Hanya Kamu Hidupku - Bab 492 Kangen Aku Ya Kangen Aku, Buat Apa Mengontrolnya?

Keduanya saling menatap tanpa bersuara.

Dalam waktu kurang dari 1 menit, kesabaran Sumi sudah mencapai batas, dia mengerutkan alisnya dan mencium Pani.

Tatapan Pani bergetar sejenak, tetapi dia tidak menghindarnya.

Sumi Mulu memegang kedua tangan Pani dan menempelkannya di kedua sisi kepalanya, tubuh mereka saling menempel dengan dekat tanpa celah.

Seiring ciuman yang semakin mendalam, Pani bisa merasakan perubahan tubuh Sumi.

Bulu mata Pani bergetar dengan panik, kedua tangannya mengepal menjadi tinju dan tubuhnya juga menegang.

Sumi memejamkan matanya dan menghentikan ciumannya, kemudian dia berkata dengan nada suara serak, "Kalau kamu masih tidak mau berkata, aku akan menganggap kamu setuju aku melanjutkannya"

Pani menatap kepadanya dengan gugup.

Tatapan Sumi mendalam dan menggelap, nafas dia membuat wajah Pani terasa panas.

Pani membuka mulutnya dan menarik nafas dalam, "Aku tidak apa-apa..."

Waktu Pani baru saja bersuara, tubuh Sumi pun menabraknya dengan kuat.

Pani mengerutkan alisnya, dia berkata, "Apakah kamu mengira cuman kamu yang merindukan aku?"

Sumi melamun sejenak.

"..... Tadi aku bisa begitu itu karena aku sudah beberapa hari tidak berjumpa dengan kamu, ditambah mendengar kamu berkata.... kangen kepada aku, makanya aku tidak bisa mengontrol diri tadi" Pani berkata dengan nada suara lembut.

Mata Sumi terlihat jernih, pegangannya di tangan Pani pun mengerat dan nada suaranya yang serak menyembunyikan emosional dan keraguan yang tidak bisa ditahan, "Kamu berkata kamu bersikap begitu karena kangen kepada aku?"

Pani menjilat bibirnya dan melihat ke Sumi dengan tatapan jernih, "Apakah aku merindukan kamu sangat aneh?"

Sumi tetap menatap kepada Pani dengan tatapan sedikit meragu.

Pani menjilat bibirnya dan memaksa dirinya untuk saling menatap kepada Sumi.

Setelah beberapa saat.

Sumi berkata, "Mengapa mau mengontrol?"

Apa?

Pani merasa bingung.

"Kalau kangen kepada aku ya kangen, kenapa harus mengontrolnya?" Waktu berbicara, tangan Sumi sudah memegang kedua tangan kecil Pani ke dalam telapak tangannya.

"...." Pani melirik kepadanya dengan wajah memerah.

Sumi mencium bibir dan pipi Pani beberapa kali sebelum berbaring ke sisi Pani dan memeluknya dengan erat. Dia menatap kepad Pani dengan tatapan bercahaya, "Kalau kangen aku kenapa tidak pergi mencari aku? Di aku sana juga bisa belajar"

Pani menurunkan matanya, "Bagaimana aku bisa pergi ke kamu sana setiap hari?"

"Kamu adalah orang milik aku. Tidak setiap hari pergi ke aku sana, mau pergi ke mana?" Sumi mencubit pipi Pani dengan frustrasi.

Pani mendorong tangannya dengan tidak senang, "Orang milik kamu? Aku adalah milik aku sendiri!"

"Gadis sialan, sampai sekarang masih tidak mau mengaku kamu itu milikku?" Sumi mengelus pipinya.

Pani tidak tahu harus berkata apa, "Paman Nulu, apakah kamu menderita ADHD?"

Kalau tidak mengapa dia tidak pernah berhenti bergerak ketika menghadapi Pani? Kalau tidak mencubit pipi, dia akan mengelus wajahnya, kalau tidak dia akan menyentuh telinganya dan kepalanya!

Sumi mengangkat sudut bibirnya dan memeluknya, kemudian mencium bibir kecilnya, "Siapa menyuruh kamu tidak mau menjumpai aku untuk begitu banyak hari, aku harus mengisi semua hutang beberapa hari ini"

Wajah Pani memerah.

Setelah berbaring di atas tempat tidur sejenak, Sumi pun membawa Pani keluar makan siang.

Setelah makan siang, Pani berkata mau pulang rumah belajar.

Sumi mengabaikannya dan langsung membawa dia pergi ke rumahnya.

Setelah tiba di tempat tujuan, Pani memeluk tempat duduk mobil dan tidak mau turun dari mobil. Dia memaksa Pani mengantar dia pulang, alasannya adalah rumah Sumi tidak ada bahan belajar yang dia membutuhkan.

Sumi terus membujuknya, tetapi Pani tidak mau mendengarkannya.

Pada akhirnya.

Sumi berdiri di luar mobil dan menatap ke Pani dengan ekspresi dingin, penampilan dia terlihat seperti dirasuki oleh iblis besar yang akan menelan Pani kapan-kapan saja.

Pada saat itu Pani baru merasa takut dan turun dari mobil dengan tidak ikhlas.

Melihat langkah kaki Pani yang lambat, wajah Sumi menjadi semakin gelap.

Tetapi Sumi tetap menelpon ke Xuyan , meminta dia untuk mengantar masing-masing set soal latihan ujian nasional dan materi lengkap otoritatif sekolah tinggi dalam waktu singkat.

.........

Sebelum Xuyan mengantar materi ulasan dan soal latihan kemari, Pani hanya diam dan tidak berbicara kepada Sumi, sementara Sumi juga tidak menghiraunya.

Setelah Xuyan mengantar dokumen kemari, Pani pun membawa dokumen ke lantai atas dan belajar di teras. Iya, Pani menyadari dia lumayan menyukai teras ini. Sangat luas, sunyi dan memiliki pemandangan yang cantik.

Pani berdiri di teras untuk beberapa saat sebelum duduk dan mulai memasuki kondisi belajar.

Waktu lagi belajar, Sumi naik ke lantai atas melihatnya selama beberapa kali.

Tanpa pengeculian, setiap kali yang Sumi lihat adalah penampilan Pani yang fokus, sama sekali tidak terganggu seolah-olah dia sedang memasuki masa dan waktu yang lain.

Pani sangat berusaha, Sumi mengetahui semua itu.

Melihat gadis miliknya begitu berusaha, Sumi tentu saja tidak tega menganggunya.

Jadi setiap naik ke lantai atas, Sumi akan diam-diam turun ke lantai bawah lagi setelah melihat penampilan Pani yang fokus.

..........

Sore jam 6.

Pani menyelesaikan selembar soal latihan inggris dan berhasil mengertinya dengan jelas, dia merentangkan tubuhnya dengan malas dan meletakkan pensil di tangannya. Kemudian berdiri dan berdiri di depan pagar pembatas, merasakan angin lembab yang berhembus dari tepi pantai.

"Sangat nyaman!"

Pani merentangkan tubuhnya lagi sambil berseru.

Setelah itu.

Setelah berada di teras untuk beberapa saat, Pani pun turun ke bawah untuk mencari Sumi.

Siapa tahu waktu Pani baru berjalan sampai tangga, belum sempat turun 2 langkah.

Sebuah suara wanita yang jernih dan lembut pun berdering dari lantai bawah.

"Mau bagaimanapunn Edith Hua adalah artis pertama yang aku tanda tangani sejak memulai agensi. Sekarang dia memiliki skandal seperti ini, dia datang memohon kepada aku sambil menangis, aku tidak bisa membiarkan dia begitu saja" Wanita itu menghela nafas panjang.

Pani berhenti bergerak dan melihat ke lantai bawah.

Waktu melihat wanita yang duduk di sofa seberang Sumi, tatapan Pani Wliman menegang sejenak.

Itu dia, Linsan!

"Kalau begitu, kamu ingin bagaimana?" Nada suara Sumi tidak mengalami perubahan yang besar, sama seperti biasanya waktu dia berbicara, sangat lembut.

Linsan mengigit bibirnya dan berkata, "Aku tentu saja ingin membantu dia. Tetapi... aku tidak tahu bagaimana bisa membantunya, aku tidak memiliki arahan"

" Edhit bukannya pernah berpacaran bersama seorang artis?" Sumi berkata.

".... Kamu mengetahui ini juga ya" Linsan melihat ke Sumi dengan kaget.

Sumi berkata, "Memiliki sedikit kesan"

Tatapan Lisan terhadap Sumi memancarkan cahaya untuk sejenak, setelah itu dia menjilat bibirnya dan berkata, "Itu adalah satu-satunya romansa Edhit yang pernah terekspos ke publik. Mereka sudah putus sejak lama"

"Setelah putus tidak bisa balikan lagi?" Sumi menyipitkan matanya.

Linsan melamun sejenak, "Apa maksudmu?"

"Kalau Edhit merasa sakit hati dan pasrah sampai dia melakukan hal seperti ini karena artis itu.... Apakah publik bisa lebih mudah menerimanya?" Sumi berkata.

Tatapan Linsan memancarkan cahaya, "Sepertinya aku sudah mengerti maksudmu"

"Sepertinya industri ini menyukai para artis lebih banyak belajar, kalau begitu mending memberikan libur panjang kepada Edhit , biarkan dia istirahat untuk beberapa saat" Sumi berkata.

Linsan tertawa, "Aku tahu. Sumi, terima kasih"

Sumi menggelengkan kepalanya.

Linsan menjilat bibirnya dan menatap kepada Sumi, "Sumi, dalam beberapa tahun ini kamu terus berada di sisiku. Setiap aku kesulitan, kamu selalu adalah orang pertama yang muncul dan membantu aku menyelesaikan masalah. Waktu aku sakit hati dan pasrah, orang yang terus menghibur aku di sisiku juga kamu. Kalau tidak ada kamu, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi"

"Aku hanya melakukan hal-hal yang seorang teman bisa lakukan, tidak perlu dibahas tentang itu" Sumi berkata.

"Kamu selalu mengungkapkan hal-hal yang kamu lakukan untukku dengan ringan. Sumi, apakah kamu tahu? Kadang aku merasa saudara kandung dan keluarga aku saja tidak bisa berbanding dengan kamu. Di dalam hatiku, keberadaan kamu itu terasa seperti dukungan aku"

Linsan tertawa dengan pahit, "Makanya aku berkata, tanpa kamu, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana"

Linsan diam beberapa saat sebelum melihat ke Linsan dengan alis mengerut, "Linsan, kamu masih ada Thomas Mu! Dia adalah suami kamu, dukungan kamu itu Thomas, bukan aku"

"...."

Melihat mata Linsan yang memerah, Sumi menurunkan tatapannya dengan alis mengerut, "Kamu agak aneh. Apa yang terjadi?"

Linsan memegang sudut matanya dan berkata dengan pahit, "Aku juga merasa diriku agak aneh, sudah agak emosional. Sumi, kalau kamu terus berkata, apakah aku bisa menjadi gila?"

Sumi mengerutkan alisnya.

Linsan mengigit bibirnya dengan erat.

Melihat air mata Linsan yang sudah mau mengalir tetapi ditahan secara memaksa, alis Sumi pun menjadi semakin mengerut.

Linsan menatap ke Sumi untuk beberapa saat sebelum mengambil tasnya dan berdiri dari sofa, "Aku sudah harus pulang"

Sumi mengangguk dan berdiri untuk mengantarnya.

Linsan tersenyum kepadanya sebelum berputar balik badan berjalan ke arah pintu.

Waktu berjalan sampai depan pintu dan mengganti sepatu, Linsan melihat ke sepatu wanita yang berada di rak, kemudian sudut matanya melirik ke arah lantai atas dengan cepat. Tiba-tiba dia mengangkat sudut bibirnya dan berkata, "Sandal yang aku letak di sini, jangan-jangan kamu sudah membuangnya?"

Sumi mengangkat alisnya, "Apakah kamu masih mau?"

Linsan tertawa. Setelah mengganti sepatu dia pun pulang tanpa berkata apa pun lagi.

Melihat Linsan keluar dari gerbang, Sumi baru berjalan ke arah tangga.

Sumi melihat Pani yang berdiri di sudut tangga.

Melamun sejenak, Sumi berkata, "Turun, aku bawa kamu pergi makan"

Pani mengangkat alisnya, turun dari tangga.

Sumi pun memegang tangan Pani ketika dia berjalan melewatinya.

Pani hanya meliriknya tanpa mengatakan apa pun.

............

Mereka berdua makan malam di luar. Setelah keluar dari restoran, Pani pun berkata, "Minggu ini guru dari semua mata pelajaran membagi kertas ujian, besok harus kumpul. Aku masih ada 2 halaman yang belum mengerjakan, jadi malam ini aku tidak bisa pergi ke kamu sana, kamu antar aku pulang saja"

Sumi memegang tangan Pani dan masuk ke dalam mobil.

Setelah mengenakan sabuk pengaman, sebelum menyalakan mobil, Sumi baru bersuara, "Kalau begitu aku membawa kamu pergi mengambil soal dulu, baru kita pulang ke rumahku"

"Terlalu merepotkan" Pani berkata dengan nada suara lembut sambil melihat keluar jendela.

Sumi melihatnya melewati kaca spion, "Aku tidak merasa repot"

Pani mengerutkan alisnya, tidak berkata apa pun.

.....

Mobil Sumi tiba di villa keluarga Wilman.

Sumi dan Pani turun dari mobil.

Pani berkata, "Malam ini aku ingin berada di rumah. Kamu pulang saja!"

"Kamu pergi ambil soal, aku tunggu kamu di sini" Sumi berkata dengan nada suara berat.

Setelah diam beberapa saat, Pani berkata, "Kamu pulang saja"

Setelah itu, Pani pun berjalan menuju rumahnya.

"Kamu sedang merajuk apa dengan aku?" Sumi memegang lengan Pani dan menatap kepadanya dengan tatapan dingin.

Tenggorokan Pani tiba-tiba terasa tersumbat!

Novel Terkait

My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu