Hanya Kamu Hidupku - Bab 157 Satu-satunya Calon Menantu

Melihat situasi ini, Rosa agak menyipitkan matanya.

Sebelum Vania berjalan mendekat, Mizka menggeser posisinya di dekat jendela.

Akan tetapi tidak duduk disampingnya, melainkan duduk di sisi Rosa, “Kak Rosa, aku duduk denganmu.”

Alis Mizka sedikit mengangkat, lalu tersenyum sambil menggeser posisinya sedikit.

Rosa menatap Mizka perlahan sambil duduk sedikit ke dalam.

Dan Vania justru duduk di samping Rosa.

“Ada apa ini, kenapa begitu senang?” Rosa bertanya dengan senyum tipis.

“Hari ini aku yang traktir, silahkan pilih sesuka kalian, jangan sungkan.” Vania berbicara dengan wajah yang begitu bahagia.

Rosa mengangkat alisnya.

Mizka hanya menundukkan kepalanya sambil tersenyum tipis tanpa mengatakan apapun.

Vania memanggil pelayan, membiarkan Mizka dan Rosa memesan makanan.

Sehingga Mizka dan Rosa memesan makanan, setelah menunggu mereka selesai memesan makanan, Vania menambahkan buah juga dissert, bahkan memesan sebotol anggur merah yang berharga puluhan juta.

Setelah selesai memesan makanan, pelayan pergi serta membawa buku menu, Rosa menatap Vania dengan wajah penasaran, “Sebenarnya kamu mengalami hal menyenangkan seperti apa, cepat katakan pada kami, agar kami juga bisa merasa senang juga.”

Mizka mendengar ucapan ini, perlahan mengangkat kepalanya, melihat kearah Vania, nada bicaranya tenang, “Jarang-jaranng kamu sebahagia ini, pasti ada hal besar yang membuatmu senang.”

“Oh?” Rosa menatapnya dengan perasaan semakin penasaran, namun ada rasa murung yang tersembunyi dibaliknya.

Sebenarnya Vania juga sudah tidak tahan, sehingga dia tidak bisa menahan lebih lama,dan berkata, “Aku baru tahu semalam kalau Bintang dan Ellen sama sekali tidak pacaran, bukankah ini merupakan kabar yang sangat menyenangkan bagi kita?”

Nama Bintang ini, Mizka sudah pernah mendengar Vania membicarakannya beberapa kali, sehingga tidak terasa begitu asing.

Mendengar ini Mizka berkata, “Itu sungguh kabar yang baik. Selamat ya.”

“Sebelumnya ibuku mengira Bintang dan Ellen berpacaran, sehingga terus mencegahku agar tidak mendekati Bintang. Sekarang lebih bagus lagi, hubungan Bintang dan Ellen bukan seperti itu, ibuku juga tidak akan punya alasan untuk melarangku mendekati Bintang lagi. Aku sepertinya sudah bisa melihat masa depanku disaat Bintang menjadi pacarku. Aku sungguh sangat senang.” Kedua tangan Vania dilipat, kedua matanya berbinar dan berbicara dengan sangat bahagia.

Mizka melihat ini, senyuman yang menghiasi wajahnya, mengangkat kepala melihat Rosa.

Melihat ekspresi wajah Rosa yang terlihat berbeda, Mizka berkata sambil tersenyum, “Kak Rosa sedang memikirkan apa? Sampai melamun seperti itu.”

“………..” Rosa menarik nafas diam-diam, menatap Vania sambil tersenyum tipis, “Tentu saja aku mendengarnya, selamat ya Vania.”

Vania terlalu senang, sehingga tidak mempermasalahkan Rosa yang tidak fokus, ia berkata dengan senang, “Sebulan lagi, setelah ujian kelulusan Bintang selesai, aku akan mengejarnya dengan terbuka. Kalau bisa memastikan hubungan sebelum dia masuk universitas, ini akan jauh lebih baik lagi.”

Pandangan mata Mizka mengambang, menundukkan kepala.

“Vania.”

Rosa mengulurkan tangan, menggenggam tangan Vania.

“Hm? Kenapa Kak Rosa?” Vania melihat kearah Rosa dengan mata berbinar.

“Bagaimana Ellen bisa tidak berpacaran dengan Tuan muda Hamid? Aku dengar Ellen memperkenalkan Tuan muda Hamid dihadapan Tuan Besar Dilson dan kakak ketigamu sebagai pacarnya dimalam pesta ulang tahun Ellen. Apakah ini juga palsu?” Rosa menatap Vania dengan tatapan penuh rasa bingung.

“Iya bohong. Itu karena Ellen sedang kesal dengan kakak ketigaku, sehingga dia sengaja meminta Bintang untuk berpura-pura menjadi pacarnya untuk membuat kesal kakak ketigaku.”

Vania mendengar Rosa bertanya seperti ini, langsung bercerita dengan semangat, rasanya ingin sekali menceritakan semua yang dia dengar semalam pada Rosa.

Dan dia memang melakukannya.

Vania menceritakan semua yang dia tahu secara rinci kepada Rosa dan Mizka.

Setelah mendengar semua cerita Vania, Mizka tetap bertahan dengan wajahnya yang begitu tenang.

Namun ekspresi wajah Rosa malah sudah tidak bisa mempertahankan ketenangan seperti sebelumnnya, wajahnya begitu tegang, “Vania, Ellen menyukai pria yang jauh lebih tua 12 tahun darinya, benarkah kakak ketigamu yang mengatakannya langsung pada kakekmu?”

“Ehm.” Vania mengangguk dengan yakin, “Tepat tadi malam, kakak ketiga yang mengatakannya pada kakek dikamar kakek, dan tidak sengaja aku mendengar.”

“……….” Tangan Rosa yang menggenggam tangan Vania tanpa sadar mengencang.

“ssshhhh.”

Vania merasakan kesakitan, segera menarik tangannya dari genggaman Rosa, mengerutkan alis, mengerutkan bibir sambil menatap Rosa dengan wajah kesal juga bingung, pipinya sedikit gemetar, “Kak Rosa, kamu tidak apa?”

Mizka melirik Rosa, dan tetap terdiam.

Rosa menarik nafas, sekali lagi menggenggam tangan Vania yang tadi sudah dia tarik dengan erat.

“Kak Rosa….”

“Vania, kalau begitu apakah kakak ketigamu mengatakan siapa pria itu? Bagaimana reaksi kakekmu ketika mendengar ini?” nada bicara Rosa terdengar agak tegang, bahkan matanya yang menatap Vania dengan wajah penasaran terlihat agak memerah.

“Kak Rosa, kamu menggenggam tanganku sampai sakit!”

Vania sedikit kesal, bersikeras menarik kembali tangannya, dan dia sama sekali tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Rosa.

Vania merasa agak kesal dengan sikap Rosa malam ini yang terlihat berbeda dari biasanya, setelah mengelus tangannya yang memerah karena digenggam olehnya, Dia menatap Rosa sejenak, baru berbicara, “Kakak ketigaku tidak mengatakan siapa. Ketika kakek tahu, dia sangat marah. Semalam malah sampai sengaja pergi ke Pavilion Coral untuk mencari Ellen untuk membicarakan tentang ini, kelihatannya dia ingin membujuk Ellen.”

Vania hanya tahu kalau Hansen pergi mencari Ellen, namun dia tidak tahu kalau Hansen berubah pikiran dan langsung kembali lagi sebelum bertemu dengan Ellen.

Tidak mengatakan siapa pria itu, kakek sangat marah……..

Rosa menundukkan wajahnya, kedua matanya berputar dengan cepat dan berpikir.

“Kak Rosa, Apa yang terjadi padamu hari ini?” Vania menatap Rosa dengan bingung.

Rosa menahan nafasnya, mengangkat kepala perlahan, kedua matanya menatap Vania sangat dalam.

Vania terkejut, “Kak Rosa, kenapa kamu melihatku seperti itu?”

“Tidak apa.”

Tidak lama kemudian, Rosa berbicara dengan lembut.

Vania, “……….”

Awalnya Vania merasa sangat senang, berniat mengajak Rosa juga Mizka untuk merayakannya.

Dia berencana setelah makan mau ke BAR, namun setelah melihat Rosa seperti ini, membuatnya langsung tidak berselera untuk menjalankan rencananya.

Makan malam ini berlangsung begitu hening.

Setelah makan malam selesai, mereka keluar dari restoran, Vania sama sekali tidak merasa senang, sehingga ingin berpamitan pada Rosa dan Mizka lalu langsung pulang ke rumah.

“Vania, aku tidak membawa mobil, bisakah kamu mengantarku?”

Vania belum bicara, Rosa sudah memulai pembicaraan terlebih dahulu.

“……. Boleh saja.” Vania terdiam sesaat, tanpa ragu langsung menyetujui, “Mizka, bagaimana denganmu? Perlu ku antar juga?”

Vania melihat kearah Mizka.

“Tidak perlu, aku masih harus membeli beberapa barang terlebih dahulu, kalian pulanglah, jangan pedulikan aku.” Mizka berkata.

“Baiklah kalau begitu. Kami pergi dulu.” Setelah Vania mengatakannya, langsung berjalan kearah Lamborgininya bersama Rosa.

Mizka juga tidak berlama-lama disana, berbalik dan berjalan kearah lain.

……

Setengah jam kemudian, mobil Lamborgini berhenti di depan rumah pribadi Rosa.

Vania memalingkan wajahnya melihat kearah Rosa, “Kak Rosa, sudah sampai.”

Rosa hanya melihat kearah luar mobil, namun tidak turun.

Vania menatap Rosa dengan aneh, berpikir sejenak lalu berkata, “Kak Rosa, hari ini kamu sungguh tidak seperti biasanya, sebenarnya ada masalah apa?”

“…… Vania.” Wajah Rosa terlihat sedikit pucat, suaranya juga terdengar sedikit gugup.

Vania kaget, melepaskan sabuk pengaman, lalu memutar tubuhnya menghadap ke arah Rosa, suaranya begitu pelan, “Kak Rosa, katakan padaku apa yang sedang terjadi?”

Tiba-tiba Rosa menelan ludah, perlahan berpaling ke arah Vania.

Dan sekarang Vania baru melihat kalau mata Rosa begitu merah.

Vania menarik nafas lalu dia memiringkan tubuhnya, mengulurkan tangan menggenggam tangan Rosa, “Kak Rosa, katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?”

“…. Vania, aku…. Sudahlah lupakan.”

Rosa menggeleng kepalanya perlahan, tersenyum dengan pahit, namun air mata justru jatuh dari sudut matanya.

Ketika Vania melihat ini langsung terkejut, dia semakin panik, “Kak Rosa, apanya yang sudahlah, kamu sudah seperti ini, apakah aku masih tidak bisa melihatnya? Cepat katakanlah padaku, sebenarnya apa yang sebenarnya terjadi padamu?”

Rosa tetap menggeleng, beberapa kali menarik nafas dalam, memaksakan diri untuk tersenyum, “Aku baik-baik saja. Vania, terima kasih sudah mengantarku pulang.”

Vania, “……”

“Vania, aku sungguh menyukai kakak ketigamu, dan sungguh-sungguh ingin menjadi anggota keluargamu, bagaimanapun juga kita sangat cocok, kamu juga begitu menyayangiku bagaikan kakak kandungmu sendiri…….. Sayangnya, di kehidupan ini, rasanya harapan kita untuk menjadi sebuah keluarga, mungkin tidak akan bisa terwujud.” Ketika Rosa mengatakan ini, air mata mengalir semakin deras, tatapan matanya juga dipenuhi rasa penyesalan yang begitu dalam.

“…. Kak Rosa, kenapa kamu tiba-tiba mengatakan ini? Apakah kamu masih merasa sedih karena kakak ketigaku menolakmu hari itu? Kak Rosa, kamu jangan terlalu mempedulikannya, aku selamanya akan berada di sisimu. Dan ibuku juga sangat menyukaimu, dalam hatinya, kamu adalah satu-satunya kandidat menantu baginya. Kalau kakak ketigaku ingin membawa pulang istri dari keluarga lain, aku yakin tidak akan mudah. Kamu masih memiliki harapan yang sangat besar. Kak Rosa, kamu jangan pernah menyerah, mengerti?” Vania menggenggam erat tangannya sambil menyemangatinya.

Rosa menggeleng, air matanya pun jatuh seiring dengan kepalanya yang sedang digelengkan, terlihat sangat menyedihkan.

Vania merasa tidak tega, “Kak Rosa, percayalah padaku, aku akan membantumu.”

“Vania, aku tahu kamu sangat baik kepadaku. Tetapi untuk masalah ini, aku takut kamu tidak bisa membantuku.” Rosa terlihat begitu sedih dan tidak berdaya.

Ketika sedang dalam keadaan yang menyedihkan, nadanya suaranya terdengar sesenggukan.

Ekspresinya yang menahan kesedihan, seolah setiap saat ingin menangis.

Vania semakin mengerutkan keningnya, “Kak Rosa, kamu tidak mengatakannya padaku, bagaimana kamu bisa tahu kalau aku tidak dapat membantumu? Hm?”

“Vania.”

Rosa menatap Vania dengan tatapan yang begitu menyayat hati, wajahnya penuh air mata.

Sebagai sesama wanita, Vania tidak tega melihatnya seperti ini, sehingga dia mengulurkan tangan untuk menghapus air matanya.

Rosa gemeteran, mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Vania yang sedang menghapus air matanya, menatapnya dengan mata penuh air mata, “Vania, masalah ini aku sudah memendamnya terlalu lama, aku sungguh menderita, benar-benar menderita.”

Vania menatapnya dengan tatapan menyemangatinya, “Kalau begitu jangan dipendam lagi, katakanlah.”

Air matanya terus-menerus jatuh, menatap Vania dengan tatapan yang begitu hancur, suaranya terdengar sesenggukan, “Apakah aku benar-benar bisa mengatakannya padamu?”

“Tentu saja!” Vania mengatakannya dengan yakin.

Rosa mendengar ini, menundukkan wajahnya, namun pupil matanya malah mengecil.

Novel Terkait

Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu