Hanya Kamu Hidupku - Bab 148 Merusak Kesanmu Sebagai Seorang Presiden

Ketika Ellen dan Vima keluar dari kafetaria, dia melihat William berdiri di samping mobil G-TR, dengan jas bisnis hitam yang terpotong rapi, kemeja putih dan rompi jas yang bergaris hitam, dingin dan mulia, Berdiri di sana dengan acuh tak acuh.

Ketika Ellen melihatnya, dia mencabut lengannya dari Vima dan berlari ke arahnya.

William mengeluarkan tangan besarnya dari sakunya, melihat Ellen berlari, alisnya mengangkat, kemudian menatapnya dengan berat.

Ellen berdiri di depannya, hanya menyadari bahwa dia sangat tampan, tiba-tiba dia sadar bahwa masih ada bayi kecil di perutnya.

Seharusnya dia tidak berlari seperti tadi.

Dia menjulurkan lidahnya, kemudian membuka matanya lebar-lebar dan memandang William, "Paman ketiga, mengapa kamu di sini?"

William tidak menjawab, dia hanya mengulurkan tangan dan membawanya ke sisinya.

Ellen sedikit kaku, dan ingin mengambil tangan dari telapak tangannya.

Tapi William menggenggamnya begitu kuat sehingga dia tidak bisa menarik tangannya keluar.

Ellen sedikit cemas karena Ibunya masih di belakang, dan dia akan curiga jika melihatnya.

William menatap matanya yang cemas dan gelisah, kemudian dia melepaskan tangannya.

Ellen mengerutkan kening, dan melihatnya dengan aneh.

Gimana pun dia berusaha mengeluarkan tangannya tetapi tidak berhasil, kok sekarang dia melepaskan begitu saja.

"Ellen"

Suara lembut Vima datang dari belakang.

Ellen mendengar suara Vima dan berbalik melihatnya.

Vima mengambil tasnya dan perlahan berjalan menuju mereka. Ekspresinya agak segan. Atau mungkin karena atmosfer seseorang terlalu kuat.

William melihat Vima berjalan menuju mereka dengan wajahnya yang dingin dan tenang.

Vima berdiri di depan mereka, kemudian dia menatap mata William.

Baiklah.

Kalau orang biasa bertemu pria seperti William yang terlahir dengan sikap cuek dan muka dingin akan sulit baginya untuk tetap tenang.

Belum lagi, wanita lembut seperti Vima.

“Halo, Tuan Dilsen.” Suara Vima sedikit kencang.

Ketika Ellen mendengarnya, mata hitamnya berguling beberapa kali dan dengan segera dia pergi ke sisi Vima. Satu tangannya dengan lembut memegang lengan Vima dan berkata kepada William, "Paman ketiga, izinkan saya memperkenalkan kamu kepadanya. Ini bibi Bintang... ibuku. "

William menyipitkan mata dan menatap Ellen.

Jika dia tidak menyebutkan nama "Bintang" itu jauh akan lebih menyenangkan!

Tapi ibu?

William mengangkat alisnya, matanya yang dingin menatap Vima.

Begitu matanya menatap Vima, Vima tanpa sadar menahan napas, dan punggungnya sedikit tegak. Dia memandangnya, "Tuan Dilsen, terima kasih telah mengadopsi dan merawat Ellen selama bertahun-tahun. Aku dan Ellen tidak akan melupakan kebaikanmu. "

Kebaikan?

William menjawab, "Apa yang dikatakan bibi melebihkan. Aku mengadopsi dan merawat Ellen itu atas kemauanku sendiri. Aku hanya melakukan hal-hal yang membuatku nyaman."

Terlebih lagi, ia memilih untuk mengadopsi Ellen pada awalnya ada alasan lain...

Vima tidak memperhatikan cara William menyapanya.

Agak memalukan mendengar William menjawabnya seperti ini.

Dia mengucapkan terima kasih dengan tulus, dan sebagai imbalannya dia "tidak dihargai".

Vima kemudian berkata, "Tuan Dilsen mengadopsi Ellen tanpa mengharapkan imbalan. Ellen dan aku akan selalu mengingat kebaikanmu."

Kemudian, Vima melihat Ellen

Mau mengatakan sesuatu, tetapi dia menemukan bahwa wajah Ellen merah seperti terbakar,dan dia terkejut dan bertanya, "Ellen, ada apa dengan wajahmu? Kamu tidak enak badan?"

Vima dengan gugup menyentuh wajah merah Ellen, "Ya Tuhan, panas sekali, pasti kamu demam."

Wajah William yang tampan, dengan matanya yang dingin memandang Ellen.

Ellen merasa malu.

Mana mungkin dia demam?

Dia hanya merasa panik.

Paman ketiganya benar-benar licik!

Dia memanggilnya "Paman", dan ibunya memanggilnya "Tuan Dilsen". Bagaimana dengan pria itu? Pria itu memanggil ibunya "bibi"? !!

ADA-ADA SAJA?

bibi?

Ellen ingin bertanya kepadanya bagaimana dia bisa memanggil ibunya "bibi".

Hubungan mereka benar-benar berantakan!

Pikir Ellen menutupi wajahnya.

"Ayo ke rumah sakit!"

William tidak berpikir itu karena dia. Dia benar-benar berpikir bahwa Ellen tidak enak badan. Dengan segera dia mau menggendong Ellen.

Ellen mundur dengan cepat, memandang keduanya dengan wajah merahnya, "Tidak, aku baik-baik saja."

"Baik-baik saja? Wajahmu begitu merah? Mari kita pergi ke rumah sakit?"

Vima sangat mencemaskannya.

William juga berkata, "Ayo!"

Ellen, "..." melirik William dengan marah, ingin memintanya untuk merenungkan apa yang dia katakan.

"Ellen..." Vima sangat khawatir.

"Bu, aku baik-baik saja, aku hanya merasa panas."

“Berapa hari lagi baru bulan Mei, kamu sudah merasa panas?” Vima benar-benar tidak percaya.

William melihat kecanggungan Ellen, matanya menyipit, dan dia paham.

"Bu, kasih aku beberapa menit dan aku akan baik-baik saja ," kata Ellen.

Vima mengerutkan kening, dan berkata, "Apa yang kamu bilang? Dulu masih kecil ketika kamu merasa tidak enak badan , kamu suka menggunakan trik ini untuk menghindar pergi ke rumah sakit."

Ah ...

Tidak mungkin!

Muncul tiga garis hitam di kepalanya.

William menatap wajah kecilnya beberapa detik, kemudian mengangkat alis kanannya dan memandang Vima. "bibi, biarkan aku membawanya ke rumah sakit."

"Bersama ..."

"Ya, bu. Biar pamanku yang membawaku ke sana. Ada pamanku, tidak bisakah ibu merasa tenang?" Sebelum Vima menjawab, Ellen langsung mengatakan.

Uh ...

Vima memandang William.

Jika dia bersikeras untuk pergi bersamanya, apakah dia akan berpikir bahwa dia tidak yakin dengannya?

Vima menatap Ellen dengan cemas, dan berkata, "Baiklah."

“Ok, bu, tunggu saja teleponku.” Ellen takut Vima berubah pikiran mau pergi bersamanya. Dengan cepat dia masuk ke mobil.

Vima mengerutkan kening, melihat Ellen dengan enggan.

William Dilen melihat bahwa Ellen telah memasang sabuk pengamannya, kemudian dia mengangguk pada Vima, "bibi, lain kali Aku dan Ellen mentraktirmu makan"

"Terima kasih, Tuan Dilsen. Seharusnya Aku yang mentraktir,"kata Vima.

William tidak mengatakan apa-apa.Dia menggerakkan kedua kakinya yang panjang menuju mobil, membuka pintu kursi pengemudi, dan duduk.

Vima melihat William melaju pergi, sampai mobilnya tidak kelihatan.

Berdiri selama dua detik, dia mengeluarkan ponsel dari tasnya dan menelepon supirnya agar dijemput.

Saat dia mengeluarkan telepon, dia terpaku, membuka matanya melihat arah perginya William, ekspresinya cukup terkejut dan bingung.

Apakah William baru saja memanggilnya ... bibi? !!

Atau dia salah dengar? !!

Vima menarik napas dalam-dalam dan menghibur dirinya sendiri, dia pasti salah dengar, pasti begitu.

Kalau tidak, itu terlalu menakjubkan!

Vima berkedip matanya beberapa kali dan menghembuskan napas perlahan, kemudian menelepon supirnya.

...

Dalam perjalanan kembali ke Coral Pavilion.

Ellen duduk di kursi dengan punggungnya bersandar ke jendela mobil, wajahnya kusut dan menatap William dengan hati yang berdebar-debar.

Bagaimana dia bisa menyebutnya begitu mudah?

Selain itu, Ellen selalu berpikir bahwa William itu walaupun sudah menikah, dia juga tidak akan peduli dengan orang tua istrinya.

Tapi dia tiba-tiba memanggil ibunya "bibi" hari ini?

Ellen kaget!

“Apakah kamu mau menatapku seperti ini sampai rumah ?” tanya William.

Ellen mengangguk, "Paman ketiga, kamu mengejutkanku hari ini."

William mengerutkan keningnya dan memandangnya dari kaca spion, "Karena aku memanggil ibumu bibi?"

"Apakah kamu masih belum tahu?," kata Ellen dengan pipi memerah.

Ellen duduk tegak, melihat William dan berkata, "Paman ketiga, tidakkah kamu merasa malu telah merusak kesanmu sebagai presiden angkuh?"

Presiden angkuh?

William memandangnya dan berkata , "Jangan lupa, kamu dan aku adalah suami istri sekarang! Karena kamu mengakuinya dan aku suamimu. Tidakkah aneh jika aku memanggilnya Nona Wen?"

Pipi Ellen terasa panas, "Tapi kamu memanggilnya begitu ibuku akan curiga."

William tidak menjawab.

Ellen menoleh, punggungnya bersandar pada sandaran kursinya, bulu matanya yang panjang jatuh, tangannya diatas lutut, dan sepuluh jarinya diikat satu sama lain,"Paman ketiga, aku dan ibuku bertemu, apakah kamu marah?"

William memandangnya dari kaca spion. Dia berkata, "Mengetahui bahwa ibu kandungmu masih hidup, apakah kamu bahagia?"

"Um." Ellen mengangguk dengan sungguh-sungguh, menatap William dan berkata, "Aku sangat bahagia, aku juga merasa sangat beruntung."

Sejak dia diadopsi di keluarga Dilsen, dia tidak cocok dengan Vania. Setiap kali mereka berdua ada konflik, Vania selalu mengadu ke Louis dan Gerald.

Karena ada Louis dan Gerald, Vania selalu sombong dan egois seperti seorang putri. Dan karena adanya Hansen dan William, mereka tidak memarahinya.

Dulu masih kecil, dia benar-benar iri pada Vania, karena dia memiliki kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tua.

Dan dia tidak memiliki orang tua lagi.

Jadi sekarang mengetahui Vima masih hidup, selain mengeluh bahwa dia tidak menemukannya secepat mungkin, dan juga merasa beruntung bahwa dia masih hidup.

Meskipun Vima tidak pernah datang mencarinya selama sepuluh tahun, selama dia masih mengenalinya dan menginginkannya, Ellen merasa bahwa dia tidak keberatan karena setidaknya dia masih hidup.

Mereka telah kehilangan sepuluh tahun untuk bersama, dan dia tidak ingin membuang waktu untuk mengeluh dan menyalahkan satu sama lain.

Selama dia masih hidup, mereka masih bisa bersama lagi, itu baik bukan?

"Baik kalau begitu," William berkata perlahan.

Kelopak mata Ellen berkedip-kedip, memandang William, dan dia merasa hangat dalam hatinya. Sebelum dia menyadari apa yang telah dia lakukan, dia sudah dicium William.

"..."

Novel Terkait

My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu