Hanya Kamu Hidupku - Bab 316 Gadis Kecil

Tidak sampai lima belas menit, William sampai di kantor tempat Ellen berada.

Ellen masuk ke mobil, dan ketika William mendekat untuk memasangkan sabuk pengamannya, dia tersipu dan berbisik, "Mengapa kamu benar-benar datang?”

William memasang sabuk pengamannya dan mencium bibir Ellen.

Wajah Ellen semakin panas, dia bersandar di kursi dengan lemah lembut.

William menciumnya sebentar, lalu duduk tegak, memakai sabuk pengaman lagi, dan melaju ke depan, "Kamu ingin makan apa?"

Ellen mengosok bibirnya yang lembab. "Aku masih harus bekerja sore nanti, makan apa saja tidak apa-apa."

"Jam berapa?" William bertanya.

"14:30."

William menatap jam di layar dalam mobil dan melihat Ellen dari kaca spion, "Sekarang masih belum jam 1, masih ada satu setengah jam lagi, tidak terburu-buru."

Ellen mengangguk lalu memiringkan kepala sambil menatap William, "Kamu hari ini pergi ke perusahaan, siapa yang merawat mama?”

"kakak pertama dan kakak kedua kembali pagi ini, mereka yang menemaninya di rumah sakit." William berkata.

Mendengarnya, Ellen dengan bibir bawahnya, sambil menatap William, "Sayang."

"Hm?" Jawab William pelan dan menatap Ellen dengan lembut.

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap kali Ellen memanggilnya "sayang" dengan suara yang begitu lembut, dia tidak bisa menahan rasa senang dan bahagianya.

Ellen melirik kesal padanya lalu cemberut, "Masih ada lebih dari satu jam sebelum kembali bekerja sore nanti, aku ingin…ke rumah sakit dan melihat mama."

William mengerutkan kening, menyimpan kembali pandangannya dan menatap jalan di depan, "Butuh 40 menit untuk pergi ke rumah sakit dari sini, kamu tidak akan punya waktu untuk makan jika kita pergi."

"Tidak apa-apa. Hanya tidak makan sekali." Kata Ellen dengan pelan sambil menatap William.

"Omong kosong!" William menatap Ellen dengan kasar, "Tubuhmu baru saja membaik, sudah mau sembarangan? Siapa yang memberimu keberanian itu?"

Mata Ellen terlihat lembut dan suaranya semakin kecil, "Kenapa kamu begitu galak? Ya sudah jika kamu tidak membiarkanku pergi."

William mengerutkan keningnya lebih erat lagi.

Stress yang dirasakan Ellen telah hilang, dia terkekeh dan memalingkan wajahnya ke jendela mobil, bergumam, "Orang-orang yang tidak tahu mengira aku adalah putrimu! Terus-terusan mengomel!"

"Mustahil!"

"?"

"Putri seorang William, jelas yang paling penurut, pandai, pengertian dan penuh perhatian di dunia!"

what?

Ellen menoleh dan menatapnya dengan marah, "Apakah kamu sedang mengejekku?"

William mengeser badannya sedikit lalu meliriknya.

"Kamu mengejekku begitu, apakah kamu pikir aku akan melahirkanmu seorang anak perempuan?" Ellen bertanya sambil kesal seperti anak-anak.

"Terserah kamu!" William menggerutu.

"Itu terserah aku!" Kata Ellen sambil menggembungkan pipinya.

William lalu memberikan balasan tatapan malas padanya.

Ellen terpancing, dia mengepalkan tangannya dan berkata, "Aku beritahukan, ada Tino Nie dan Nino Nie sudah cukup, aku tidak akan melahirkan lagi!"

"Sekarang tertarik membicarakan hal ini?" William berkata sambil menatapnya.

"Huh!"

"Gadis kecil memang gadis kecil! Naif!" Kata William.

"Hei..."

"Apa aku menyuruhmu melahirkan sekarang?" William bertanya dengan ringan.

Ellen, "..."

"Menarik?"

Ellen menatap mata William.

Beberapa detik kemudian, Ellen tiba-tiba menarik bahunya dan merentangkan tangannya dalam keheningan.

Baiklah, ini benar-benar membosankan!

Bagaimanapun, dia tidak mungkin memikirkan untuk melahirkan lagi dalam waktu dekat.

Lagipula...dia punya rencananya sendiri untuk kedepannya!

Berpikir seperti itu.

Ellen menatap matanya kemudian cemberut lembut dan tidak melanjutkan topik.

William melihat ini, saat dia menarik kembali tatapannya, dia secara tidak sengaja mengusap perut Ellen, dia hampir tidak bisa menatap matanya.

...

Setelah William membawa Ellen pergi makan siang, dia mengirimnya kembali ke kantor redaksi.

Ellen melepaskan sabuk pengamannya dan menatapnya seperti sedang merajuk. "Aku pergi kerja."

William melihat gedung kantor lalu berkata kepada Ellen, "Aku akan menjemputmu pulang kerja sore ini."

"Aku akan menyetir sendiri, tidak perlu kamu jemput." Suara Ellen masih terdengar lemas.

William menatap wajah kecilnya yang merajuk, tiba-tiba mengangkat alisnya dan berkata sambil tersenyum, "Gadis kecil!"

Ellen mengerutkan kening dan menatapnya dengan cepat, dia menggumamkan sesuatu, William tidak dapat mendengarnya dengan jelas.

"Aku duluan."

Tapi kalimat ini, diucapkan Ellen dengan keras, William juga mendengar dengan jelas.

William menjulurkan tangan dan meraih tangan kecil Ellen yang hendak membuka pintu, lalu menariknya ke sisinya, mendekatkan mulut ke telinganya dan berkata dengan lembut, "Tidak peduli nantinya apakah akan ada anak perempuan atau tidak, kamu akan selalunya menjadi harta karun paling berhargaku."

Telinga Ellen menjadi sangat panas, berada begitu dekat dengannya membuatnya malu, dia mengangkat satu tangannya dan mendorong bahunya, "Aku tidak melihatmu minum-minum tadi, kenapa bisa berbicara seperti sedang mabuk?"

William terkekeh dan mematuk telinga Ellen, "Nanti sore aku pasti datang menjemputmu."

Ellen tertegun dan dengan terkejut melihat William.

William mengulurkan dua jari panjangnya dan mencubit ringan dagu Ellen, "Aku ingin mengkonfirmasi untuk pertama kalinya apakah Ellenku diganggu orang atau tidak."

Hati Ellen berdegup, dan kemudian hidung dan kedua matanya dipenuhi dengan rasa sedih pada saat yang sama.

Melihat penampilannya yang menyedihkan, William mengguncang dagunya dengan ringan dan melenguh, "Lihatlah kamu, bukankah ini namanya menyusahkan diri sendiri?."

Tenggorokan Ellen tersedak, dia menjulurkan tangan dan melingkarkan tangannya di leher William, dia tidak mengatakan apa-apa, dia mengangkat dagunya dan memberikan bibirnya.

...

Setelah susah ppapa berpisah dengan seseorang yang di dalam mobil, Ellen menginjakkan kaki di kantor redaksi, begitu dia memasuki kantor editorial, beberapa mata jahat datang mengejarnya.

Ellen dengan tenang dan penuh percaya diri berjalan ke depan mejanya lalu duduk.

"Aku bertanya padamu, apakah kamu yang menaruh materi yang diatas printer ke bagian kertas bekas?" Salah satu rekan wanita dengan marah datang ke hadapan Ellen dan bertanya dengan suara keras.

Ellen menatapnya, "Aku sudah katakan sejak pagi bahwa jika tidak ada yang mengambil barang-barang itu sebelum siang, aku akan memperlakukan mereka sebagai limbah. Aku ingat kamu ada di sana saat itu."

"Apakah kamu tahu bahwa ada konten khusus didalam sana untuk materi bulan depan? Kamu bahkan belum bertanya jelas tapi sudah berbuat, apakah kamu tahu apa konsekuensinya? Hanya karena kamu melakukan itu, seluruh upaya departemen editorial kita bulan ini sia-sia!" Rekan wanita itu sama sekali tidak mendengar kata-kata Ellen, dia meraung keras.

"Karena materi itu sangat penting, mereka harus dijaga dengan baik. Selain itu, ketika membuat bahan-bahan kertas ini, bukankah juga harus menyimpan versi elektroniknya?" Ellen membalas sambil senyum, sikapnya tidak lembut ataupun kasar.

"Agnes Nie! Sikap apa ini? Karena kamu orang baru, kamu tidak terlibat dalam pekerjaan bulan ini, maka kamu mengabaikan pencapaian semua rekan kerja kita? Karena kamu tidak berpartisipasi di dalamnya, kamu dapat membuang bahan-bahan itu sesuka hati, dengan acuh tak acuh!" Rekan wanita itu semakin bersemangat dan suaranya juga semakin lama semakin keras.

Pada saat yang sama, kolega lain juga membantu.

"Ya, dia tidak mengeluarkan waktu dan keringatnya, tentu saja dia tidak mengerti perasaan kita! Tidak tahu kenapa harus memasukkan orang yang tidak tahu bagaimana menghormati hasil kerja orang lain kesini."

"Betul, tidak bisa membuat sesuatu yang berguna tapi menghancurkan semua yang ada!"

"Dengar-dengar dia pernah melakukan wawancara khusus dengan sutradara Samir di majalah W kota Rong, sangat membanggakan!"

"Cuih, siapa yang tahu bagaimana cara wawancara itu didapat?"

"Agnes Nie, bagaimana kalau kamu yang putuskan harus bagaimana?" Rekan wanita itu melihat bahwa mereka semua saling membantu dan mereka penuh energi, mereka mengangkat kepala dan membusungkan dada, sambil berkata kepada Ellen.

"Apanya yang bagaimana?" Ellen mendorong kursinya dan berdiri, suaranya dingin.

Kedua matanya seperti terendam kedalam air es, dingin sampai ke tulang.

Ellen memandang rekan-rekannya satu per satu, ada kata "pembasmian" di wajah mereka semua, dia dengan ringan membuka mulutnya, "Tidak ada alasan untuk menambah kesalahan. Bagaimana kebenarannya, semua orang yang ada ditempat termasuk aku sendiri, mengetahui dengan jelas. Materi yang kalian inginkan diletakkan di mejaku, tidak ada yang memberi tahuku materi apa itu, kalua begitu aku dapat mengurusnya dengan mudah. Dan aku membuatnya sangat jelas sebelum mengurusnya. Aku akan membatalkan informasi yang ad ajika tidak ada yang mengambilnya sebelum siang. Dan pada siang tadi, masih tidak ada yang datang untuk mengambilnya. Aku tidak bisa membiarkan data-data itu di atas printer saja kan? Ada begitu banyak data, sangat mengganggu lingkungan kantor."

"Kamu mencoba membuatnya terdengar masuk akal!" Rekan wanita itu berkata dengan marah, "Letakkan di mejamu dan kamu bisa mengatasinya? Kamu memiliki wajah yang besar. Mengapa kamu tidak mengatakan bahwa jika kamu ada di kantor, maka kantor ini milikmu? Aku memberitahumu Agnes Nie, semua hal yang ada di sini adalah milik direktur, dan bahkan pemimpin redaksi tidak dapat berbuat sesuka hati, kamu ini apa, atas dasar apa kamu boleh mengatur?"

Baik sekali!

Semakin lama semakin menarik, semakin lama semakin susah di dengar lagi bukan?

Ellen mengangkat alisnya dan menunjuk ke salah satu meja di kantor, "Itu mejamu bukan?"

Rekan wanita mengerutkan kening, "Kalau iya kenapa?"

Ellen memasang senyum palsu, dia berjalan di depannya langsung ke mejanya.

Seiring Ellen berjalan, mata orang lain di kantor mengikuti.

Rekan wanita itu memandang Ellen dengan terkejut, "Apa yang mau kamu lakukan?"

Ellen mengangkat alisnya dan tiba-tiba menjatuhkan tanaman pot dari mejanya ke tanah.

Kak-

Suara yang besar!

Rekan-rekan yang lain, "..." semuanya ketakutan!

"Ah...apa yang kamu lakukan Agnes Nie, apakah kamu sudah gila?"

Rekan wanita itu lah yang sudah gila, dia berlari seperti orang gila, meraih ponsel merek terbaru dari tangan Ellen yang barusan diambil dari meja kerjanya, memeluknya lalu menatap Ellen dengan marah, khawatir dan ketakutan, dia terengah-engah kehabisan napas.

Tangan Ellen yang senang dan puas melepaskan genggaman, dia membuka bibirnya dan memandang rekan wanita itu, berkata sambil tertawa, "Bukankah kamu bilang semua yang ada di kantor adalah milik direktur? Mengapa kamu begitu gugup ketika aku menjatuhkan barang-barang milik direktur?"

"Ini meja kerjaku..."

"Oh, milikmu."

Ellen masih tersenyum sambil menatapnya, "Kalau begitu lain kali bolehkah aku meletakkan barang-barang yang ada di mejaku ke mejamu?"

"Apakah kamu tuli? Ini meja kerjaku! Kenapa harus membiarkanmu meletakkan barang!" Rekan wanita itu di stimulasi oleh Ellen, suasana yang menyenangkan dan bersemangat di luar kendali, semuanya ingin merobek-robek Ellen!

"Aku sudah mengerti. Maksudmu adalah, mejamu adalah milikmu, tidak boleh meletakkan barang milikku, kan?"

Mata rekan wanita itu melotot tajam dan menatap Ellen.

Ellen tersenyum dan menatap rekan-rekannya di kantor, "Tampaknya semuanya memiliki rasa yang kuat untuk melindungi hak-hak. Karena semuanya peduli jika barang-barang milik orang lain menempati ruang kita sendiri, mengapa memaksakan hal-hal yang tidak kita sukai pada orang lain?"

Sampai disitu, suara Ellen tiba-tiba merendah, "Jangan lakukan hal yang kamu tidak sukai pada orang lain, prinsip ini seharusnya tidak ada orang yang tidak mengerti kan?"

"..."

Novel Terkait

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu