Hanya Kamu Hidupku - Bab 43 Kamu Suka Pria Tipe Apa

Hawn menatap William dengan tatapan yang begitu rumit.

Bagaimana bisa presdir melakukan kekerasan? Apakah tidak bisa dibicarakan dengan baik-baik? Nona Ellen masih ABG.

Mungkin karena Hawn melihat dengan ekspresi ‘menyalahkan’ yang begitu pekat kearah William.

Alis William mengangkat, melihat Hawn dengan tatapan dingin yang membuatnya bergidik.

Hawn gemetar, dia sama sekali belum pernah melihat William meliriknya dengan tatapan ini sebelumnya.

“Masih ada urusan?” suaranya yang datar dan serak terdengar

Hawn segera menggeleng, menegakkan pinggangnya, lalu keluar dari kantor tanpa menoleh.

Sebelum pergi dia tidak lupa menutup pintunya.

William menatap pintu yang tertutup, lalu bangkit berdiri dari kursinya, mengitari meja kerja, lalu berjalan kearah Ellen yang menangis sampai tertidur.

Ia duduk disampingnya, William menoleh melihat dirinya yang tertidur pulas.

Wajah kecil yang hanya sebesar telapak tangan, mata, hidung juga bibirnya terlihat begitu merah, terlihat sangat kasihan seperti habis dianiaya.

Senyum tipis mengembang di atas bibir tipisnya, William menegakkan tubuhnya, membuka kantung plastik yang dibawa Hawn, lalu mengeluarkan makanan yang ada didalamnya satu per satu dan meletakkannya di meja.

Lalu kembali menoleh kearah Ellen, berkata dengan lembut, “Ellen.”

Alis Ellen yang cantik agak mengkerut, mengetatkan bibirnya lalu memutar kepalanya ke sisi lain.

William mengangkat alis, sekalian saja mengangkat Ellen dari atas sofa, lalu memangkunya.

“…….” Ellen hanya mendengus ringan, lalu menyandarkan kepalanya dengan kesal di lehernya.

Hati William seolah meleleh, ia mengetatkan bibir tipisnya, tidak tega membangunkannya.

Tangan besarnya hanya menepuk punggungnya dengan ringan, William agak menundukkan kepala, melihat wajah Ellen yang merona, sempat agak ragu sejenak, lalu berkata dengan lirih di samping telinganya, “Ellen, makan dulu, habis makan baru tidur lagi, ya?”

“Paman Ketiga, aku ngantuk banget, jangan ganggu aku.” Ellen berkata dengan manja.

William tercengang, ia hanya tersenyum tidak berdaya, mengecup ringan daun telinganya yang putih dan bersih.

Ia tidak lagi membangunkannya dengan bersikeras, ia langsung menggendongnya masuk ke ruang istirahat yang berada didalam ruangannya.

……

Ketika Ellen bangun, kepalanya masih belum sepenuhnya sadar, ia menyibak kain gorden dan mengintip keluar, selain beberapa bintang yang berkelip di langit, hanya ada sehamparan langit yang gelap gulita.

Jadi sekarang sudah malam?

Ellen mengedipkan mata besarnya, berbalik lalu berbaring kembali di ranjang dengan tenang sambil melamun, seperti sedang mengingat sesuatu.

Tiba-tiba pinggangnya terasa kencang, tubuh Ellen seolah merasakan rasa hangat yang terpancar dari dada seseorang.

Ada sebuah benda yang terasa keras berada diatas keningnya, nafas yang segar menerpa helai rambutnya.

“Sudah bangun?”

Suara pria yan terdengar begitu berat dan juga serak.

Begitu mendengar suara ini, pikiran Ellen yang masih mengambang seketika menjadi begitu jelas.

Kedua tangan yang terkulai didepannya seketika mengepal erat, “Em.”

Suara pria itu tidak terdengar lagi.

Tubuh Ellen agak kaku, nafasnya juga tertekan.

Setelah beberapa saat, Ellen tidak mendengarnya berbicara.

Ada yang tidak tahan dan berkata dengan lirih, “Kamu sudah tidur?”

“Belum.”

Seiring dengan jawabannya yang serak dan berat, Ellen merasa keningnya disentuh oleh sesuatu benda yang basah dan empuk.

Ellen menahan nafas, kedua matanya yang besar membelalak, “Paman ketiga.”

“Em?”

Mata William yang terpejam terbuka, matanya yang dingin dan jernih seolah bisa melihat semuanya.

“Kita dimana sekarang? Apakah sudah pulang ke rumah?”

“Belum, masih di ruang istirahat di kantorku.”

“…..oo.”

Ellen terhenti sesaat, lalu berkata lagi, “Sudah gelap, apakah kita tidak seharusnya pulang?”

Sebenarnya Ellen sudah lapar.

Dia ingin makan makan malam buatan Darmi.

Dan mereka berdua berbaring bersama dalam satu ranjang seperti ini rasanya sangat canggung.

Lengan panjang yang merangkul pinggangnya mengendur.

Mata Ellen perlahan merunduk, mengangkat kepala melihat kearah wajah tampannya yang berada dibawah cahaya lampu kuning keemasan.

Meskipun Ellen tidak bisa melihatnya dengan jelas.

Tapi dia tahu, dirinya sekarang juga sedang menatapnya.

Tiba-tiba.

Tubuh Ellen yang berbarik miring diputar hingga terlentang di atas ranjang, tubuh pria yang begitu ideal dan sempurna menekannya dari atas.

“Paman ketiga…..” Ellen kaget juga takut, kedua tangannya bereaksi dengan cepat, langsung menahan kedua belah bahu William dan berkata dengan lirih.

William menatapnya dalam.

Sebenarnya, kalau seorang pria ingin melakukan sesuatu pada seorang wanita.

Hanya mengandalkan perlawanannya yang lemah, ia bisa tidak menganggapnya.

Namun yang berada dihadapannya adalah Ellen.

Membuat William menunduk dan menyumbat mulutnya dengan bibirnya dengan begitu kejam.

Ketika kedua tangan Ellen tidak hentinya memukuli kedua bahunya, dia bahkan mengangkat rok panjang Ellen dengan begitu kuat, tangannya yang besar diletakkan diatas dada kiri Ellen dan meremasnya.

“Aaa…” Ellen ketakutan sampai berteriak, tubuh kecilnya bergetar hebat, gerakan memberontaknya menjadi semakin kuat.

Setelah 20 menitan Ellen mencakar mencubit juga memukul tidak henti, akhirnya tangannya terkulai lemas.

Meskipun William tidak maju sampai langkah yang terakhir, namun ia sudah meninggalkan begitu banyak bekas yang sulit dihilangkan diatas tubuh Ellen.

Tanda itu bagaikan simbol, mengingatkan Ellen dia milik siapa dan berada dibawah genggaman siapa! Ketika tubuhnya yang berat terangkat dari atas tubuh Ellen, kedua kaki Ellen sudah tertekan sampai kebas, tidak bisa bergerak lagi.

Ctakk!!

Lampu di ruang istirahat tiba-tiba menyala dan menerangi seisi ruangan yang gelap.

William berdiri disisi ranjang, menundukkan kepala dan melihat wanita yang sudah ia ‘aniaya’, “Nanti malam aku ada pertemuan dengan klien, nanti minta Paman Sumi yang mengantarmu pulang.”

Setelah mengatakan ini, ia berbalik dan berjalan kearah kamar mandi yang berada diruang istirahat.

Sikapnya yang tenang seolah merasa apa yang ia rasakan tadi adalah hal yang seharusnya!

Ellen melihat tubuhnya yang tegap menghilang di pintu kamar mandi, kedua tangan kecilnya mengepal begitu erat, matanya juga memerah.

……

William mengantar Ellen ke parkiran di basement, setelah melihatnya naik mobil Sumi, dia baru pergi ke Hotel Dihuang bersama asistennya, Hawn.”

“Ellen, sedang bad mood?”

Sejak naik mobil Ellen sama sekali tidak bicara, hanya bersandar dengan kesal, kedua matanya memandang keluar dengan kaku.

Penyebab suasana hati Ellen begitu buruk, tentu saja Sumi tahu jelas.

Hanya saja ia merasa ini bukan waktunya mengatakan semua dengan jelas sehingga hanya bisa pura-pura tidak tahu.

Ellen menarik nafas dalam, lalu tiba-tiba berbalik, kedua matanya yang bening menatap Sumi dan berkata, “Paman Sumi, kamu kenalkan pacar untuk paman ketiga saja”

“Uhuk.”

Sumi tiba-tiba tersedak, ketika mendengar ucapan Ellen ini, dirinya yang selalu menjaga image cool dan keren ini tiba-tiba menjadi seperti Samir, reaksinya malah batuk yang hebat.

Wajah kecil Ellen bergetar, menatapnya dengan alis yang agak mengkerut, tatapan matanya terlihat begitu bingung.

Sumi batuk sesaat, lalu menatap Ellen dari kaca spion tengah sambil tersenyum pahit, “Ellen, bukan paman tidak mau memperkenalkan pacar untuk paman ketigamu, masalahnya adalah pamanmu ini saja sampai sekarang masih jomblo. Kalau disekeliling paman ada ‘aset’ yang lumayan, paman juga tidak mungkin jomblo sampai sekarang, begitu kan logikanya?”

Jiittt…

Mobil tiba-tiba terhenti sampai membentuk tulisan S.

Ellen kaget sampai menggenggam erat sabuk pengamannya, membelalakkan mata melihat mobil yang tiba-tiba berhenti dengan posisi horizontal dijalanan, keringat dingin seketika meluncur di punggungnya.

Ia menoleh perlahan kearah Sumi yang mengendarai mobil dengan wajah shock.

Wajah Sumi mengkerut sebelah, lalu memutar stir dengan tenang, lalu meluruskan mobil dengan cepat, tanpa berhenti langsung berjalan dengan lurus dan tenang seperti tidak ada yang terjadi.

Setelah sesaat.

Ellen menarik nafas panjang, bibir kecilnya mengeluh pada Sumi yang masih agak kaget, “Paman sudah membuat hatiku yang kecil ini mengalami trauma, lain kali aku tidak berani naik mobil yang paman bawa lagi.”

Sumi menjilat bibir bawahnya, lalu berkata pada Ellen dengan nada bicara berdiskusi, “Ellen, paman ingin berdiskusi satu hal denganmu.”

“………. Apa?” Ellen memegang dadanya yang sampai sekarang masih berdebar kencang sambil melirik Sumi.

“Masalah yang tadi jangan kamu beritahukan paman ketigamu ya.” Sumi berkata.

Membicarakan William.

Mata Ellen hanya bergetar sesaat, tidak mengatakan apapun.

Sumi menoleh melihatnya sesaat, melihat wajahnya yang kesal, matanya agak menyipit lalu menarik kembali tatapannya, lalu mengalihkan pembicaraan, “Jangan mendengarkan Paman Samir mu sembarangan bicara. Mengenalnya begitu lama, kamu masih tidak mengerti Paman Samir mu itu, dia itu rada-rada, belum pernah ada ucapan yang benar darinya!”

Ellen menggerakkan alisnya, menatap Sumi dengan kepala agak dimiringkan.

Melihat wajah Sumi yang serius, ketika bicara matanya agak menyipit, terlihat seperti ingin menarik keluar Samir dan memukulnya dengan keras, rasanya agak lucu.

Membuat Ellen tanpa sadar tersenyum, “Paman Sumi, sebenarnya tidak suka perempuan bukan sesuatu yang memalukan, aku tidak akan memandang rendahmu. Asalkan itu cinta sejati, semuanya bukan masalah.”

Asalkan itu cinta sejati, semuanya bukan masalah………….

Alis kanan Sumi mengangkat, kelopak matanya juga ikut terangkat, menatap Ellen dari spion tengah dengan tatapan tertarik, “Sungguh bukan masalah?”

Ellen membuka mulut, menatap Sumi dengan kaget dan juga bersemangat, “Paman Sumi, jangan-jangan paman benar-benar suka pria?”

Sumi, “….”

“Paman Sumi, paman suka pria tipe apa? Aku akan membantumu mencari.” Ellen berkata dengan semangat.

Sumi, “……”

“Paman Sumi, kamu itu yang 0 atau 1?”

0 atau 1? Sumi tidak mengerti maksud Ellen, apaan sih 0 atau 1? Kenapa dia tidak paham ya?

“Itu… itu… yang menyerang atau yang menerima….” Ellen merasa agak malu, ia menutupi wajahnya sambil tertawa terkekeh.

0 atau 1, mungkin Sumi tidak mengerti.

Bibir Sumi mengangkat, menatap Ellen dengan heran.

Anak ini sepanjang hari baca apaan sih.

Kenapa semua paham!

“Paman Sumi, Paman Sumi….”

Ellen memanggil Sumi dengan semangat.

Membuat Sumi pusing, matanya mengangkat dan melirik kearah Ellen.

“Paman Sumi, kalau pria kaya yang tampan macam Paman Ethan kamu suka tidak, atau lebih suka yang ceria seperti Paman Samir, atau suka yang diam juga cool seperti Paman Ketiga?” Perhatian Ellen sudah sepenuhnya dialihkan oleh Sumi yang ‘bengkok’ sampai lupa segalanya.

Tatapan Sumi menjadi dalam, ia berbalik dan menatap Ellen, “Kalau begitu kamu beritahu paman, tiga tipe pria seperti Paman Ethan, Paman Samir juga Paman Ketiga mu, kamu lebih suka yang tipe mana?”

Ellen yang bertanya malah ditanya balik, “…………”

Novel Terkait

Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu