Hanya Kamu Hidupku - Bab 75 Jangan Menangis, Semua Salah Paman Ketiga

Ellen langsung membuka mata dengan wajah tegang.

Tong!

seperti ada suara benda yang terjatuh di lantai, terdengar berat.

Ellen menarik nafas, mengangkat tangan dan membuka lampu disamping ranjangnya, memeluk selimut dan duduk diatas ranjang, melihat keluar jendela dengan mata membelalak.

Ketika ia melihat pria yang begitu tegap dan tampan yang berada diluar jendela, jatung Ellen langsung berdegup begitu kencang.

Meskipun ketika ia mendengar suara dari depan jendela dia sudah merasakannya.

Namun begitu melihatnya langsung, perasaan terkejut itu terasa berbeda.

Langkah kaki yang begitu tegap terdengar mendekat.

Jantung Ellen berdegup semakin tidak karuan, matanya yang hitam dan bulat menatap pria yang berjalan mendekat tanpa berkedip sedikitpun.

Pria itu berjalan kehadapannya dan brhenti tepat didepannya, wajah yang begitu sempurna bagaikan ukiran, mata hitam yang begitu hitam sedikit merunduk menatapnya, seolah ingin menghisap Ellen masuk kedalam bola matanya.

Ellen menggerakkan bibirnya perlahan, “Paman ketiga…..”

Dia tidak sedang bermimpi bukan?

bukankah dia sekarang sedang berada di Prancis?

bagaimana bisa……….

Dan mereka baru saja berbicara melalui telfon pagi ini.

Ellen langsung refleks menutupi wajahnya dengan selimut, hanya memperlihatkan sepasang mata yang hitam dan jernih.

Jadi William sama sekali tidak melihat ada yang tidak beres.

Matanya yang dingin sedikit menyipit, William duduk di pinggir ranjang, menundukkan wajahnya menatap mata Ellen yang menatapnya lurus, suaranya terdengar agak serak karena sudah 3 hari berturut-turut tidak istirahat, “Membangunkanmu?”

Ellen, “……” airmata langsung mengalir, bibir dibalik selimut mengkerut, menatapnya tanpa mengatakan apapun, hanya terus meneteskan airmata.

William mengkerutkan alis, mengulurkan tangan ingin menurunkan selimut yang ia peluk.

Namun Ellen malah mudur untuk menjaga jarak, matanya yang berkaca-kaca terlihat bersinar.

Tangan William langsung terhenti, matanya yang dingin menatap Ellen dengan semakin dingin.

Ia menyipitkan mata, tiba-tiba memiringkan tubuhnya, langsung menarik selimut Ellen dengan keras tanpa mengatakan apapun.

“…” Ellen terkejut sampai melempar selimutnya, melompat turun dari sisi ranjang yang lain dan berlari masuk ke dalam kamar mandi dengan cepat.

Alis William mengangkat, wajahnya menjadi begitu tegas dan serius, sebelum Ellen berhasil masuk ke dalam kamar mandi, William langsun menangkap tubuh kecilnya dan merangkulnya.

Namun siapa yang menyangka.

Gadis dalam pelukannya langsung berteriak dengan kencang setelah terdiam selama beberapa detik.

“Aaa………”

William, “……”

“Aaaa……..”

“Diam!”

pelipis William terasa senat senut, apa yang anak ini lakukan! Dia sedang ingin memukulnya atau sedang mengganggunya? Untuk apa berteriak sampai seperti itu!

“Aaa….”

Ellen mana bisa mendengarnya lagi, ia hanya langsung berteriak dengan sekuat tenaga.

Otot ditangan William langsung muncul, memeluk Ellen dan membawanya kembali ke ranjang dengan langkah besar, duduk, dan langsung menahan tubuh kecilnya diatas kakinya, begitu dia terduduk dikakinya, langsung ada dua tamparan yang mendarat.

“Uhm…..”

Ellen kesakitan sampai bokongnya terasa begitu tegang, airmatanya jatuh begitu deras.

“Sudah diam belum?”

William memelototi belakang kepala Ellen, membentaknya dengan wajah yang begitu dingin.

Ellen mengetatkan bibir, tubuhnya sangat tegang.

William melihatnya seperti ini, hatinya seketika menjadi begitu perih, melihat bokong Ellen yang mengetat, tatapan matanya yang dingin langsung berubah menjadi tatapan yang penuh penyesalan, ia membuka telapak tangannya yang besar, perlahan mengelus bagian yang ia pukul.

“…..” Ellen mengetatkan bibir, tidak membiarkan dirinya menangis.

Dia tidak menyalahkannya karena memukulnya, tapi ia menangis karena merasa sedih.

Ketika melihatnya, semua usahanya untuk tetap tegar, semua pertahanannya seketika runtuh.

Ellen membenamkan wajahnya dan menangis sejadi-jadinya, karena dia menyadari, dirinya bergantung pada pria ini sudah melampaui apa yang ia bayangkan.

Namun menyadari ini sama sekali bukan hal yang baik.

Sehingga Ellen bisa menangis sampai begitu hebat.

“Jangan menangis, semua salah paman ketiga, tidak seharusnya aku memukulmu.”

William membungkukkan tubuhnya, mengecup ringan belakang lehernya, berkata dengan lembut.

“Huwaaa………” Ellen menangis semakin hebat.

Hati William terasa seperti berhenti, ia mengelus pelan pinggang Ellen, ingin memutarnya untuk duduk berhadapan dengannya.

Siapa yang menyangka begitu tangannya menyentuh pinggangnya, gadis yang tadinya sudah sedikit tenang tiba-tiba memberontak begitu hebat.

“Aaaa……….”

Sudut mata William langsung menjadi tajam, kedua bibirnya mengetat begitu erat, lalu menggendongnya dengan paksa.

“Ellen, Ellen…….”

Tiba-tiba terdengar suara Hansen yang penuh rasa khawatir dari luar.

Gerakan tangan William langsung terhenti.

Dan gadis yang tadinya berada diatas kakinya langsung turun dan berlari menuju kearah luar dengan cepat.

Wajah William yang tadinya begitu hangat seketika langsung berubah kelam, terduduk dipinggir ranjang tidak bergerak, tatapannya menatap lekat Ellen yang berlari membuka pintu dan langsung bersembunyi dibalik Hansen.

Hansen sangat terkejut, ia baru akan berbalik dan bertanya pada Ellen apa yang terjadi, sudut matanya menangkap bayangan tubuh William yang duduk diranjang Ellen.

Mata Hansen membelalak besar, “William?”

Nada bicaranya penuh dengan rasa kaget juga heran!

Alis panjang William sedikit mengangkat, ia bangkit berdiri lalu berjalan kearah depan pintu, “Kakek.”

“… kamu, bukankah kamu seharusnya, seharusnya kamu di Prancis bukan?” Hansen terkejut sampai terbata.

Pria yang seharusnya dinas keluar selama satu minggu, kembali dalam waktu dua hari?

“Sudah kembali.” William berkata dengan nada yang datar.

Hansen, “…….” Masih bisa bicara apa lagi?

orang ini tidak tahu apa, dia kembali dengan begitu mendadak sungguh sangat mengejutkan orang!

William melirik kearah belakang tubuh Hansen, berkata pada Hansen, “Kakek, sudah larut, istirahatlah.”

“Kakek buyut.”

William baru mengatakan ini, suara Ellen yang bersembunyi dibelakang Hansen langsung terdengar, suaranya yang lemah itu seolah menunjukkan kalau dia khawatir Hansen akan benar-benar pergi.

Alis William mengkerut begitu erat.

Hansen tersenyum, melihat kearah Ellen yang berada dibelakangnya, lalu berdehem, berkata pada William, “Kamu baru saja kembali, juga sudah lelah, kamu juga kembalilah istirahat dikamar.”

William tidak bicara.

Hansen merasa agak ragu, ia merasa dirinya sangat berat untuk menegakkan tubuh dihadapan William hari ini, terasa begitu lemah.

Bagaimanapun, dia yang meminta padanya untuk membawa Ellen kembali ke rumah utama untuk ia jaga.

Namun tidak sampai satu hari, sudah membuat Ellen terluka……..

Sekarang orang yang memiliki hak asuh sudah kembali, dia malah tidak bisa mengembalikan Ellen dengan utuh padanya, apakah dia masih pantas berkata dengan suara lantang?

Sehingga Hansen berkata dengan nada bicara yang halus, “Besok Ellen masih harus berangkat sekolah, dia butuh istirahat sekarang, ada urusan apa, tunggu sampai besok Ellen pulang sekolah baru dibicarakan, bisa kan?”

Sikap Hansen agak aneh, dan William menyadari hal ini.

Berdasarkan sifat Hansen, ia merupakan type orang yang semakin tua semakin keras kepala.

Hari ini sama sekali tidak bicara kasar padanya, malah bicara padanya dengan nada yang begitu lembut, bukankah ini aneh?

ekspresi wajah William sama sekali tidak berubah, namun tatapan matanya langsung menjadi tajam, suaranya juga terdengar dingin, “Tidak bisa!”

Hansen, “……” bisakah tidak begitu keras kepala?!

“Ellen, keluar kamu!” William berkata dengan nada yang dingin.

Ellen mencengkram baju tidur Hansen, mati pun tidak mau keluar.

Alis Hansen langsung mengangkat, melihat William sambil tersenyum lebar, “Will…..”

“Kakek, apakah kalian menganggap aku bodoh?”

Tanpa menunggu Hansen selesai bicara, William langsung berkata sambil tersenyum sinis.

“…..” Hansen langsung kehabisan kata-kata seketika.

Dalam hatinya dia mengerti, kalau bukan karena menyadari sesuatu, bagaimana mungkin ia sengaja kembali tengah malam seperti ini.

Sekarang mereka malah menutup-nutupi seolah takut ia mengetahui sesuatu.

Dan didunia ini tidak ada makan siang yang gratis, perubahan yang mendadak ini mengatakan padanya kalau ada sesuatu yang terjadi.

Punggung Ellen langsung menjadi kaku.

Hansen menatap wajah William yang begitu tegas dan dingin, perlahan menarik nafas, berbalik, lalu melihat kearah Ellen yang menundukkan kepala dibelakangnya, berkata dengan lembut, “Ellen, sudahlah, semua tidak bisa ditutupi lagi.”

Setelah Hansen mengatakannya, tanpa Ellen sempat menahannya, ia langsung menyingkir kesamping.

Dan Ellen sepenuhnya terlihat dihadapannya.

Meskipun dia sudah menundukkan kepala, perban diwajahnya sangat panjang, meskipun rambut di kedua sisinya terurai pun tetap tidak bisa menutupinya.

Sebuah bayangan hitam langsung menghampirinya.

Dan dagunya langsung terangkat dengan keras.

Ellen menggigit bibirnya yang sedikit gemetar, wajahnya terpaksa menghadap kearahnya.

Ketika perban yang menutupi luka diwajah kanannya sampai ke hidung terlihat didepan mata William, suhu diseluruh koridor seketika menjadi begitu dingin sampai bisa membekukan orang yang berada disana.

Ellen tidak hentinya menarik nafas, kedua alisnya yang panjang tidak hentinya bergerak, menatap wajah sempurna dihadapannya dengan sangat hati-hati.

“Siapa yang melakukannya?”

William tersenyum bagaikan iblis, rahangnya mengetat erat, matanya yang menatap Ellen terlihat penuh amarah.

Bibir Ellen menjadi pucat, melihat kearah Hansen yang tidak berdaya, tenggorokkannya bergetar, “Aku, aku yang, tidak hati-hati….”

“Dimana Vania? Vania, keluar kamu!” William memanggil dengan suara setengah berteriak.

Ellen terkejut sampai membatu disana, menatap William yang marah tanpa bisa mengatakan apapun.

Sejujurnya.

Dia sungguh belum pernah melihatnya semarah ini!

sikapnya sekarang, membuatnya sama sekali tidak meragukan, kalau saja Vania sekarang berada dihadapannya, mungkin dia akan menendangnya sampai jauh hanya dengan satu tendangan saja!

memikirkan ini.

Membuat Ellen tanpa sadar bersyukur, untuknya Vania, Louis dan juga Gerald keluar negri.

“Vania!”

“… paman ketiga.”

Ellen mengulurkan tangannya yang gemetar menggenggam ujung baju William, memanggilnya dengan mata berkaca-kaca.

William menepis tangannya, berbalik, lalu berjalan kearah kamar Vania dengan cepat, mengangkat kakinya dan menendang pintu kamar Vania sampai terbuka dalam satu tendangan.

Ellen dan Hansen melihat William yang masuk kedalam kamar Vania dengan cepat, lalu keluar lagi dalam waktu beberapa detik, lalu berjalan kekamar Louis dan Gerald.

Ellen melihat gayanya seperti tidak akan melepaskan mereka sebelum menemukan mereka.

Ellen melihat Hansen dengan sangat panic.

Hansen tersenyum pahit, mengulurkan tangan menepuk tangan Ellen, “Biarkan dia melampiaskan. Kalau tidak, begitu Vania pulang, dan amarahnya masih belum reda, percaya tidak? Dia sanggup membuat luka yang lebih parah dari luka yang ada diwajahmu.”

Mendengar Hansen berkata demikian, Ellen mengatupkan bibirnya tanpa mengatakan apapun lagi.

Namun dalam hati ia tidak terlalu setuju.

Meskipun sifat paman ketiga-nya dingin, namun dia bukan orang tidak berperasaan yang tidak memikirkan hubungan saudara.

Sebenarnya dalam hati Ellen merasa kalau semua orang yang ada dikeluarga Dilsen ini tidak ada satupun yang benar-benar memahami Paman Ketiga.

Berdiri dikoridor bersama Hansen, melihat William mencari Vania dari satu kamar ke kamar yang lainnya.

Hati Ellen terasa perih, namun juga terasa begitu hangat.

Didunia ini masih ada orang yang melindunginya sampai seperti ini.

Mungkin hanya tersisa dia seorang.

Novel Terkait

Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu