Hanya Kamu Hidupku - Bab 111 Malu Sampai Ingin Menyembunyikan Diri Di Bawah Tanah

Kemudian, sebuah suara wanita yang kaget dan jernih berdering dari arah teman bunga pada saat Ellen baru saja berdiri dan belum sempat keluar.

Ellen berhenti sejenak dan mengerutkan alisnya.

Bukannya ini suara Vania?

Ellen menatap ke jam dinding, baru saja jam 4 sore dia sudah pulang?

Biasanya Gerald mereka akan tinggal selama 2 hari di luar kota, tetapi kali ini satu hari saja belum sampai.

Kalau Vania sudah pulang, berarti.... William juga sudah pulang!

Ellen menarik nafas dingin dan berjalan ke arah taman bunga dengan cepat.

Berjalan sampai pintu gerbang, Ellen saling berhadapan dengan William yang sedang berjalan masuk ke dalam rumah, suhu dingin langsung membungkusi seluruh tubuh Ellen.

Ellen berdiri di pintu gerbang dengan kaku, dia tidak berani terus berjalan lagi!

Tatapan William sangat dalam, ekspresinya datar, dia menatap ke Ellen beberapa detik sebelum berjalan ke arahnya.

Wajah kecil Ellen terus bergetar, dia berpikir dia harus langsung menjelaskan kepada William setelah William berada di hadapannya, dia tidak boleh panik sampai tidak bisa berbicara seperti kemarin.

Tetapi William tidak terus berjalan lagi ketika tiba di dekat Hansen dan Bintang.

Jantung Ellen terasa mengerat dan matanya membesar, paman ketiga mau melakukan apa?

"Kenapa pulang begitu awal?" Hansen melirik ke William, karena kalah, ekspresi Hansen tidak terlihat bagus.

Ekspresi William tetap datar seperti biasa, "Kami berpikir kamu dan Ellen terlalu kesepian di rumah, jadi kami balik"

"Kamu ada seperhatian itu?" Hansen memberikan sebuah tatapan meragu.

William hanya mengangkat alisnya dan tidak berbicara.

Hansen berdiri dan berkata terhadap Bintang di depannya, "Lanjut"

Uhm..........

Wajah tampan Bintang terlihat agak kesusahan, dia merisau dirinya tidak bisa pulang dengan keadaan 'hidup' kalau masih lanjut.

"Kenapa? Kamu memandang rendah aku karena aku itu orang tua? Bermain catur dengan pemain bodoh seperti aku membuatmu kesusahan?" Hansen melirik kepada Bintang seperti seorang anak kecil.

".............Kakek kamu salah paham. Kalau kamu mau lanjut, Saya tentu saja bisa menemanimu" Bintang menyeka keringatnya dan berkata dengan sopan.

"Kalau begitu ayo lanjut. Aku tidak percaya, aku tidak bisa memenangimu sekali pun!" Hansen berkata.

"Bintang, kamu cepat duduk" Vania melihat ke Bintang dengan ekspresi gembira dan senyuman seperti bunga.

Iya, meskipun sikap Vania sangat manja, dia memiliki wajah yang sangat cantik.

Bahkan bentuk tubuhnya juga sangat bagus!

Bintang tidak menyukai Vania, tetapi tentu saja dia tidak mempertunjukkan hal itu di rumah Ellen, hanya saja berbanding dengan Vania yang bersikap ramah, Bintang bersikap sangat dingin.

Setelah melirik ke Vania, Bintang pun duduk kembali.

"Kenapa catur ini dilantai?" Vania berkata dengan kaget sambil membungkukkan tubuhnya dan mengambil catur-catur yang berada di lantai dengan 'rajin', setelah itu dia bahkan mengedipkan matanya kepada Bintang.

Sudut mulut Bintang bergetar dengan ringan, dia melihat ke Vania dengan ekspresi datar, setelah itu dia menjilat bibirnya dan meletakkan catur di posisinya dengan diam.

Setelah itu, Bintang baru melihat ke Hansen dengan penuh hormat, "Kakek, silahkan"

"Tidak mau, kali ini kamu dulu!" Hansen mengangkat dagunya.

"..........." Bintang menyeka keringatnya lagi sebelum bermain duluan.

"Bintang, makan buah" Vania mengambil sebuah apel dan mau menyuapi Bintang.

Bintang mengerutkan alisnya, "Tidak apa-apa, terima kasih"

"Oh" Vania yang ditolak juga tidak marah, dia makan apel itu dengan senyuman.

Ellen yang berdiri di pintu gerbang menggerakkan bola matanya dan berjalan ke arah William secara perlahan setelah melihat William tidak bermaksud berjalan ke arahnya, William sedang berdiri di belakang Hansen melihat pertandingan mereka.

William tidak melihat Ellen, ekspresi dia terlihat normal juga, dia tidak terlihat sedang menahan emosi atau marah, seolah-olah dia tidak peduli dengan keberadaan Bintang di sini.

Ellen berjalan ke sisi William, dia menatap ke William dengan mata besar yang meragu, ingin memanggil dia tetapi tidak berani.

Sementara Ellen juga merasa tidak sesuai menjelaskan kepada William di depan begitu banyak orang, lagian Bintang juga masih berada di sini.

Ellen berdiri di sisi WIlliam selama beberapa puluh detik, setelah itu William baru melihat kepadanya.

Ekspresi meragu Ellen langsung menjadi terang, dia menatap ke William dengan mata membesar, berusaha bersikap baik kepadanya.

Tatapan dingin William memancarkan cahaya terang beberapa saat, dalam waktu sejenak, William melihat ke arah lain.

Ellen menggembangkan mulutnya dan merasa agak ketakutan.

Di bawah kerisauannya, Ellen melihat tangan William yang berada di sisi tubuhnya, tatapannya berhenti di tangan William yang bersih dan panjang itu.

Ellen dan William berdiri di belakang Hansen, kebetulan tangan William juga berada di belakang Hansen.

Ellen meragu beberapa saat sebelum mendekatkan tangannya kepada tangan William.

Pada saat jari Ellen sudah mendekati ibu jari William dan mau menyentuhnya, William tiba-tiba menyimpan tangannya ke dalam saku celana.

Ellen, "..........." Dia merasa malu sampai ingin bersembunyi di bawah tanah!

Seolah-olah dinyalakan api, Ellen merasa dirinya sangat memalukan.

Dia menatap ke William yang bertindak seperti seolah-olah dia tidak tahu Ellen mau memegang tangannya, Ellen menoleh ke sampaing dan merasa agak marah!

Pria tua yang tidak tahu memberikan sedikit toleransi kepada orang lain benar-benar sangat membosankan!

William terlihat seperti sedang fokus pada catur, tetapi dia melihat semua ekspresi kecil di wajah Ellen, melihat Ellen malu sampai menutupi wajahnya, marah sampai menghentakkan kaki di lantai, adegan itu membuat sudut mulut William terangkat.

Gadis bodoh!

Setelah bermain 2 kali, Hansen tetap tidak berhasil menang 1 kali pun.

Vania menatap ke Bintang dengan ekspresi kagum dan terus memujinya.

Hal ini membuat Hansen yang memang sudah tidak bersuasana hati bagus menjadi semakin frustrasi, dia melirik ke Bintang dengan pernapasan sesak, ekspresinya terlihat seperti seolah-olah mau menelan Bintang.

Bintang sangat ingin menyuruh Vania untuk diam, dia merasa keinginan Hansen mau membunuhnya akan menjadi semakin berat setiap kali Vania memuji Bintang.

"Tidak mau lanjut lagi!" Hansen berdiri dengan marah dan berjalan ke arah rumah.

Bintang mengerutkan alisnya dengan wajah tidak berdaya sambil menatap ke bayangan belakang Hansen.

"Kakek buyut, kamu hanya kalah kepada Bintang, mengapa malah marah?" Vania berkata kepada Hansen dengan gembira.

Ellen, ".............." Sifat Vania terlalu menyakitkan.

Bukannya kata-kata Vania itu sedang menjelaskan bahwa Hansen tidak sanggup kalah dan tidak memiliki etika?

Sementara wajah Bintang terus bergetar, dia melihat ke Vania dengan ekspresi tidak tahu harus berkata apa.

Tetapi Vania malahan menganggap ekspresi Bintang itu sedang berterima kasih kepadanya, sehingga dia pun memberikan sebuah senyuman kepada Bintang, "Kamu menang karena memang memiliki kemampuan, tidak perlu merasa malu, kakekku itu dia hanya merasa malu. Tunggu dia agak tenang sudah tidak apa-apa"

Bintang menatap ke lantai dan berpikir, apakah dirinya sudah boleh pulang sekarang?

Mendengar kata-kata Vania, Hansen menjadi semakin marah, apakah gadis itu benar-benar adalah cucu kandungnya? Hansen bahkan merasa dia harus mempertimbangkan apakah mau memutuskan hubungan kakek cucu bersama Vania!

Karena kata-kata Vania, Hansen berdiri di tempat dengan kaku, dia tidak tahu harus kembali atau terus berjalan ke dalam rumah, suasana juga menjadi sangat canggung.

Ellen melihat ke Hansen kemudian melihat ke Vania dan Bintang, dia sedang berpikir apakah mau mengatakan sesuatu untuk membantu mereka, tetapi Ellen tidak berani bersuara setelah teringat dengan William.

Sementara pada saat itu, William tiba-tiba berkata, "Apakah Putra Hamid mau bermain denganku?"

Apa?

Ellen menatap ke William dengan kaget, "Paman ketiga, kamu bisa bermain catur?"

William melihat ke Ellen dengan tenang, "Waktu kecil pernah bermain"

Waktu kecil pernah bermain?

"Seberapa kecil?" Ellen bertanya.

"Sekitar usia 7 8 tahun" William menjawab dengan tenang.

Mendengar jawaban William, Ellen tidak tahu harus berkata apa.

Bintang adalah pemain yang pernah meraih juara di pertandingan internasional, kamu yang pernah bermain catur pada saat usia 7 8 tahun ingin menang dari dia, apakah hal itu mungkin?

Ellen khawatir William akan merasa malu kalau kalah dengan Bintang, dia melihat ke Bintang yang berdiri di seberangannya sebelum mendekatkan diri ke sisi William dan mengingatkannya dengan suara kecil, "Paman ketiga, Bintang pernah meraih juara ketiga di pertandingan internasional catur"

William mengerutkan alisnya, dia menatap ke Ellen dengan tatapan tidak mengerti, "Jadi?"

Jadi?

Jadi!

Ellen melihat ke William dengan mata membesar, dia itu benar tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti?

Bukannya dia pasti akan kalah?

Kalau sudah pasti kalah, buat apa masih mau bermain denganya, bukannya hal ini sama dengan memalukan diri sendiri?

"Paman ketiga.........."

"Putra Hamid, mau?" Sebelum Ellen sempat selesai berkata, William sudah memotongnya dengan memanggil Bintang.

Mendengar kata-kata William, Bintang baru menggeserkan tatapannya dari Ellen ke William, "Boleh"

"Bagus bagus. Bintang, semangat!" Vania menatap ke Bintang dengan senang.

Ekspresi Bintang terlihat agak kaku, dia tidak berkata apa-apa dan langsung duduk kembali.

Sementara Vania bertindak seperti lebah kecil yang rajin di sisi Bintang, nanti tanya apakah dia haus, nanti tanya apakah dia mau makan buah, nanti tanya apakah tangannya pegal dan mau memijat tangan Bintang.

Eskpresi Bintang terlihat agak gelap, dia mengerutkan alisnya dan menahan dengan diam.

Sementara Vania sepertinya tidak menyadari hal itu dan terus bertindak sesuka hati.

Sampai Ellen benar-benar ingin menunjukkan ibu jarinya kepada Vania!

Kekuatan cinta itu benar-benar luar biasa!

Di depan Bintang, Vania bahkan mengabaikan William yang dia paling suka dekati biasanya.

Melihat pertandingan Bintang dan William, Hansen tidak berhasil mengontrol diri dan berjalan kembali untuk menonton.

Tidak seperti pertandingan Bintang dan Hansen yang berakhir dengan 'cepat', pertandingan Bintang dan William berlangsung sangat lama.

Setelah 30 menit, pertandingan masih berlangsung dan belum bisa mengatakan siapa yang akan menang.

Meskipun tidak mengerti banyak, tetapi Ellen tidak sampai melihat saja tidak bisa kalau di bidang catur, semua ini karena pengaruh dari William.

Sementara pertandingan Bintang dan William membuat Ellen bingung dan tidak mengerti.

Vania tidak mengerti tentang catur, setelah melihat 30 menit, dia memindahkan sebuah kursi ke sisi Bintang, sementara Bintang bermain catur dengan fokus, Vania pun menatap ke Bintang dengan fokus.

Hansen yang berada di sisi Ellen terlihat lebih gugup dari pada Bintang dan William, tatapannya tidak pernah meninggalkan catur di atas meja.

Satu permainan berlangsung hampir 1 jam.

"Terima kasih"

William berdiri dengan elegan dan mengangguk terhadap Bintang yang duduk di depannya dengan alis mengerut, setelah itu dia pun berjalan ke arah dalam rumah.

Sementara Ellen menatap ke bayangan belakang William dengan meragu, apakah manusia itu benar-benar pernah bermain catur pada usia 7 8 tahun?

Sudut mulut Ellen bergetar, dia melihat ke Bintang yang 'dikalahkan' dan memberikan dia sebuah tatapan kasihan dengan diam-diam sebelum berjalan ke arah dalam rumah.

Novel Terkait

Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu