Hanya Kamu Hidupku - Bab 595 Menuruti Semua Permintaan

“Kak, Kak Linsan……”

Ketika sedang melawan pembantu untuk masuk ke dalam Villa, Pataya sudah tidak mempunyai citra lagi, rambutnya dan pakaiannya sudah menjadi sangat berantakan.

Mendengar suara ini, Pataya seperti melihat fajar, dia pun segera berlari menuju ke pintu Villa dan langsung memeluk Linsan, “Kak Linsan, aku datang untuk mencarimu, tetapi mereka melarangku untuk masuk, mereka mendorongku dan mengatakan akan melemparku ke luar!”

Linsan menepuk bahu Pataya, lalu dia pun menatap dua pembantu itu, meskipun sedang memarahi mereka, tetapi suaranya juga terdengar sangat lembut, “Pataya adalah temanku, kenapa kalian memperlakukannya seperti ini? Jika waktu mandiku lebih lama lagi, apakah kalian berdua benar-benar akan melemparnya?”

Perkataan Linsan, pertama bertujuan untuk menjelaskan kepada Pataya bahwa tadi dia sedang mandi dan tidak mengetahui kedatangan Pataya; Kedua juga untuk memperlihatkan kepada Pataya bahwa, dia menganggapnya sebagai teman, karena menganggap sebagai teman, jadi dia pun sangat marah ketika pembantunya memperlakukan temannya dengan seperti ini!

Dua orang pembantu itu pun segera menundukkan kepala mereka dan tidak berani untuk mengatakan apa pun lagi.

Linsan mengernyit dan berkata, “Apakah biasanya aku tidak terlihat seperti seorang majikan, jadi beraninya kalian berdua untuk menindas temanku!”

Setelah mengatakannya, Linsan pun menatap Pataya yang sedang bergemetaran dan langsung berkata dengan cemas, “Pataya, apakah kamu mengalami luka?”

Pataya menggelengkan kepalanya dengan matanya yang sudah memerah, “Tidak.”

“Untungnya kamu tidak terjadi apa-apa, jika tidak aku pasti tidak akan menyudahinya dengan begitu saja.” Linsan memelototi dua orang pembantu itu, lalu dia pun memapah Pataya untuk masuk ke dalam Villa.

Setelah Linsan dan Pataya berjalan memasuki Villa, dua orang pembantu itu yang awalnya menundukkan kepala mereka, pun saling melemparkan senyuman.

……

Di dalam Villa.

Linsan meletakkan segelas air hangat di depan Pataya, lalu dia pun duduk di sampingnya.

“Kak Linsan……”

“Pataya, kamu tidak perlu mengatakannya lagi, aku sudah mengetahuinya.”

Linsan memotong perkataan Pataya, dia pun menatap Pataya dan menghela nafas.

Pataya meraih tangan Linsan dengan cemas, “Kak Linsan, aku benar-benar sudah tidak tahu harus melakukan apa lagi, apakah kamu boleh membantuku, tolong.”

Linsan menatapnya dengan tak berdaya, “Pataya, kemarin ketika kamu datang, aku juga sudah mengatakannya dengan jelas, aku tidak berdaya. Kamu adalah temanku, Sumi juga merupakan temanku, apa yang dapat dilakukan olehku? Jadi aku hanya dapat memilih untuk tidak ikut bercampur tangan. Apalagi, suamiku adalah teman baik Sumi, dia juga mengetahui aku mempunyai hubungan yang baik denganmu dan menganggapmu sebagai adikku, setelah kejadian ini, dia juga mengingatkan aku untuk tidak boleh ikut bercampur tangan, jika tidak dia akan susah untuk menjelaskannya kepada Sumi, kamu juga harus memikirkan posisi kakak yang susah untuk menjadi orang.”

“Kak Linsan, aku sudah tidak mempunyai pilihan lain lagi!” Wajah Pataya terlihat pucat dan juga dapat dipastikan akhir-akhir ini dia juga hidup dengan penuh penderitaan, “Ayahku melarikan diri dengan membawa sejumlah uang, nenekku masih dalam keadaan koma di rumah sakit, biaya pengobatan setiap harinya aku dan ibuku juga sudah hampir tidak dapat membayarnya lagi. Rumah kami juga sudah dilelang untuk melunasi hutang, beberapa hari ini, aku dengan ibuku hanya dapat beristirahat di dalam kamar rawat nenek. Aku benar-benar sudah tidak dapat bertahan lagi, wu wu……”

Linsan terkejut, “Kenapa kamu menjadi seperti ini?”

Pataya sangat sedih dan dia pun menangis, “Kak Linsan, aku selalu menganggapmu sebagai idolaku, bahkan kakak kandungku. Saat ini keluargaku sudah menjadi seperti ini, kamu harus membantuku!”

Linsan berpikir sejenak, lalu dia mengangguk, “Kamu tunggu sebentar.”

Sambil mengatakannya, Linsan pun segera bangkit dan berjalan menuju ke atas.

Bahu Pataya pun bergemetar ringan, air matanya pun mengalir dan dia pun menatap Linsan yang sedang berjalan menuju ke atas.

Tidak lama kemudian, Linsan pun turun dari atas dengan membawa uang.

Pataya pun bangkit dan menatap Linsan, “Kak Linsan……”

Linsan berjalan ke hadapannya, dia pun menatap Pataya dengan tampak dirinya seperti seseorang yang bersifat baik hati, “Pataya, yang dapat dilakukan oleh kakak tidak banyak, ini kamu ambil saja.”

Linsan membuka dompetnya, dia mengeluarkan sejumlah uang tunai dari dalam dompetnya dan memberikannya kepada Pataya.

Gigi Pataya pun bergemetaran, tidak diketahui apakah itu menandakan berterima kasih atau yang lain, dia pun perlahan menundukkan kepalanya untuk melihat uang yang ada di tangannya.

Tampaknya hanya sekitar delapan juta sampai sepuluh juta, bahkan pun tidak cukup untuk membayar biaya pengobatan dan perawatan neneknya selama satu hari!

Linsan menatap Pataya, “Pataya, uang tunai kakak juga hanya sebanyak ini dan aku juga memberikan semuanya kepada kamu, kamu jangan mempermasalahkannya jika terlalu sedikit.”

Pataya pun menarik nafas, dia mengangkat kepalanya untuk menatap Linsan, “Kak Linsan, bukan terlalu sedikit, melainkan benar-benar tidak cukup……”

“Pataya.”

Tidak menunggu Pataya selesai berkata, Linsan pun mengulurkan tangannya untuk memegang lengan Pataya dan dia pun menariknya untuk duduk di atas sofa, kemudian dia menatap Pataya sambil mengatakan, “Sebenarnya, bukan tidak terdapat solusi, terus terang, hanya memerlukan perkataan Pani. Saat ini tidak ada siapa pun yang dapat menggantikan posisi Pani di dalam hati Sumi. Kamu harus mendengar perkataan kakak, kamu dan Pani juga merupakan saudara sepupu, kalian kan sekeluarga. Kesalahpahaman apa yang tidak dapat diselesaikan, kalian cukup membicarakannya dengan baik-baik, bukannya sudah beres?”

“Bukan……” Pataya menatap Linsan dengan sambil menangis, suaranya juga bergemetaran, yang terdengar sangat kasihan, “Kak Linsan, tidak terdapat kesalahpahaman diantara aku dengan Pani, kami juga bukan sekeluarga. Kak Linsan, kamu, apakah kamu boleh meminjam……”

“Lihatlah dirimu, apa yang dikatakan oleh kamu lagi? Kakekmu bukannya juga merupakan kakek Pani? Kalian adalah sekeluarga! Pani saat ini adalah harta Keluarga Nulu, bahkan bibi Siera juga sudah mengatakan, ke depannya, Keluarga Nulu akan dipimpin oleh Pani. Kamu memiliki kakak sepupu yang seperti ini, seharusnya kamu harus merasa senang.” Linsan memotong perkataan Pataya lagi.

Pataya membuka bibirnya dan menatap Linsan dengan terengah-engah.

Iya. Saat ini Pataya sangat cemas, tetapi juga tidak menandakan bahwa dia tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Linsan.

Linsan berulang kali memotong perkataannya, sikapnya juga sudah sangat jelas, sikap Linsan sama seperti kemarin ketika dirinya datang untuk menemuinya dan dia juga tidak berencana untuk ikut bercampur tangan!

Iya.

Jika dibandingkan dengan Keluarga Nulu dan Sumi, Pataya hanya merupakan seorang putri yang keluarganya sudah bangkrut! Jika dapat menghindarinya tentu saja harus menghindarinya!

Sebenarnya Linsan sudah mempunyai rencana.

Setidaknya dia masih menemui Pataya dan juga memberikan sedikit uang kepadanya……

Bagaimana dengan orang lain? Mereka akan menghindarinya, bahkan memarahinya dan mengatakannya tidak tahu malu, yang seperti seorang pengemis!

Selama setengah bulan ini, perkataan apa saja juga sudah didengar oleh Pataya!

Pataya merasa dendam!

Apa kesalahan yang dilakukan oleh dirinya dan kenapa dirinya harus diperlakukan dengan seperti ini?

Melainkan wanita seperti Pani, yang dapat diperlakukan dengan baik oleh Sumi dan keluarga Nulu?

Betapa kejamnya dunia ini memperlakukan dirinya, sungguh tidak adil!!!

Linsan melihat kecemburuan dan kebencian yang ada di dalam tatapan Pataya, lalu dia pun berkata, “Pataya, dengarkan kakak, pergi mencari kakak sepupumu agar dia membantumu untuk memohon kepada Sumi……sebenarnya juga tidak perlu mengatakan apa-apa, tampaknya ketika Pani berkata saja, Sumi juga akan langsung menyetujuinya dengan tanpa memikirkan apa pun.”

Linsan tersenyum, lalu dia pun menatap Pataya, “Aku sangat mengenali Sumi. Dia akan menuruti semua permintaan dari wanita yang dicintai olehnya. Tidak ada salahnya, jika kamu pergi mencari Pani.”

Pataya mengepalkan tangannya, wajahnya terlihat pucat, dia pun mengertakkan giginya dan menatap Linsan dengan tajam.

Linsan pun menunjukkan senyuman kepada Pataya, nadanya terdengar lembut dan rendah, tetapi yang didengar oleh telinga Pataya, adalah suara yang berulang-ulang dan sebenarnya tidak ada.

“Pataya, Jumat ini Tanjing mengadakan pameran lukisan, dia juga mengundang Pani. Jika kamu ingin meminta bantuan kepada Pani, seharusnya kamu dapat bertemu dengan Pani pada Jumat ini.

Pataya menatap wajah Linsan.

Tidak tahu kenapa, dia merasa wajah Linsan berubah menjadi sangat kabur dan dia tidak dapat melihatnya dengan terlalu jelas.

Linsan dari tadi menatap Pataya dengan mengangkat sudut bibirnya.

Beberapa saat kemudian.

Pataya tidak berkata apa pun, dia bangkit dan langsung berjalan menuju ke pintu.

Linsan meletakkan kedua tangannya di atas kakinya, dia duduk di atas sofa dan menatap Pataya, “Pataya, apakah perlu kakak menyuruh seseorang untuk mengantarmu?”

Pataya tidak menjawabnya dan langsung berjalan menuju ke luar.

Wajah Linsan yang menunjukkan senyuman seketika pun hilang, dia menarik nafas, lalu dia pun bangkit dan berjalan menuju ke lantai atas.

……

Kamis malam.

Setelah makan malam, Pani dan Siera duduk di ruang tamu lantai bawah untuk menonton TV, Tanjing pun meneleponnya.

Pani mengangkatnya, “Tanjing.”

“Apakah menganggu kamu?” Tanjing berkata.

“Tidak, lagi nonton TV. Ada apa?”

“……Begini, besok adalah hari pameran lukisanku.” Suara Tanjing terdengar sedikit gelisah.

Pani tersenyum sejenak, “Aku mengetahuinya.”

“Oh.”

Setelah mengatakannya, Tanjing tidak berkata lagi dan dia juga tidak mengakhiri panggilan mereka.

Beberapa saat kemudian, Pani merasa aneh dan berkata, “Apakah ada sesuatu lagi?”

“Itu, saat ini perutmu sudah besar dan juga sudah mau melahirkan, aku berpikir, jika kamu keberatan untuk menghadirinya, kamu tidak perlu memaksakannya. Jika dibandingkan dengan pameran lukisanku, kamu dan anak di dalam perutmu lebih penting.” Tanjing berkata.

Pani tertegun, lalu dia pun berkata, “Apakah kamu tidak ingin aku menghadirinya?”

“Tentu saja bukan! Kamu jangan salah paham, aku tidak bermaksud seperti ini! Aku, aku takut kamu tidak terlalu ingin datang, jadi, jadi……”

Ternyata begini!

Pani menaikkan alisnya, “Aku tidak berencana untuk tidak menghadirinya. Sebenarnya, aku sudah berencana bangun lebih awal pada besok, agar tidak terlambat.”

“Apakah benar?” Tanjing berkata dengan sangat senang.

“Iya.” Pani berkata.

“Baiklah, aku akan menunggumu.” Tanjing tersenyum.

“Um.”

Pani baru saja selesai bertelepon dengan Tanjing, Siera pun segera berkata, “Pani, besok kamu mau keluar?”

“Um, aku menerima undangan temanku untuk pergi menghadiri pameran lukisannya.”

Pani mengatakannya, dengan sambil melirik Siera, mungkin dia takut Siera akan melarangnya dan dia pun segera mengatakan, “Masalah ini, Paman Nulu sudah mengetahuinya.”

Siera melihat ekspresi Pani dan dia juga mengetahui apa yang dipikirkan oleh Pani, kemudian dia pun berkata dengan tersenyum, “Ibu bukan ingin melarangmu untuk pergi, melainkan jika kamu ingin pergi, ibu akan menemanimu!”

Pani menggaruk kepalanya dan menunjukkan senyumannya kepada Siera dengan malu.

Siera pun mengelus keningnya dengan pelan.

……

Pada hari berikutnya, Pani sudah bangun tidur, tetapi dia masih berbaring di atas ranjang.

Sumi pun keluar dari ruang ganti dengan pakaian yang terlihat rapi dan tangannya pun sedang memegang sebuah seragam wanita.

Pani menatapnya dengan malas, “Apakah sudah hampir mendekati waktu untuk melahirkan?”

“Um, aku sudah mengaturnya, minggu depan kamu sudah harus menginap di rumah sakit.” Sumi menarik tangan Pani, agar dia bangun dan duduk di atas ranjang.

“Apakah harus begitu cepat?” Pani mengedipkan matanya.

“Aku khawatir……” Sumi baru saja ingin mengatakannya, tetapi dia pun menghentikannya.

Pani menatap Sumi, dia menggigit bibirnya dan juga tidak menanyakannya lagi.

Melihat Sumi berpakaian rapi, Pani pun bertanya, “Apakah hari ini kamu mau pergi ke Law Club?”

Sumi tidak menjawabnya dan dia pun langsung melepaskan baju tidur Pani.

Pipi Pani pun memanas dan dia pun menutup dadanya.

Novel Terkait

Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu