sana? Apa kamu tidak capek?”

Mendengar ucapan ini, Venus pun menegang tidak seperti biasanya. Dia menundukkan kepalanya untuk tidak membiarkan air matanya menetes dan dilihat oleh Bintang.

Kedua kakinya membeku, dia pun perlahan pergi ganti sandal, lalu barulah mendongak menatap Bintang, “Lihat ini siapa yang datang? Tamu mata-mata ya!”

Bintang menaikkan alisnya, “Kakak sepupu, sekarang semakin populer saja, populer sampai-sampai sudah tidak mengenali adik sepupunya sendiri?”

Venus berjalan ke arah sofa lalu meletakkan tas yang ada di tangannya di sofa. Dia pun dengan mata yang memerah memandang Bintang lalu berkata lembut penuh senyum, “Kalau bicara mengenai popularitas, aku yang hanyalah pemain piano ini jelas popularitasnya kalah banyak jika di depan Presdir Perusahaan Hamid ini. Sekarang di Kota Tong ini, keberadaan siapa yang lebih menonjol dan populer dibandingkan Presdir Perusahaan Hamid?”

Kelihatannya saja tersenyum di luar, padahal dia berusaha menahan sedih dan pahitnya.

Dua mata Bintang di wajah Venus sedikit berubah dan dia tersenyum lalu menyandarkan punggung lebarnya ke sofa.

Venus melihat Bintang mengeluarkan rokok dan korek dengan terlatihnya dari saku celananya.

Lalu melihat lagi Bintang menyelipkan rokok itu di antara kedua bibirnya.

Jesss..

Korek itu pun menyala merah di antara jemari panjang dan rampingnya.

Venus hanya memandangi Bintang yang menyalakan rokoknya dan menghirupnya perlahan-lahan.

Asap abu-abu keluar dari bibir dan hidungnya, berputar-putar di udara dan semakin lama semakin menipis.

Venus mencubit telapak tangannya, menatap wajah tampan Bintang yang tidak dapat terlihat jelas di bawah asap tipis. Dia mencoba menarik sudut mulutnya untuk tersenyum, "Kapan kamu mulai merokok?"

Bintang memicingkan matanya dengan malas lalu mengangkat dagunya yang tajam dan mengisyaratkan ke Venus untuk duduk, “Belum lama ini, kira-kira beberapa bulan yang lalu.”

Beberapa bulan yang lalu....

Venus duduk dengan sedikit membeku di sofa. Menurunkan bulu matanya lalu berkata dengan suara pelan, “Kalau bilang begitu berarti kamu mulai merokok sejak Ellen kembali ke Kota Tong belum lama ini ya?”

Bintang tidak mengatakan apapun.

Venus juga tidak mengangkat pandangan matanya, kedua tangannya mengepal di atas lututnya, “Perasaanmu terhadap Ellen lumayan dalam ya. Berkali-kali pengalaman mabuk beratmu, semuanya karena Ellen. Sekarang mulai merokok pun juga karena Ellen.”

Bintang mengerutkan keningnta, wajahnya langsung berubah membeku dan jadi dingin.

Venus mengangkat pandangan matanya mengeratkan kepalan tangannya, “Setiap kali bicara tentang Ellen kepadamu, kamu seolah langsung berubah jadi orang lain, membuatku selalu merasakan perasaan seolah aku tidak pernah mengenalmu.”

Bintang sudah cukup lama menghisap rokoknya.

Dia membungkuk mata merahnya menatap ke asbak lalu dia mematikan rokoknya. Setelah baru saja merokok, suaranya terdengar sedikit serak, “Masalah hari ini, kakak sepupu jangan diambil hati.”

Venus mengeratkan pandangannya ke kedua mata Bintang, dia mengedipkan matanya menatapnya bingung.

Bintang kembali bersandar di sofa. Melipat kakinya lalu menatap Venus, sudut bibirnya melengkungkan senyum yang samar, “Tidak peduli bagaimana orang di sekitar kita salah sangka, tapi dalam hatiku kakak kamu tetap adalah kakak sepupuku. Dan aku juga percaya, aku di hati kakak sepupu juga menganggapku dan memperlakukanku hanya sebagai adik kandung saja. Kedua hati kita sama-sama jelas mengenai ini, kita sepenuhnya tidak perlu peduli dan menghiraukan bagaimana pandangan orang terhadap kita. Bagaimana menurutmu kakak sepupu?”

Venus mengerutkan keningnya yang awalnya tatapan matanya ke Bintang santai sekarang berubah jadi tatapan tajam. Hatinya seperti menggulung dengan kejamnya.

Semua keengganannya seolah melompat-lompat tidak karuan di hatinya.

Dia tiba-tiba ingin sekali menanyakan satu hal kepada Bintang.

Jika apa yang dikatakan William itu kenyataan. Tidak, tidak benar, apa yang dikatakan William memang kenyataan!

Kalau begitu, setelah tahu perasaan Venus terhadap Bintang, apa yang akan dilakukan Bintang?

Apa ada kemungkinan..bisa menerima Venus. Sama seperti William yang sama sekali tidak menghiraukan pandangan orang dan bersikeras untuk bersama dengan Ellen?

Novel Terkait

Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu