Hanya Kamu Hidupku - Bab 605 Cinta Seumur Hidup

Sumi dengan satu tangan menggunakan keranjang untuk membawa bayi tersebut, dan satu tangannya lagi untuk menggandeng Pani, sebuah keluarga yang beranggotakan tujuh orang menyapu kabut selama satu bulan terakhir ini, dengan riang mereka berjalan keluar dari rumah sakit.

Sumi dan Lira duduk semobil, Sumi, Pani bersama dengan Siera dan Samoa Sulu serta anaknya duduk semobil.

Tidak pernah terpikirkan, Pani baru saja duduk di dalam mobil, sebuah sosok orang yang entah muncul dari mana, ia dengan menggila memukul-mukuli jendela mobil yang ada di sisi Pani.

Pani sedikit merasa terkejut, ia pun menolehkan kepalanya untuk melihatnya.

Yang terlihat adalah Vimaya Zhao dengan pakaiannya yang tidak rapi, rambut yang berantakan ia menempel di jendela mobil, yang entah berteriak apa ke arahnya, Pani tidak dapat mendengarnya dengan jelas.

Sumi, dia mengapa bisa berada disini?

Pada saat melihat Vimaya, Seira yang biasanya memperlakukan orang lain dengan ramah, diatas wajahnya tertera rasa jijik dan benci yang tak tersembunyi, ia pun menaikkan alisnya dan berkata kepada Sumi.

Bola mata Sumi yang jernih itu, tersemat sedikit aura dingin, tanpa berkata apa pun, ia pun menyalakan mobil, dan melaju pergi tanpa sedikitpun keraguan.

Vimaya merasa seperti tersandung, dalam sekejap wajahnya meluncur turun dari jendela mobil.

Raut wajah Pani sama sekali tidak ada perubahan, sepasang matanya yang gemerlap itu menoleh kembali dari arah jendela mobil, arah pandangnya jatuh kepada bayi yang ada di dalam keranjang yang terletak di tengah-tengah antara tempat duduk dia dan Seira.

Bibir Sumi pun membentuk sebuah garis lurus, ia melihat Pani dari kaca spion.

Dalam satu bulan ini.

Pataya Zhao telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas gugatan pembunuhan berencana, pengadilan memvonis tersangka pembunuhan berencana, dengan hukuman penjara lebih dari sepuluh tahun, dan tidak dapat ditangguhkan.

Yang diinginkan oleh Sumi adalah hukuman penjara seumur hidup, namun Samoa menyela dengan sebuah kalimat, tidak boleh membiarkan orang lain mengira bahwa keluarga mereka Keluarga Nulu menggunakan identitas sendiri untuk "menyalahgunakan" hukum, maka dari itu diputuskan berdasarkan "Undang-undang", yaitu hukuman penjara selama sepuluh tahun lebih.

Tentu saja, siapa pun tidak akan berani menjamin, jika dalam kurun waktu tersebut, Pataya dia tidak akan melakukan kesalahan apa pun. Lagipula, meskipun dirinya sendiri tidak ingin melakukan kesalahan, di dalam sel tahanan pasti akan selalu ada satu dua orang yang tidak senang dengan dirinya. Hingga saat itu jika terjadi penambahan masa tahanan, maka itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan Keluarga Nulu lagi!

Reputasi kriminal Pataya pasti, dengan segera akan terbawa ke dalam penjara.

Sementara itu sejak saat itu, Vimaya pun mulai datang ke Rumah Sakit Yihe, berencana untuk mencari Pani untuk memohon belas kasihan.

Sumi sejak awal pun sudah dapat menduga Vimaya akan bertindak seperti itu, maka dari itu ia secara khusus mengatur agar ada orang yang mencegah Vimaya untuk mendekati Pani.

Hanya saja sebaik apa pun pengawasan yang ada suatu saat pasti dapat terlepas.

Tak disangka pada saat hari dimana Pani keluar dari rumah sakit, Vimaya pun datang menghampiri.

Samoa melihat Pani dan Sumi dari kaca spion, matanya berkedip dengan ringan, kemudian berkata : "Apakah ingin merayakan usia anak yang telah mencapai setengah bulan?"

Setelah mendengar perkataan itu.

Pani dan Seira yang duduk di kursi belakang pun melihat kemari.

Sumi juga memandang Samoa, "Jika dikatakan, hingga hari ini usia anak itu telah mencapai satu bulan."

"Aku rasa boleh!" Seira berkata, "Ini adalah cucu pertamaku, pesta perayaaan usia nya yang genap satu bulan tidak boleh sederhana."

"Tetapi anak aku telah genap berusia satu tahun, jika mengadakan pesta usia genap satu tahun, apakah itu tidak apa-apa?" Pani berkata.

"Bagaimana jika seperti ini, perayaan genap usia satu bulan ini janganlah dirayakan besar-besaran dulu, malam ini kita undang William Dilsen dan Ethan Hunt untuk datang kemari. Di satu sisi juga termasuk merayakan genapnya usia satu bulan untuk cucuku; yang kedua mereka akhir-akhir ini karena permasalahan Pani dan cucu aku juga merasa sangat khawatir, undang mereka kemari untuk santai sejenak." Seira dengan sedikit berpikiran mendalam, ia mengungkit hal tersebut.

Pani pun mengatupkan bibirnya, di dalam hati ia menyetujuinya. Namun ia tidak mengatakan apa pun, sebaliknya ia menatap Samoa, melihat bagaimana keinginannya.

Setelah mendapatkan tatapan dan Pani, Samoa pun tersenyum, dan berkata : "Aku rasa boleh."

Dengan begini Pani barulah berkata kepada Seira, "Aku juga merasa itu boleh."

"Kalau begitu hal ini diputuskan demikian. Setelah tiba dirumah aku akan menghubungi Wiliam." Sumi pun berkata dengan sedikit menarik bibirnya.

"Hmmm." Pani tersenyum tipis, kemudian menundukkan kepala untuk melihat bayi yang ada di dalam keranjang bayi, "Sayang, malam ini kamu akan menemui paman-paman mu, dan mengenal tante mu, dan juga kakak laki-laki dan para nona, apakah kamu gembira?"

Bayi kecil itu hanya melebarkan mulut kecilnya dan tertawa ke arah Pani, sepertinya ia tidak memahami apa pun juga.

"Benar-benar menggemaskan!" Seira tersenyum dan memegang tangan mungil putih lembut bayi itu.

Samoa dan Sumi memandang Pani dan Seira yang sedang bermain dengan bayi kecil tersebut dari kaca spion, barulah dapat dengan perasaan puas dan senang menolehkan pandangan mereka.

Samoa berkata, "Oh iya Sumi, jangan lupa untuk mengundang Thomas untuk datang."

Sumi sedikit tertegun, kemudian ia menatap Samoa, "Thomas menyukai ketenangan ..."

"Aku tahu. Akan tetapi hari ini sangatlah berbeda, ini adalah perayaan satu bulan penuh usia anakmu. Kamu dan Thomas adalah teman baik, jikalau pada saat ini kamu tidak mengundang dia untuk datang melihat anakmu, jikalau dia mengetahuinya, takutnya dia akan menyalahkanmu." Pada saat Samoa mengatakan semua ini, nada bicaranya sangatlah biasa.

Sumi menatap sesaat Samoa, ia mengerutkan alisnya, "Ayah, apa yang sedang kamu rencananya?"

"Anak nakal, apakah tidak bisa berpikiran yang baik sedikit mengenai ayah?" Samoa pun tertawa sedikit.

"Aku terlalu memahamimu. Jikalau bukan karena ada suatu hal, kamu tidak akan secara khusus mengingatkanku, dan meminta aku untuk mengundang Thomas." Nada bicara Sumi yang datar itu terdengar sangat yakin.

Samoa pun tersenyum, tidak mengatakan apa pun.

Seira yang berasal dari tempat duduk di belakang, juga tertawa, "Sumi, kamu lihat ayahmu saat ini, tidakkah seperti seorang yang berpura-pura menjadi dewa, sengaja membodoh-bodohi orang, sengaja berbuat misterius!"

" Pppffttt ..."

Pani tidak dapat menahannya, dan mengeluarkan tawa.

Ketika Pani tertawa, hal ini membuat ketiga orang lainnya merasa sedikit tertegun.

Kemudian Siera dan Sumi menaikan ujung bibirnya, Samoa pun merasa kesal, "Di hadapan anak-anak, tolong berikan aku sedikit wajah."

"Baiklah, karena aku memandang istri dari anak laki-laki aku dan cucuku, maka aku akan memberikan sedikit wajah untukmu, tidak akan mengatakan bahwa kamu adalah seorang yang berpura-pura menjadi dewa lagi bagaimana?" Siera pun berkata sambil bermain dengan bayi.

Samoa, "....." Ini bukankah sama saja dengan tidak memberikan wajah untukku?

Pani dengan gembira menatap Seira dan Samoa, ia merasa mereka berdua, juga merupakan sepasang orang yang humoris, selain itu juga merupakan sepasang suami istri humoris yang hubungannya sangat akrab!

Samoa yang duduk di kursi sebelah pengemudi pun murung sesaat, ia terpikirkan akan suatu hal, tiba-tiba ia pun terduduk tegak di tempatnya, dari kaca spion ia melihat Pani, "Pani."

"Iya." Pani mendongakkan kepalanya untuk melihat dia.

Samoa pun tersenyum, "Apakah nama untuk anak itu sudah dipikirkan?"

"Pani mendongakkan kepalanya, "Masih belum..."

"Ayah, permasalahan mengenai memberikan nama untuk anak, bukankah seharusnya menanyakannya kepada aku yang ayah kandungnya ini?" Nada bicara Sumi terdengar sedikit berbangga diri.

Pani tidak dapat menahan tawanya, dengan sengaja ia berkata : "Paman bertanya kepada aku jugalah tidak salah, aku masihlah ibu kandung dari anak ini? Mengapa, Jangan-jangan kamu masih berpikiran kuno dan mengira bahwa nama anak hanya dapat ditentukan oleh ayah kandungnya?"

"Betul ya Sumi, Pani kami apakah tidak boleh memberikan nama? Hanya kamu yang mengetahui huruf, hanya kamu yang pernah bersekolah ...."

"Aku mengaku kalah, aku mengaku kalah!"

Sumi dengan segera menyela perkataan Seira, ujung bibirnya tersenyum dengan tak berdaya, "Semuanya mengatakan kalau sudah memiliki menantu maka akan lupa dengan anak perempuannya, perkataan ini sampai ke rumah kami, maka menjadi memiliki menantu maka melupakan anak prianya sendiri!"

Pani pun menggaruk-garuk kepalanya dengan perasaan tidak enak hati, diam-diam ia melihat anak bayinya.

Melihat hal ini.

Senyuman di bibir Sumi pun semakin mendalam.

Samoa menunggu hingga ketiga orang tersebut selesai berbicara, barulah ia memajukan bibirnya, dan berkata dengan perlahan-lahan, "Nama Lian Nulu ini juga cukup baik."

Sumi dan ketiga orang lainnya, "....."

Setelah ia merasakan bahwa arah pandangan semua orang tertuju kepada dirinya, Samoa dengan perlahan-lahan berkata lagi, "Aku hanya merasa nama Lian Nulu cukup baik, tidak bermaksud untuk memberikan nama kepada cucuku, janganlah salah paham."

Pani, "...."

Sumi menahan diri untuk tidak memutarkan bola matanya dihadapan ayahnya.

Seira sejak awal sudah tidak dapat menahan diri lagi, ia pun memalingkan kepalanya ke sisi yang lain dan tertawa.

"Hehehe."

Samoa perlahan-lahan memalingkan kepalanya menghadap jendela mobil, sambil berbicara sendiri, "Lian Nulu, hmm, lumayan, lumayan ..."

Melihat Samoa yang berdalih, Pani dan Sumi dengan cepat saling bertukar pandang, kemudian mereka pun terdiam.

Samoa menunggu-nunggu, menunggu hingga Pani dan Sumi berbicara.

Pengacara tua yang bermulut pedas ini sejak tadi tenang kali ini sudah tidak dapat menahannya lagi, kemudian ia menolehkan kepalanya, sekilas tatapan matanya mengarah kepada Sumi untuk melihat pendapat dari lubuk hati terdalamnya, "Apakah kamu tidak merasa nama Lian Nulu ini adalah nama yang bagus? Lian memiliki rendah hati, merendah, merendah dan ramah, orang yang memiliki moral yang baik ..... apakah tidak bagus?"

Seira dengan menahan tawa memandang Samoa, "Sungguh canggung!"

Samoa, "....."

Pani menahan tawanya dengan sedikit melekukkan pinggangnya.

Sumi dengan penampilan wajahnya yang datar dan sama sekali tidak ada perubahan, "Jika baik ingin bagaimana, jika tidak baik juga ingin bagaimana?"

Samoa memajukan bibirnya, ia memandang Sumi dan menahannya selama beberapa waktu, kemudian berkata, "Aku sekarang benar-benar semakin canggung."

"Haha ...."

Seira dan Pani tidak dapat menahannya lagi, mereka pun tertawa terbahak-bahak.

Sumi juga tidak dapat menahannya lagi, ia pun tersenyum tipis.

Samoa melihat ketiga orang yang ada di dalam mobil itu, ia menggertakan gigi dan menunjuk mereka satu per satu, kemudian tersenyum, "Nakal, Nakal!"

Setelah Pani puas tertawa, kemudian ia menundukkan kepalanya memandang bayi mungil yang sepertinya ditertawakan mereka hingga tercengang, dengan lembut ia berkata, "Sayang, kamu sudah memiliki nama, Lian Nulu! Tentu saja nama yang dipilihkan oleh kakek, sangat berwibawa dan enak didengar! Suka tidak, jikalau suka maka tersenyumlah kepada ibu."

"Yiiiyaaa ... yiiyaaayaaa ...."

Bayi mungil itu kembali tersadar dari lamunannya, kemudian ia mulai menendang-nendangkan kakinya dan meronta-ronta di dalam keranjang bayinya sebagai ungkapan senangnya, sangat energetik.

Pani dengan berhati-hati menggenggam tangan bayi itu dan meletakkannya di hadapan mulutnya untuk dikecup, "Kelihatannya bayi mungil kami Lian Nulu sangat menyukai nama yang diberikan oleh kakek."

Seira pun dengan terharu menatap Pani sejenak, kemudian mengulurkan tangannya, ia pun menggenggam ringan tangan Pani beserta dengan bayi mungil tersebut.

Pani pun mendongak dan tersenyum kepada Seira.

Melihat pemandangan kuris belakang yang begitu harmonis dan menghangatkan, di dalam hati Sumi terasa hangat, dengan suara yang rendah ia berkata, "Sedari awal aku dan Pani sudah berdiskusi, andalah yang akan memberikan nama kepada Lian."

Samoa menatap Sumi, tatapan mata yang hangat, "Kamu anak pria ini sama sepertiku, beruntung!"

Sumi tersenyum tipis.

Dia memahami apa maksud beruntung dari perkataan Samoa.

Dia memiliki Seira, aku memiliki Pani!

Puluhan tahun kehidupan seakan tak ada habisnya, namun kenyataannya, itu hanyalah sekejap mata.

Sementara itu di puluhan tahun kehidupan yang terbatas ini, dapat bertemu dengan sebuah cinta untuk seumur hidup benar-benar sangat sedikit!

Mereka adalah orang yang beruntung!

Karena mereka, telah menemukannya!

......

Pukul tujuh malam harinya.

Ellen, William dan orang-orang lainnya menuju ke rumah Sumi.

Semua orang yang hadir, dewasa maupun anak kecil juga ikut, setelah tiba, pertama kali yang mereka lakukan adalah dengan segera pergi melihat Lian Nulu yang mungil itu di dalam kasurnya.

Yang kecil mengelilingi di depan kasur bayi tersebut, sedangkan yang besar berdiri mendekat disana.

Karena telah diberitahukan sebelumnya, Tino, Nino Nie, Keyhan Ersen dan Bobo mereka semua sangat penurut untuk tidak menjulurkan tangannya dan menyentuh Lian Nulu, hanya berdiri disebelah ranjang bayi, dan menatapnya dengan mata yang terbelalak.

Bayi mungil tersebut juga pertama kalinya bertemu dengan orang banyak, sepasang matanya terbuka dengan begitu besar, mulutnya yang mungil pun sedikit mengembang, seperti tertegun, ia menatap banyak orang yang hadir.

Penampilannya yang mungil seperti itu, dapat mempesona sekumpulan orang!

"Aiihhh, akhirnya aku bukanlah yang termuda lagi."

Tiba-tiba, Bobo berkata dengan menghela nafas.

Ethan berdiri di belakang Bobo seperti sebuah kayu, setelah mendengar perkataan tersebut, ia pun menatap anak laki-lakinya.

Tiba-tiba ia teringat.

Jikalau dihitung seperti ini, anaknya jika dibariskan dalam satu barisan dengan anak kecil lainnya, kelihatannya masih tertinggal!

Dia di peringkat ketiga, dia masihlah baik-baik saja, namun dia diperingkat keempat!

Jikalau dipikirkan demikian.

Ethan pun dengan sedikit merasa tidak senang menatap Bobo.

Tidak hanya ditatap seperti itu, ia masihlah menolehkan kepalanya dan menarik Bobo.

Bobo membelalakkan matanya, dengan raut wajah yang tidak paham ia memandang Ethan, "Ayah, kamu diluar dugaan membelalakkan mata terhadapku?" aku melakukan kesalahan apa?

"...."

Novel Terkait

The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu