Hanya Kamu Hidupku - Bab 371 Suami, Bicara Baik-Baik

Dorvo tidak mempunyai pilihan melihat Nurima, nyonya besar rumah mereka, kelihatannya wanita tua itu tidak keberatan sama sekali apakah dia akan terluka!

Sejak bertemu dengan Ellen dan Samsu pagi tadi, Louis tidak istirahat siang, sepanjang sore di ruang tamu, terlihat serius seperti profesor.

Melihat ini, Ellen tidak berani untuk keluar dari villa sepanjang sore ini.

Pukul 6 sore, Dorvo berencana untuk pergi, secara pribadi pergi menjemput Nino dan Tino.

Baru saja Dorvo pulang dengan 3 anak laki-laki kecil itu, William juga pulang.

Hanya saja William melangkah jauh ke ruang tamu, mata Louis menyipit dan bergumam.

William melihat Louis, “Ada apa?”

Dengan wajah rata Louis, “Aku tanya, mana yang lebih penting istri dan anak, keluarga, atau perusahaan?

Ellen dan yang lainnya, “……”

William menyeritkan alis, mengkerutkan bibir menatap Louis tanpa berkata.

Louis marah, “Sekarang Ellen sedang hamil, ini saatnya ia membutuhkanmu, kamu baik-baik saja, tidak ada pedulinya sama sekali.”

Wajah Ellen canggung dan memerah, dia diam-diam menggenggam tangan Keyhan, memainkan jarinya.

Keyhan melirik Ellen, sekilas, sangat memanjakan.

Nurima dan Ellen saling bertatapan, lalu pergi melihat Samsu.

Samsu melipat kakinya, ekspresinya santai dan lucu, seperti sebelumnya tidak pernah mendengar perkataan Louis

William diam membeku, mtanya menatap dalam Louis, tapi berkata, “Aku tahu.”

“Tahu tahu, tidak ada gunanya hanya tahu.” Louis menatap William, sedikit yang William tak pahami tentang betapa tertekan dan depresinya perempuan itu

William kemudian mengerutkan bibirnya, berbalik ke Ellen.

Ellen mengangkat matanya dengan cepat mengarah William, tapi perlahan menundukkan kepala.

“Adik ipar……”

Saar ini Dorvo perlahan membuka mulut.

Ketika Ellen mendengar Dorvo meneriaki William “Adik ipar”, tidak terkontrol rasa canggungnya, lalu batuk dalam suara rendah.

William menyipitkan matanya lalu melirik Dorvo.

Dorvo mengangkat alisnya, menatap William seperti tanpa senyum, “Kami minta maaf beberapa hari ini mengganggumu, benar-benar maaf, maka dari itu besok akan kembali ke kota Rong.

“Kembali?” Ellen terkejut melihat kea rah Dorvo, tak terduga.

Tidak hanya Ellen yang terkejut, William, Louis dan Samsu sedikit terkejut melihat Dorvo.

Baru datang kesini tidak sampai 3 hari sudah mau pergi, sangat sulit untuk tidak membiarkan bahwa Louis merasa bahwa ia tak mampu merawat dirinya sendiri, sehingga mereka merasa diabaikan.

Louis canggung karena hal-hal kecil yang ada di benak Samsu dan Ellen, setelah mendengar Dorvo ingin pergi, langsung tidak sanggup, agak membingungkan dan menggelisahkan, memegang tangan Nurima yang ada di sebelahnya, “Ibu, tapi apa kami ada salah?”

Seharusnya bukan karena masalah Samsu dan Ellen yang membuat mereka tak senang?

Tak terbantahkan, Dia melihat Samsu menahan tangan Ellen benar-benar membuatnya marah, mengatakan kalimat itu untuk mewakili putranya untuk berjuang.

Tetapi dalam hatinya mengeluh bahwa Ellen mengetahui bahwa Samsu tertarik kepadanya, tapi masih memberikannya kesempatan untuk berhubungan dengannya, tanpa menghindari kecurigaan.

Tetapi itu pun hanya mengeluh. Tetapi tak meragukan perasaan Ellen terhadap anaknya.

Dan dia yang paling tak berbahagia, juga bukan Samsu, juga bukan Ellen.

Pikirkan seperti ini.

Louis merasa hatinya lebih cemas, takut jika Nurima salah paham dan dengan gegabah berkata, “Ibu, Ellen sudah dianggap besar dari keluarga Dilsen, aku tidak mengatakan sepenuhnya memahami temperamennya, tetapi aku percaya dengan karakter Ellen. Aku sangat memercayainya. Jika aku berkata sesuatu, atau melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan hatimu, kamu tidak harus memiliki pemahaman yang sama denganku.”

Katakanlah Nurima pernah mengeluhkan tentang Louis sebelumnya,tapi saat menemuinya dia menjelaskan secara tergesa-gesa, sepenuhnya setuju dengan perkataan Dorvo, ia tertawa dan menepuk tangan Louis, “Louis, apa kamu gugup? Dorvo ingin kembali ke kota Rong, perempuan tua ini masih akan tinggal disini lebih lama.”

“……Kamu serius?”Louis menatap Nurima.

“Ya.”Kata Nurima tersenyum, “Jadi dalam beberapa hari berikutnya, kamu bisa sering datang menemani aku, supaya aku tidak kesepian.”

“Tentu saja.” Lous Birming merenggangkan alisnya dan berkata sambil tersenyum.

Mendengar Nurima tidak pergi, Ellen merasa lebih baik.

Tapi Dorvo akan pergi, Ellen ada perasaan sedikit tidak rela, “Kak, kamu belum sampai 2 hari datang, sudah ingin pergi? Bukannya kamu bilang belakangan perusahaan tidak sibuk?

“Waktu itu tidak sibuk, sekarang tiba-tiba sibuk lagi.” Kata Dorvo.

Meskipun Ellen sangat menginginkan Dorvo untuk tinggal beberapa hari lagi, tapi dia menjadikan perusahaan sedang sibuk menjadi alas an, Ellen tidak tahu bagaimana menanggapinya.

“Dari kota Rong ke kota Tong naik pesawat tidak sampai 2 jam, jadi tidak perlu begitu sedih, kapan ingin bertemu ya bisa berrtemu.” Dorvo menatap Ellen dan mengatakannya dengan mudah.

Kata-kata yang dilempar Dorvo sangatlah santai, membuat orang merasa tak peduli.

Ellen tahu bahwa sifat Dorvo dingin, tetapi ia merasa keberatan dengan perkataan itu, tertekan, ia mulai rela.

Maka dari itu Ellen menatap Dorvo menyipitkan mata dengan kesal, cemberut sehingga tidak ingin mengatakan sepatah kata pun.

Dorvo melihat Ellen cemberut, dan alisnya mengisyaratkan marah.

Setelah Samsu mendengar Dorvo berkata ingin pergi, dari awal sampai akhir tidak berkata sedikit pun, hanyalah sepasang mata yang semakin dalam menatap, semakin lama semakin tenggelam.

……

Pada malam hari.

Nurima dan Louis tidur lebih awal, Ellen menjaga dan meniduri 3 anak laki-laki kecil lalu keluar dari kamar anaknya, saat di jalan bertemu Samsu.

Tiba-tiba terpikir tindakannya hari ini, Alis cantik Ellen tanpa sadar menegang.

Samsu menatap dalam Ellen, matanya berkedip, membuat orang merasa murung.

“Belum tidur?” Tanya Ellen santai.

Samsu melihatnya, “Ini mau tidur”

“Hm.”Ellen sambil mengangkukkan kepala, berjalan melewatinya.

Samsu berbalik dan menatap punggung Ellen yang ramping, “Aku besok akan kembali ke kota Rong dengan kakakmu, kalua nanti aku ingin bertemu denganmu, takutnya itu akan tidak terlalu mudah?”

Ellen berhenti sedikit, ke samping melihatnya, membuka mulutnya seperti ingin berbicara.

Tiba-tiba ada bunyi suara pintu yang terbuka tepat di belakang Ellen, kemudian, dengan suara rendah laki-laki itu, “Ellen.”

Ellen tercengang, membalikkan kepala,

William berdiri di pintu, menatapnya dengan dalam.

Ellen menghela nafas, dan berjalan ke arahnya, “Hm?”

William merail dan menyeret satu tangan perempuan itu, membawanya ke kamar, ia menyipitkan mata ke arah Samsu yang berdiri di Lorong.

Samsu memasukkan tangannya ke dalam saku, dan ketika melihat tatapan itu, sudut mulutnya dengan cepat membeku.

……

Di kamar.

Ellen keluar dari kamar mandi setelah selesai mandi, William duduk di tepi tempat tidur, menatapnya dengan tajam.

Ketika Ellen melihatnya, giginya itu langsung menggigit bibir bawahnya, berjalan mendekat, duduk di dekat William, mengawasinya dengan seksama, “Apakah ada yang ingin ditanyakan kepadaku?”

William tertunduk melihatnya, wajahnya masih tenang, “Sepertinya kamu tahu apa yang mau aku tanyakan. Karena kamu tahu, katakan saja.

Ellen menatap tangan laki-laki yang ada di atas paha, dengan berani ia meletakkan tangannya diatas punggung tangan laki-laki itu, dengan mata yang besar menatap dia, berbisik, “Berjanjilah dulu, aku bilang, tapi kamu jangan marah kepadaku.”

“Kalau aku tidak setuju?” Kata William dengan santai.

“……Lalu aku tidak akan mengatakannya.” Gumam Ellen

William mengerutkan keningnya, memasang muka tegas memandang Ellen, dan menampilkan wajah yang dingin.

Alis Ellen menyerit, dan dia memandangnya dengan tertekan dan cemas, “Sebenarnya itu sebuah ketidaksengajaan.”

“Tidak sengaja atau bukan, kamu jelaskan dulu aku mendengarkan.” Kata-kata William sangatlah jelas, jika dia merasa itu adalah tidak sengaja berarti itu memang ketidaksengajaan, jika dia merasa bukan, hehe……

Ellen merasa tertekan, meletakkan kepalanya diatas lengannya, suaranya melemah, “Samsu yang mengatakan bahwa sudah di villa selama 2 hari sini tapi belum berkeliling villa, aku bersyukur dia dulu baik terhadap Nino dan Tino, jadi aku membawanya untuk berkeliling. Kemudia sedikit Lelah, duduk di kursi panjang beristirahat sebentar, saat ingin membawanya lanjut berkeliling, tidak tau dia tiba-tiba gila menarik tanganku……lalu sialnya……terlihat mama dan nenek anak-anak.”

Ellen mengatakan dengan satu nafas, kemudian dengan perlahan mengatur nafas, dan menunggu seseorang itu membalasnya.

Tanpa diduga setelah menunggu beberapa saat, orang yang ditunggu tidak mengatakan sepatah katapun.

Hati Ellen tak tenang, tidak berani mengangkat kepalanya dan dengan panik menjelaskan, “Dia sebelumnya biasa-biasa saja, ditambah lagi dirumah sendiri, aku pikir dia……jadi dia tidak memerhatikan, jadi dia berhasil. Jika aku tahu lebih awal, aku pasti tidak membiarkan diriku untuk bertemunya. Jadi ini benar-benar hanya kecelakaan……”

“Tangan mana yang dia genggam?” suara berat William tenang, tenang tidak seperti dia.

Ellen menarik nagasnya, dan menatapnya perlahan-lahan melihat wajahnya terlalu normal, dia mengira masalah tidak terlalu serius atau laki-laki itu memahaminya, melepaskan hatinya yang menggantung, menundukkan kepala menatap tangan yang telah digenggam Samsu sebelumnya.

William melihat ke bawah garis pandangan Ellen, waktu melihat tangan Ellen, mata pekat itu menatap Ellen, “Potong!”

Ellen merinding karena tertangkap basah, dia gemetar, dia mengerutkan bibirnya dan menatapnya wajahnya yang dingin.

“Ambil pisaunya, atau aku yang mengambilnya sendiri.” Kata William.

“……” Mulut Ellen membisu, dia ingin menangis.

“Sebaiknya aku yang pergi dan memilih pisau yang paling tajam, dan memastikan dapat memotong!” kata William, benar-benar ingin pergi.

Ellen memeluknya dengan segera dengan sangat erat, “Suami, kalau kita punya sesuatu yang ingin dikatakan, katakan saja, jangan sentuh pisau dan pistol, itu bisa menyebabkan ketidakharmonisan.”

William menatapnya.

Bahkan bisakah benar-benar memotong kukunya?

Selain itu, anggaplah ingin menekan juga harus menekan Samsu!

“Ellen……”

“Ya!” Ellen menatapnya dengan mata yang memerah.

William dengan serius mengerutkan alisnya, suaranya gagah, “Apa kamu tahu Samsu menyukaimu?”

“Dia sebenarnya tidak begitu menyukaiku……”

Mengetahui wajah William yang semakin mendingin, Ellen kehilangan kata, wajahnya menatap laki-laki itu mengisyaratkan menurutinya.”

William mengerahkan tangan memegang dagu perempuan itu, dan menatapnya dengan dalam, dan dengan dingin berkata, “ Jika kamu tidak memiliki keberanian untuk memutuskan dengan jelas untuk memilihku atau laki-laki lain, masalah ini tidak akan berlalu dengan mudah!”

Tidak berani?

Ellen menyentuh hidungnya dengan sedih, tidak tau harus senang atau harus menginstropeksi diri tanpa terduga memberikan dirinya sendiri wejangan.

Novel Terkait

Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu