Hanya Kamu Hidupku - Bab 354 Tidak Boleh Membuat Masalah

Rosa menelan ludah, tiba-tiba tangannya merangkul leher Eric, pipinya yang basah oleh air mata menempel di lehernya, berkata dengan suara yang bergetar, “Aku rasa, apa yang kita lakukan pada Ellen ketika dulu, sudah terbongkar……..”

Nafas Eric seketika terhenti, kedua matanya menjadi dingin, memiringkan wajahnya menatap Rosa.

“Aku punya firasat, Kakak William sudah akan mulai menghadapiku… kalau dia benar-benar melakukan itu, aku sama sekali tidak punya kemampuan untuk melindungi diri apalagi melawan.”

Wajah Rosa terlihat pucat, ada rasa takut di matanya, memeluk erat leher Eric, suaranya menjadi begitu serak, “Eric, apa yang harus kulakukan?”

Alis Eric mengkerut erat, “Beberapa hari ini kamu begitu sering mencariku, karena ini?”

“… hm.” Rosa menjawab, “Aku takut Kakak William tiba-tiba menghadapiku, aku takut tidak punya kesempatan untuk bertemu denganmu lagi.”

Eric menarik nafas, menggendong Rosa dari sofa menuju kamar.

Rosa bersandar di lehernya, menangis lirih, “Eric, sebenarnya aku sama denganmu. Kalau diantara kita hanya ada satu orang yang bisa hidup, aku berharap itu adalah kamu!”

“Eric, kalau aku sudah tidak ada. Kamu harus ingat, aku benar-benar mencintaimu.”

Wajah Eric menjadi begitu tegas, hanya memeluk Rosa dengan semakin erat.

Rosa memejamkan kedua matanya, bahkan suara tangisan pun tidak ia keluarkan, hanya bersandar di bahu Eric, diam-diam menangis.

Eric menggendongnya masuk kamar, keduanya berbaring di ranjang.

Setelah menarik diri dari Rosa, Eris mengambil selimut dan menyelimuti tubuh mereka, matanya menatap jendela dengan dingin, lalu berkata dengan dingin, “Rosa, kalau tidak ada kamu didunia ini, mungkin keberadaan Eric sudah tidak dibutuhkan lagi.”

Rosa membuka kedua matanya, “Kamu jagan berkata demikian. Setiap orang tidak harus hidup bersama orang satunya lagi. Aku yakin meskipun tidak ada aku, kamu juga bisa hidup dengan baik.”

“Itu adalah orang lain, bukan aku!” tenggorokan Eric bergejolak, berhenti sesaat, lalu berkata, “Aku tahu jelas kemampuan dan cara William bekerja. Kalau dia benar-benar ingin menghadapimu, dia tidak akan perdulikan apapun, langsung menghabisi tanpa ampun!”

saat ini Rosa bergetar hebat, segera meringkuk ke dalam pelukan Eric.

Eric menundukkan kepala melihat wajah Rosa yang memerah, ada ekspresi kasihan, suaranya begitu lirih, “Takut?”

Rosa mengangguk pelan dengan air mata yang masih menggantung diwajahnya, menatap Eric, “Aku sangat menyesal sekarang. Kakak William tidak menyukaiku, melainkan menyukai Ellen. Dan aku……. Hatiku juga hanya ada kamu. Namun demi orang tua, demi keluarga, mau tidak mau aku harus menggunakan cara itu untuk menghadapi orang yang disukai oleh Kak William. Sungguh Eric, aku sering merasa membenci diriku sendiri. Kenapa aku bisa menjadi seperti ini? Bahkan aku sendiri tidak bisa mengenali diriku sendiri. Rasa ini sangat kacau.”

Eric menatap Rosa dengan tatapan yang penuh kasih, “Orang lain tidak tahu, namun aku tahu bagaimana pergumulan dalam hatimu ketika itu. Kalau bukan karena sudah terdesak, kamu tidak akan mengambil jalur yang bahaya itu.”

“Eric.” Rosa memeluk Eric, tubuhnya disandarkan dengan lemas ke tubuh Eric, “Sekian tahun lamanya, kalau tidak kamu yang menemaniku, aku pasti tidak akan mampu bertahan sampai sekarang, mungkin aku sudah dibuat gila oleh semua ini.”

Eric mengelus rambutnya, tatapannya dalam.

“Sebenarnya aku tidak masalah dengan yang lainnya. Yang paling kusesali, selama beberapa tahun ini tidak memperlakukanmu dengan baik, menyayangimu! Aku juga tidak menurut padamu, bahkan sikapku padamu begitu kejam…..”

Rosa seolah tidak sanggup melanjutkan ucapannya, menyandarkan wajahnya di pelukan Eric dan menangis sejadinya.

Kali ini Rosa bukan pura-pura menangis.

Lelaki yang berada disekitarnya bukan hanya Eric seorang, misalnya Carlos, misalnya pria yang lainnya.

Namun hanya Eric yang palilng setia padanya, dan hanya Eric yang mencintainya sampai begitu dalam.

Sehingga Rosa tidak sepenuhnya tidak punya rasa pada Eric.

Hanya saja keberadaan William terlalu menonjol, keinginan memiliki William dan menjadi Nyonya Dilsen terlalu kuat, sehingga ketertarikan Rosa pada Eric yang begitu sedikit, menjadi tidak begitu kuat.

Eric menghela nafas, “Kamu sudah memberikan yang berharga untukku, aku sudah memiliki semua yang ada pada dirimu, aku sudah sangat puas! Dan kamu menganggapku orang yang paling pantas kaujadikan sandaran hidup, sehingga tidak menutupi semua perasaanmu dihadapanku, menjadi dirimu yang apa adanya. Rosa, sejak awal aku merasa, kamu bisa mencintaiku, merupakan kebahagiaan terbesar dalam hidupku.”

“Eric, kamu sungguh bodoh.” Rosa terisak.

Setelah Eric mendekap erat Rosa sesaat, ia berkata dengan tegas, “Kamu tenang saja, ada aku, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu.”

Rosa mendengar ucapannya, mengangkat wajahnya yang penuh airmata, tanpa mengatakan apapun, meletakkan bibirnya yang bergetar diatas bibirnya.

Ketika bibirnya menyentuh bibir Rosa, tanpa ragu Eric berbalik dan menindih tubuh Rosa.

……

Satu malam yang penuh pelampiasan berlalu lagi.

Keesokan harinya, begitu Eric pergi, Rosa menghubungi Vania, mengajaknya bertemu.

Vania langsung menyetujuinya.

Lalu Rosa pergi mandi, setelah berdandan dan berganti pakaian, ia langsung berangkat.

Ketika bertemu dengan Vania di restoran yang sudah dijanjikan, Rosa langsung mencengkram tangannya, airmata mengalir dengan deras, “Vania, aku pikir aku tidak akan bertemu denganmu lagi.”

Vania melihat orang yang duduk di restoran, segera menarik Rosa untuk duduk, wajahnya yang berhadapan dengan Rosa seketika menjadi jauh lebuh datar, “Kak Rosa, aku baik-baik saja sekarang, kenapa kamu menangis?”

“……. Kamu tidak tahu, dua bulan yang lalu, aku menemani bibi ke rumah utama, mengetahui kalau kamu dibawa oleh kakak ketigamu, betapa paniknya aku. Namun aku sama sekali tidak bisa bertemu dengan kakak ketigamu, sehingga tidak bisa memohon untukmu, hatiku begitu sedih dan menyesal.” Rosa menangis dengan sangat serius.

Vania mengambil selembar tissue untuk mengelap airmata Rosa, ada ekspresi pedih diwajahnya.

Rosa menggenggam tangannya, berusaha menunpahkan semua airmata, “Awalnya bibi dan paman memohon-mohon pada kakak ketigamu, kakak ketigamu sudah hampir setuju melepaskanmu. Namun tepat disaat ini, Ellen tiba-tiba maju.”

Vania langsung mengangkat wajahnya melihat kearah Rosa, “Ellen? Apa yang dia lakukan?”

“….. kamu dan Ellen sama-sama adikku, namun apa yang ia lakukan ketika itu sungguh membuatku sepenuhnya kecewa padanya. Bagaimana pun juga kalian juga tumbuh besar bersama. Namun ketika kamu dikurung oleh kakak ketiga mu, dia malah memberitahu bibi kalau kamu bukanlah putri kandungnya, melainkan anak yang dilahirkan oleh paman dengan wanita lain……….”

Rosa marah dan kecewa, “Aku tidak pernah menyangka dia akan sekejam itu! Sudah tahu bibi paling membenci palkor, kamu adalah anak dari pelakor itu, malah makin kacau. Hati bibi langsung terasa begitu dingin, dia bertengkar hebat dengan paman, memutuskan hubungan dengan Keluarga Dilsen. Melihat ibu sendiri terluka begitu parah, menurutmu sebagai seorang anak, mungkinkah kakak ketigamu melepaskanmu?”

Meskipun ekspresi Vania berubah dengan drastic, namun tatapan dingin dimatanya berbeda, “Kamu bilang Ellen yang memberitahu ibuku…. Kalau aku adalah anak pelakor?”

“bibi yang mengatakannya langsung padaku, tidak mungkin bohong bukan?” Rosa menggeleng.

Bibir Vania mengetat.

Mata Rosa langsung bersinar, menggenggam tangan Vania, “Vania, cepat beritahu aku, bagaimana kakak ketigamu bisa membuka pikiran dan melepaskanmu?”

“Ayahku……..”

Vania berkata sampai disini, entah terpikir apa, matanya memicing, langsung mengalihkan topic, “Sebelumnya kakak ketigaku mengurungku karena salah paham padaku, ia mengira aku yang mneyakiti Ellen. Namun kenyataannya bukan perbuatanku. Kakak ketigaku menemukan kalau ada orang lain yang melakukannya sehingga melepaskanku.”

“Ada orang lain?” sudut bibir Rosa terangkat dengan kaku, menatap Vania lekat, “Siapa?”

Vania menatap Rosa, tatapannya sedikit dalam, “Seharusnya akan ketahuan segera. Kakak ketigaku begitu mementingkan Ellen, menganggapnya sebagai harta tiada dua, dia tidak akan membiarkan siapapun yang mengancam keselamatan Ellen bebas berkeliaran diluar. Aku rasa, akhir-akhir ini kakak ketigaku akan segera melakukan gerakan. Kita lihat saja.”

Mata Rosa sedikit bergetar, menatap Vania sampai seperti kehilangan suara.

Jadi apa yang ia khawatirkan, hanya kekhawatiran yang berlebihan!

Vania melihat ini, matanya langsung menyipit.

Setelah berpisah dengan Rosa, Vania mengeluarkan ponsel dan menghubungi Venus.

……

Hari ini Ellen bangun pagi, setelah sarapan dengan beberapa anaknya, ia berencana mengantar mereka kesekolah.

SD Keyhan berada tidak jauh dari depan Chunyi, hanya butuh perjalanan mobil dua sampai tiga menit.

Mengikuti rute Supir Suno mengantar 3 anak setiap harinya, mereka mengantar Tino Nino ke Chunyi terlebih dahulu, baru mengantar Keyhan ke sekolah.

Kali ini juga tidak ada pengecualian.

Mobil tiba di Chenyi.

Tino sudah melepaskan sabuk pengaman tanpa disuruh, namun Nino malah memegang tangan Keyhan dan tidak ingin melepaskannya, bibir kecilnya mengkerut ingin Keyhan membawanya ke sekolah Keyhan!

Tino dan Keyhan sungguh speechless melihat ini.

Tino malas meladeni Nino yang sering membuat kegaduhan, ia duduk ditempatnya dan menunggu Keyhan membujuk Nino baru turun dari mobil.

Ellen melihat waktu, masih ada jarak waktu setengah jam dari jam masuk sekolah, sehingga ia memilih untuk menjadi pengamat.

“Kita hanya berpisah sebentar saja, setelah pulang sekolah akan bertemu lagi.” Keyhan berkata pada Nino dengan sabar.

Nino tetap tidak ingin melepaskan tangannya, “Aku setiap hari bersama dengan kakak yang seperti patung itu sungguh tidak asik. Kakakku hanya bisa belajar dan belajar, sungguh membosankan!”

Tino meliriknya, “Siapa yang menyuruhmu bersama denganku?”

Nino mengangkat kepalanya, melihat Tino dna berkata dengan yakin, “Tentu saja kamu. Kamu tidak bisa jauh dariku.”

Tino memutar bola matanya.

Ellen yang melihat kakak beradik ini berdebat, tidak kuasa menahan diri untuk diam lagi, “Kalian bertiga sebenarnya siapa yang tidak bisa jauh dari siapa.”

Tino dan Nino saling bertatapan, lalu tidak bicara lagi.

Ellen tersenyum sambil menggeleng.

“Cepat turun, Kakek Suno sudah menunggu kalian diluar.” Keyhan berkata.

Nino melihat Suno yang sudah berdiri diluar mobil, bibirnya mengkerut.

Mungkin karena sudah tidak alasan untuk menunda sekolah lagi, dia melepaskan tangan Keyhan dengan ogah-ogahan, melepaskan sabuk pengamannya, lalu turun dengan Tino.

“Nino.”

Nino baru turun dari mobil, suara Keyhan sudah terdengar.

Nino menoleh, matanya yang bulat melihat Keyhan, “Kakak pertama, apakah kakak sudah beruabh pikiran dan akan membawaku ikut sekolah denganmu?”

“Ngarep kamu.” Keyhan berkata.

Nino : (⊙﹏⊙)

Melihat wajah Nino yang mengkerut, Keyhan tidak sanggup menahan senyumnya, “Aku hanya ingin berkata padamu….. Tidak boleh membuat masalah!”

mata Nino langsung terangkat menatap langit, berkata dengan malas, “Iya tahu.”

Keyhan mengangguk, “Hm, sana.”

……

Pagi hari banyak mobil juga orang didepan TK, oleh karena itu Ellen tidak pernah turun untuk mengantar Tino dan Nino langsung.

Duduk didalam mobil, Ellen melihat kedua tangan Suno menggandeng Tino Nino berjalan menuju gerbang TK, tatapannya yang lembut sedikit mengangkat, menatap Keyhan dari kaca spion, ketika akan membuka mulut mengatakan sesuatu.

Duang Duang, suara jendela terhantam terdengar.

Seiring suara ini, pecahan kaca bagaikan hujan yang tumpah ke wajah dan tubuh Ellen.

Novel Terkait

A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu