Hanya Kamu Hidupku - Bab 177 Ibu Mertua, Suami

William memperhatikan Ellen yang terlihat tegang dan sulit bernafas, dan tidak bisa menahan diri untuk menggulungkan sudut bibirnya dengan ringan.

Aron bergegas ke rumah sakit dengan makanan dalam kotak makanan satu setengah jam kemudian. Meskipun dia terlambat setengah jam,Tetapi karena melihat makanan yang dibawakan dengan porsi yang banyak, bergizi dan beragam, William dengan sangat besar hati memaafkannya.

Aron duduk di kursi samping dan menatap Ellen, yang sedang duduk di ranjang rumah sakit, makan seperti tikus, matanya menjadi lurus.

Tentu saja, dia tidak akan berani berbicara mengenai kecantikan Ellen,yang dia kaget adalah kenyataan luka di wajah Ellen ... sangat serius.

Ellen lapar, sehingga dia tidak peduli pada pandangan menyelidik Aron, dan fokus pada makanan nya.

Ketika ia telah makan setengah dari porsinya, pintu bangsal tiba-tiba terbuka dari luar.

Ellen membeku, mendongak dari mangkuk dan menatap ke arah pintu.

Ketika dia melihat Hansen yang masih mengenakan baju rumah sakit... menyelinap masuk dari pintu bangsal, Ellen sebaliknya menarik nafas dingin, dan sendok yang ia pegang di tangannya menjadi tidak stabil.

Hansen tidak menyangka Ellen akan bangun, dan ia juga berdiri dengan kaget di depan pintu.

"Tuan," Aron melihat Hansen, kaget, namun dengan cepat bangkit dari kursinya, melangkah maju untuk membantunya.

Hansen melirik Aron, berdeham, dan dituntun oleh Aron untuk bergerak maju.

William dan Ellen menatap Hansen.

Aron menuntun Hansen ke kursi di samping tempat tidur dan duduk, dan dia berdiri di belakang Hansen seperti pengawalnya.

Hansen merasa agak canggung saat berhadapan dengan Ellen, sehingga mereka saling menatap dengan mata besar untuk beberapa waktu.

Ellen menggerakkan bola matanya, mengangkat mangkuk di depannya, dan memberikannya kepada Hansen, "Kakek Buyut, apakah Kamu ingin makan? Makanan ini dibuat oleh Asisten Aron, sangat lezat."

"Ehm, Kakek Buyut tidak mau makan, Ellen saja yang memakannya," kata Hansen.

"... Oh," Ellen mengerutkan mulutnya, menurunkan mangkuknya dengan perlahan, matanya yang jernih masih menatap Hansen.

Hansen menaikkan suaranya sambil melambaikan tangannya, "Jangan lihat Kakek Buyut seperti itu. Makanlah. Jika dingin tidak enak untuk dimakan."

Ellen mengangguk singkat, dia memegang sendok, dan memotong potongan nasi untuk dimasukkan ke dalam mulutnya,namun masih dengan sembunyi menatap Hansen sambil mengunyah kecil, jantungnya tidak karuan.

Meskipun seseorang sudah memberitahunya, bahwa Hansen sudah mengetahui masalah kehamilan dirinya, dan sikapnya yang berubah 360 derajat, Dan saat ini sudah tidak keberatan jika keduanya bersama.

Tapi tanpa verifikasi oleh diri sendiri, Ellen tidak bisa percaya hal itu adalah benar.

Karena harapan nya terlalu besar, sehingga ia tidak boleh terlalu mudah percaya.

Melihat Ellen yang seperti itu, rasa sedih dalam hati Hansen kembali muncul, sambil mengerutkan kening, ia memandang Ellen dengan kasihan, "Anak ini, ayo fokus makan, Buat apa melihat ke arah Aku ?"

"..." Wajah Ellen sedikit hangat, dia mengembalikan pandangannya dan menundukkan kepala dan makan makanannya.

Hansen menghela nafas, "Jangan hanya makan nasi, makan sayur juga."

"Um," Ellen mengangguk, memandang Hansen sambil tersenyum, dan memasukkan sayuran hijau ke dalam mulutnya.

Hansen sedih dan bahagia pada waktu yang sama, "Apakah makanan nya enak?"

"Enak. Kakek Buyut, Kamu juga makanlah," Ellen mengambil satu potong tulang rusuk dan memberikannya pada Hansen.

"Aku tidak makan, kamu makan saja sendiri," Hansen yang wajah nya tersipu berkata dengan malu.

Ellen menyeringai, "Kakek Buyut, ayo buka mulutmu."

"Benar benar ya," Hansen hanya bisa luluh di depan Ellen dan membuka mulutnya dan memakannya.

Sejujurnya, dia juga seharian ini belum makan apa pun, Dan perutnya juga sudah lapar.

Setelah memakan daging iga yang diberikan oleh Ellen, bukan menghibur rasanya,namun memunculkan nafsu makannya.

Sehingga,selanjutnya, Aron pergi mencari peralatan makan ke rumah sakit.

Ellen dan Hansen pun makan bersama.

Kakek dan cucu menikmati makanannya, suasananya sangat bahagia.

Oleh karena ini, Ellen baru bisa percaya bahwa orang itu bukan sedang menghiburnya, namun Hansen benar-benar menerima hubungannya dengan pamannya.

Karena faktanya, kekhawatiran terbesar Ellen ketika dia bersama William, akhirnya bisa ia lepaskan.

...

Tiga hari kemudian, wajah kanan Ellen yang bengkak mulai kembali normal, hanya sudut matanya masih terlihat agak biru.

Karena luka di kepala nya belum sembuh, setelah diganti perban,masih membutuhkan satu minggu lagi baru bisa dilepas.

Walaupun Ellen sekarang sudah bisa keluar rumah sakit.

Pada hari dia keluar rumah sakit, Samir dan yang lain nya sudah datang.

Melihat kondisi seperti ini, Ellen pun merasa malu.

Dan Hansen seperti dugaan tidak bersikeras bahwa Ellen harus kembali ke rumahnya yang lama bersamanya, menyetujui William untuk membawa Ellen kembali ke villa.

Sekelompok besar rombongan pun keluar dari rumah sakit.

Hal yang sangat menarik perhatian!

Meskipun Ellen saat ini masih belum sempurna, Namun laki laki di sekitarnya benar benar tampak sangat luar biasa, Setiap orang rupawan, dan berpakaian dengan lebih baik daripada yang lain, dan walaupun mereka tidak ingin menarik perhatian hal ini merupakan hal yang tidak mungkin.

Setelah perjalanan yang ditempuh, Ellen akhirnya bisa kembali ke Coral paviliun.

Saat Darmi melihat Ellen, air matanya pun jatuh dengan tidak terkendali.

Ellen menggandeng tangannya ke lantai atas, setelah merayu nya beberapa saat, Darmi baru bisa pelan- pelan menghentikan air matanya.

Ketika ia mendengar Ellen mengatakan bahwa Hansen telah setuju hubungan dia dan William, Darmi dengan tulus bahagia, ia memegang tangan Ellen sebentar dengan tersenyum, dan dengan riang turun untuk menyiapkan sup bergizi untuk Ellen.

Karena selama ia tinggal di rumah sakit, ia tidak bisa mandi, Tubuhnya pun menjadi lengket.

Jadi setelah Darmi keluar, Ellen langsung menutup pintu, mengambil pakaian bersih dan pergi ke kamar mandi, bersiap untuk mandi sebelum turun ke bawah.

Dan karena khawatir tentang perban di kepalanya yang basah,maka Ellen memilih untuk tidak mandi di pancuran, namun berendam di bak mandi.

Hanya saja ketika Ellen baru saja meletakkan air panas dan membuka pakaian dan duduk di bak mandi.

Pintu kamar mandi didorong terbuka dari luar.

"..."

Ellen terkejut, sambil memegangi dadanya, dia buru-buru menyusutkan tubuhnya ke bawah air, matanya menatap ke arah pintu yang terbuka lebar.

William berdiri tegak di depan kamar mandi, matanya yang dalam memandang sekilas ke tubuh Ellen yang lembut, tenggorokannya bergerak sedikit dan ia pun masuk ke dalam.

dan melihatnya menutup pintu, dan berjalan ke arahnya.

Wajah Ellen pun memerah karena malu, dia menaikkan kedua kakinya di bak mandi, tubuhnya diarahkan ke bawah air, Air sudah menutup hingga lehernya.

William seakan akan tidak merasakan rasa malu Ellen, Berjalan ke arahnya, dan duduk di samping bak mandi, Tangan nya yang bertulang besar masuk ke dalam bak mandi untuk menguji suhu air, dan kemudian meletakkan tangannya dengan ringan di pundak Ellen yang putih dan indah, dengan lima jemarinya yang ramping, perlahan-lahan menggenggamnya.

Detak jantung Ellen berdetak dengan sangat cepat, Kemerahan di wajahnya sudah menyebar hingga ke lehernya, dia dengan ringan menurunkan kepalanya, dengan nafas cepat dan berbisik, "Paman, kenapa kamu tidak pergi menemani Paman Samir?"

"Sudah Pergi." William melihat ke bawah lehernya.

Ellen walaupun masih kecil, dan kurus. Namun, bagian tubuh nya yang berisi sudah cukup berkembang, sehingga kedua tangannya yang ramping, sama sekali tidak bisa menutupinya, Kulitnya yang putih bersih memiliki aura yang melimpah, Sangat menggoda.

Mata William menjadi lebih gelap, tangannya yang ia letakkan di bahunya, pelan - pelan membelai lengannya.

"Paman..."

Ellen gemetar dan bergerak ke sisi bak mandi, matanya yang dipenuhi uap air menatapnya dan berkata, "Kamu keluar dulu."

William menatapnya, "Aku bantu kamu mandi."

"Aku punya tangan sendiri," Ellen tersipu merah.

“Aku bantu menggosok punggungmu,” William masih belum menyerah.

Ellen malu, dengan putus asa menurunkan kelopak matanya dan berkata, "Terima kasih atas kebaikanmu, tetapi Aku benar-benar tidak membutuhkannya!"

Ellen menekankan kata "kebaikan" dengan keras.

William menjilat bibirnya dengan menyesal, dia berdiri dari bak mandi, dan menatap Ellen dari atas.

Ellen memeluk dirinya dengan lebih erat, bahunya pun terangkat, sambil bertahan dan menatap William.

William mengerutkan kening. "Benar tidak usah ?"

“Tidak, Perlu!” Kata Ellen.

William mengangguk dan mencondongkan tubuh tiba-tiba.

Ellen tidak menyangka sama sekali, dan dia mengangkat dagunya menggunakan satu jari, dengan mendominasi mencium bibirnya.

Ellen menahan napas dalam ketakutan, tubuhnya berusaha bergerak mundur, dan namun bibirnya terus mengejarnya.

Hingga akhirnya punggung Ellen sampai pada dinding bak mandi, dan tidak memiliki tempat lagi untuk melarikan diri, Satu tangannya memasuki air, Sedikit memaksa membuka kedua lengan nya.

Ellen hampir tidak menarik napas.

Dia tidak tahu perlakuan ini berapa lama, Ellen hanya merasakan kepalanya kekurangan udara, Dadanya sakit, Sebelum dia melepaskan nya pun, dia dengan suara yang serak berbisik di telinganya baru melepaskannya.

Setidaknya lima menit setelah seseorang itu meninggalkan kamar mandi, barulah kesadaran perlahan kembali kepada otak Ellen yang kosong.

Mengangkat tangannya untuk menutupi wajahnya, Ellen menurunkan alis matanya yang basah, Bibirnya terbuka dan terus menghembuskan nafas.

Butuh beberapa saat bagi Ellen untuk mencuci tubuhnya, bangkit dari bak mandi, dan berjalan keluar mengenakan jubah mandi.

Ruang ganti.

Ellen mengambil pakaian putih longgar yang terbuat dari linen.

Saat ia berdiri di depan cermin, Ellen tanpa sadar menyentuh dadanya, alisnya berkenyit, masih merasakan sedikit sakit.

Mulut kecilnya yang tidak puas bergerak ringan. Namun saat Ellen berbalik dan akan meninggalkan ruang ganti.

Saat dia belum keluar dari ruang ganti.

Kedua kaki Ellen terhenti dan ia berhenti.

Apa yang dikatakannya di telinganya ketika dia meninggalkan kamar mandi sebelumnya tiba-tiba jelas pada saat itu.

Pasti adalah: ibu mertua sudah datang kesini. Suami mu akan menemuinya. Kamu juga cepat turun.

Ibu mertua, suami...

Ya Tuhan ~~~

Wajah Ellen sama panasnya seperti terbakar, dia menepuk wajahnya dengan lembut, dan buru-buru keluar. Jangan sampai penampilan keseluruhannya menjadi terlalu berantakan.

...

Ellen bergegas keluar dari kamar tidur, saat turun ke bawah, melihat William yang sedang berbicara dengan Vima, tampak senyum ringan pada kedua wajahnya, terlihat sangat harmonis.

Sejujurnya, selain beberapa orang yang Ellen dan William nilai sangat dekat, sangatlah sulit bagi orang lain untuk dapat melihat senyum terpampang di wajahnya.

Ini menunjukkan bahwa William sangat menghormati Vima.

Ketika mendengarkan suara orang yang turun dari lantai atas.

William sedikit mengernyit dan memandang ke arah tangga.

Dan Ellen seolah-olah sudah merasakan. Saat William memandangnya, langkahnya pun melambat.

William sedikit menggelengkan kepalanya.

Ellen tersipu dan menjulurkan lidah, matanya yang cerah menatap Vima, "Ma."

“Hai.” Vima bangkit dari sofa, dan meskipun dia menanggapi Ellen, namun pandangan matanya terhadap Ellen dipenuhi rasa bingung dan khawatir.

Ellen turun ke bawah, berjalan cepat ke arah Vima, memeluknya dan berkata, "Ma, kenapa kamu di sini?"

Vima memeluk punggung Ellen, dan menepuk-nepuk nya dengan lembut dengan tangannya, tetapi pandangannya terhenti pada perban yang membungkus kepalanya, hatinya mengepal, dan bertanya kepadanya, "Ellen, ada apa dengan kepalamu? Bagaimana bisa terjadi ? "

"..."

Novel Terkait

Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu