Hanya Kamu Hidupku - Bab 136 Peringkat Pertama Di Dalam Hatimu Harus Aku

Tatapan William menjadi semakin dalam.

Ellen melingkari leher William dengan erat, karena dia memejamkan matanya dengan kuat, bulu matanya melengkung ke arah atas dengan bekas tetesan air mata, pipinya yang basah terlihat merah, penampilan Ellen sekarang terlihat sangat lembut dan menarik.

Tenggorokan William bergerak naik turun, dia memegang pipi Ellen dan membalas ciumannya dengan kuat.

Dengan pernapasan yang agak sesak, Ellen menempelkan dirinya ke tubuh William.

Tatapan William pun menggelap, gerakan mengelus pipi Ellen menjadi lebih kuat dan mendesak.

Ellen berusaha sebisa mungkin untuk mengikuti gerakan William.

Tiba-tiba, ciuman mereka menjadi susah berhenti. Ciuman mereka berlangsung pada waktu yang sangat lama.

Sampai Ellen benar-benar sudah sesak nafas, dia baru menarik dirinya keluar dan menarik nafas dengan cepat.

William juga merasa agak sesak, dia mengelus pipi Ellen dengan alis mengerut, ekspresinya terlihat seperti sedang mencoba menahan rasa kesakitan.

Ellen memejamkan matanya yang basah, kemudian membungkukkan badannya dan menempel wajahnya ke dada William.

Ellen mendengar suara detak jantung William dengan jelas.

Telinga Ellen menjadi panas, bulu matanya yang basah bergetar dengan kuat, tetapi Ellen tetap menyandar di dada William.

William mencium kepala Ellen sambil mengelus bagian belakangnya dengan lembut, setelah pernapasan Ellen agak lancar, dia baru berkata dengan nada suara serak, "Apa yang terjadi pada sore tadi?"

Mata Ellen terbuka, perasaan sedih dan sakit hati itu memenuhi seluruh tubuhnya lagi.

William mengerutkan alisnya dan memegang bahu Ellen, "Ellen, paman ketiga akan menjadi pendengar setiamu selamanya, kamu bisa percaya kepada paman ketiga"

Wajah kecil Ellen bergemetaran, matanya pun langsung memerah.

Jantung William terasa sakit, dia mengelus sudut mata Ellen dengan penuh kasih sayang beserta suara yang semakin lembut, "Iya?"

Melihat tatapan William yang menyemangatkan, Ellen menarik nafas, waktu bersuara, air matanya juga ikut mengalir, "......Paman Ketiga, mamaku, mamaku, sepertinya masih hidup"

Mendengar kata-kata Ellen, pupil hitam William mengerat, tetapi tidak ada ekspresi apa pun di wajahnya, William hanya menatap ke Ellen dan berkata, "Mengapa berkata begitu?"

Ellen duduk dengan tegak di atas paha William, kemudian berkata dengan suara serak dan alis mengerut, "Sepertinya aku telah bertemu dengannya"

Kedua kalimat yang dikatakan Ellen memakai kata 'sepertinya'.

Hal ini membuat William merasa Ellen belum pasti.

Setelah melihat ke lantai, William menatap ke Ellen, "Siapa?"

Menatap ke mata William, Ellen tiba-tiba tidak berbicara lagi.

William juga tidak meminta Ellen harus berkata sekarang, tangannya bergeser dari pipi Ellen ke telinganya, William mencubit telinga Ellen dengan lembut.

Dalam waktu sejenak, telinga Ellen langsung memerah karena cubitan William.

Ellen menjilat bibirnya dengan malu sebelum memegang tangan William yang sedang mencubit telinganya, sambil memegang tulang jari William, Ellen berkata dengan suara kecil, "bibinya Bintang Hamid"

Mendengar sampai sini.

Awalnya Ellen mengira William pasti akan mengira sangat kaget.

Tetapi siapa tahu, reaksi William sangat tenang, bahkan tatapannya juga terlihat ringan.

Ellen, ".........." Ellen tidak mengerti, meskipun William memang sangat dingin, tetapi tidak mungkin sampai tingkat begini juga?

".......Paman ketiga, aku berkata bibinya Bintang Hamid mungkin adalah mama aku, apakah kamu mendengarnya?"

Dia menatap ke William dengan mata yang masih dibasahi air mata dan berkata dengan serius.

"Iya" William mengangguk.

Ellen mengerutkan alisnya dan menatap ke William dengan ekspresi frustrasi dan terkejut, "Hanya iya saja?"

"Kalau tidak?" William berkata.

"........." Ellen tidak tahu harus berkata apa.

Ellen menjilat bibirnya yang agak bengkak dan tiba-tiba merasa agak tidak berdaya.

Pada saat dia mengetahui Vima adalah mamanya, Ellen merasa seluruh dunianya berubah, tetapi siapa tahu William hanya bereaksi normal seperti hal ini hanyalah masalah makan siang nanti mau makan apa.

Apakah semua ini karena Ellen masih terlalu muda?

Perasaan emosi Ellen yang tinggi tiba-tiba turun secara total, tiba-tiba Ellen merasa agak sedih.

"Bagaimana dengan pemikiran kamu?" William melingkari pinggang Ellen dan berkata dengan nada suara tenang.

Ellen menatap ke William, "Apanya?"

William memegang tangan Ellen, "Apakah kamu mau mengakuinya?"

"..........." Bagaian belakang Ellen terasa bergetar, bingung dan panik memenuhi seluruh wajahnya.

"Kalau dia benaran adalah mamamu, apakah kamu mau mengakuinya?" William bertanya lagi.

Bibir Ellen bergetar bebrapa kali, bola matanya bergerak sana sini, jelas, dia tidak bisa menjawab.

Melihat adegan ini, William sudah memiliki jawaban di dalam hatinya.

"Apakah mamamu baik terhadap kamu?" William berkata dengan nada suara santai, seolah-olah percakapan ini hanya percakapan sehari-hari yag biasa.

Hal ini juga membuat suasana hati Ellen agak membaik.

Setelah berpikir, Ellen berkata, "Iya, di dalam kesan aku dia baik terhadap aku. Aku tidak mengingat detail yang lain, yang aku ingat adalah dia selalu senyum dengan lembut kepadaku sambil menatap mataku, hal ini membuat aku merasakan seberapa sayangnya dia terhadap aku"

Setelah berkata, mata Ellen membasah lagi, tenggorkannya juga terasa kering.

Setelah beberapa detik, William duduk dengan tegak dan mencium hidung Ellen, dia menatap ke mata Ellen dari jarak dekat, "Kalau kamu ingin mengakuinya, paman ketiga akan mengurusnya"

Kata-kata William membuat Ellen menarik nafas dalam, dia menatap ke William dengan kaget, "Paman ketiga........"

Ellen benar-benar tidak menyangka, William akan bersikap begitu........ pengertian.

Ellen sudah tinggal di rumah William sejak usia 5 tahun, bisa dibilang Ellen itu dibesarkan oleh William dan keluarga Dilsen.

Tidak hanya bereaksi tenang terhadap kemunculan mama kandung Ellen, William sekarang bahkan mau mengatur agar Ellen bisa mengakui mama kandungnya.

Apakah William tidak memiliki sedikit perasaan personal lain pun?

Kalau Ellen mau mengakui Vima sebagai mamanya sekarang, apakah William tidak akan merasa sakit hati?

William telah mengasuh Ellen 13 tahun.......... Dia bisa membiarkan Ellen mengakui mama kandungnya dengan mudah?

Melihat ekspresi Ellen, William sudah mengetahui apa yang sedang Ellen pikirkan.

Hanya saja, Ellen tidak tahu, William bukan sedang bersikap pengertian, dia hanya memiliki rencana lain saja.

"Paman ketiga, kamu, apakah kamu menyetujuinya?" Ellen melihat ke William dengan tatapan waspada.

"Mengapa tidak?" William menjawab pertanyaan Ellen dengan satu pertanyaan lagi.

"..........." Ellen menjilat bibirnya.

William memegang tangan Ellen dan menciumnya, "Aku bisa menyetujui semuanya asal hatimu itu mengarah kepada aku"

Setelah melamun sejenak, wajah Ellen memerah.

Mengapa tiba-tiba William malah bersikap masrah? Hal ini membuat Ellen terasa gugup.

William menatap ke Ellen dengan tatapan bercahaya, "Hatimu itu mengarah kepada aku kan?"

Uhm..........

Ellen menatap ke William dengan mata besarnya, meskipun tidak bersuara, tatapan Ellen sudah memberi William jawaban.

Sudut mulut William terangkat, dia melingkari leher Ellen dan mencium bibirnya lagi dengan kuat, kemudian William berkata, "Ellen, peringkat pertama di dalam hatimu harus aku!"

Jantung Ellen mengerat, dia memeluk leher William dan menjawab dengan suara yang sangat kecil : "Iya"

William tertawa dengan suara.

Wajah Ellen memerah, dia memukul bahu William dengan kuat.

.............

Meskipun William telah berkata mau mengatur agar Ellen bisa mengakui Vima Wen.

Ellen sendiri tetap belum memiliki keputusan.

Tahun itu, Ellen dan orang tuanya pergi lamaran, mereka mengalami kecelakaan di jalan tol pada saat ingin pulang ke rumah.

Dua mobil saling bertabrakan, Vima melindungi Ellen di bawah pelukannya dan mendorong Ellen keluar dari mobil jendela.

Bau bensin mobil sangat berat, setelah didorong keluar oleh Vima Wen, Ellen terus menangis dan mengulurkan tangannya untuk menarik Vima keluar.

Darah membasahi seluruh wajah Vima Wen, bahkan setengah bagian wajahnya dilukai oleh pecahan kaca, sampai sekarang Ellen masih mengingat mata Vima yang merah seperti darah pada waktu itu, Vima menyuruh Ellen untuk cepat pergi.

Di luar mobil, hujan turun dengan deras, Ellen menangis sampai tenggorokannya menjadi serak.

Vima yang selalu bersikap lembut terhadap Ellen memarahi Ellen untuk pertama kalinya, Vima berkata kepada Ellen kalau Ellen masih tidak mau pergi, Vima tidak akan menghirau Ellen lagi dan akan marah kepada Ellen untuk selamanya!

Ellen berjalan sambil menangis di tengah hujan deras, Ellen sangat takut kalau Vima tidak mau dia lagi.

Hujan turun sangat deras pada malam itu, suara petir sangat keras dan angin berhembus dengan kuat, Ellen yang kecil berjalan di atas jalan tol bahkan hampir ditiup oleh angin.

Ellen tidak tahu dirinya berjalan berapa lama.

Tiba-tiba.

Sebuah suara ledakan yang kuat berdering dari belakang.

Ellen merasa agak bingung, dia tidak bisa membedakan suara itu adalah suara petir atau suara ledakan.

Cahaya petir membuat wajah Ellen terlihat sangat pucat.

Ellen menoleh ke belakang dengan perlahan, dia hanya bisa melihat percikan api kecil yang berada di tengah udara.

Ellen mulai menangis dengan suara besar sambil berlari kembali.

Sebelum sempat berlari jauh, Ellen langsung pingsan di tengah jalan tol.

Setelah sadar kembali, Ellen diberi tahu bahwa kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan.

bagaimana orang yang sudah 'meninggal' tiba-tiba 'hidup kembali' dan muncul di hadapan Ellen?

Ellen masih belum mencari tahu mengetahui hal itu, selain itu, Ellen juga masih merasa ragu apakah Vima benar-benar adalah mama kandungnya.

Pada saat yang sama, Ellen juga tidak pasti apakah Vima ingin mengakuinya?

Kalau dia ingin, mengapa Vima tidak mau memberi tahu Ellen bahwa dirinya adalah mama Ellen meskipun mereka telah bertemu begitu banyak kali?

Masalah-masalah ini membuat Ellen merasa ragu apakah mau mengakui Vima Wen.

........

Setelah makan malam, Ellen naik ke lantai atas dengan ekspresi tertekan, sementara William yang mau ikut naik ke lantai atas dipanggil oleh Darmi.

"Tuan, tunggu sebentar"

Langkah kaki William berhenti, dia menoleh ke Darmi.

Darmi melihat ke lantai atas sebelum menghampiri William, "Ada satu masalah, saya merasa harus memberi tahu anda setelah berpikir"

Kedua tangan William diletakkan di dalam saku celana dengan kebiasaan, "Masalah apa?"

"Sore tadi, nona Manda ada datang" Darmi berkata dengan perlahan.

Alis mata William terasa dingin, suaranya sedikit rendah, "Untuk apa dia datang?"

Novel Terkait

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu