Hanya Kamu Hidupku - Bab 420 Merindukanmu Sampai Hatiku Sakit

Dia masih berada di ruang kerja ketika dia pergi tidur siang ... Kapan dia pergi?

Ellen bingung sejenak.

Dia adalah presiden Perusahaan Dilsen dan bertanggung jawab atas keluarga Dilsen, bukan hal aneh baginya untuk kembali ke perusahaan jika ada masalah yang perlu diselesaikan.

Ellen berjalan ke sofa ruang belajar dan duduk, meletakkan sikut di gagang sofa, menopang kepalanya, menutup matanya dengan pelan, dan mulai berpikir.

Sekarang.

Sudah tidak dipungkiri bahwa Venus menyukai Bintang Hamid.

Damar Chen memang pantas menerima hukuman itu, tidak ada yang perlu didiskusikan.

Zaenab adalah orang yang sebenarnya menerima hukuman yang seharusnya dijatuhkan pada Venus.

Sekarang tidak ada bukti konkrit untuk membuktikannya.

Orang yang hidup tidak mungkin bisa membuat orang yang telah meninggal dunia untuk memberitahukan kebenarannya.

Ngomong-ngomong….

Bulu mata Ellen yang panjang tergerak sedikit.

Pagi ini dia mendengar orang bertanya pada Vima, Vania sebelum menghilang berkunjung ke kediaman Rinoa, mereka bertanya apakah Vima tahu apa yang terjadi saat itu.

Kalau begitu.

Vania memang ada mengunjungi kediaman Rinoa untuk menemui Venus sebelum dia menghilang.

Tentang kejelasan apa yang telah terjadi.

Vima memang tidak tahu jelas, dan hanya Venus dan Vania yang tahu.

Disaat yang sama.

Vania sempat disekap oleh Damar Chen beberapa hari, mungkin dia mengetahui sesuatu darinya.

Namun, sampai sekarang Vania masih tidak sadarkan diri di rumah sakit.

Alis Ellen mengerut perlahan.

Bagaimana dia bisa mendapatkan informasi itu dari Vania?

Atau.

Bagaimana dia bisa menggunakan Vania, agar Venus dapat “dengan sendirinya” mengakui kesalahan?

Memikirkan hal ini.

Ellen membuka matanya dan bangkit untuk meninggalkan ruang belajar dan pergi ke kamar tidur.

Sesampainya di kamar.

Ellen menyalakan komputer dan log-in ke WeChat.

Dia berpikir untuk menghubungi Thomas Mu.

Tidak disangka, dia malah mendapat pesan baru dari Pani.

Melihat foto profil Pani, Ellen merasa tegang.

Karena kejadian Vima tadi siang, dia jadi lupa menghubungi Pani.

Ellen mengerutkan bibirnya dan bergegas membuka pesannya.

“Ellen, aku dengar dari Riki bahwa kamu mencariku semalam”

“Dia juga telah memberitahukanku isi chat kalian”

“Aku tidak bermaksud menyembunyikan hal ini darimu, aku hanya tidak tahu bagaimana harus memeberitahukannya padamu…”

“Baiklah. Sebenarnya, aku sendiri juga masih merasa ragu. Aku… belum memberitahu jawabanku pada Riki, aku hanya bilang aku akan memikirkannya dulu”

“Aku tahu saat kamu mendengar berita ini, kamu pasti tidak menyangka, terkejut dan merasa aneh, kenapa aku dan Riki tiba-tiba membahas sampai tahap pernikahan.”

"... Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya kepadamu sekarang. Bisakah kamu memberikan aku waktu untuk berpikir lagi?"

Setelah berita ini, sekitar sepuluh menit kemudian, dia mengirim pesan lain: "... Aku bertemu dengannya."

Dia?

Paman Nulu?

Ellen mengerutkan kening, meletakkan tangannya di atas keyboard, dan dengan cepat mengetik: "Pani, aku tahu kamu bukan orang yang gegabah. Kamu tidak akan melakukan apa-apa tanpa mempertimbangkannya. Kamu mengatakan kamu akan serius mempertimbangkan proposal lamaran Riki, bolehkah aku menganggap bahwa kamu menyukai Riki, makannya baru ingin menikah dengannya? Atau, kamu mempertimbangkan lamarannya karena kamu tidak ingin merasa kesusahan lagi?

Setelah Ellen mengirimkan pesan itu, dia terdiam selama satu menit sebelum meletakkan jarinya di keyboard dan mengetik lagi, “Maaf Pani, alasan Paman Nulu pergi ke Kota Yu untuk mencarimu adalah karena aku yang mengkhawatirkanmu, aku memohon pada paman ketiga untuk mengizinkanku pergi untuk menemuimu. Tapi karena aku sedang hamil, paman ketiga tidak setuju. Tapi aku benar-benar mengkhawatirkanmu, jadi, dengan tidak sengaja memberitahukan keberadaanmu kepada paman ketiga. Maka paman Nulu langsung bergegas untuk pergi ke Kota Yu.

“Pani, Walaupun sekarang kamu sudah membicarakan masalah pernikahan dengan Riki, tidak peduli situasi dan alasan kamu memutuskan hal itu. Aku sebenarnya juga tidak boleh memberitahumu tentang ini, tapi… menurutku paman Nulu benar-benar peduli tentangmu.”

Sesaat sebelum Ellen mengirimkan pesan, matanya menatap pesan yang dia tuliskan dengan bingung, menggeram dalam hati, menutup ruang obrolannya dengan Pani. Dia pun mencari nama Thomas Mu di WeChat dan membukanya.

Ellen hanya menatap ruang obrolannya dengan Thomas Mu, berpikir dalam diam kemudian meletakkan kedua tangannya diatas keyboard dan mulai mengetik, “Paman Mu, aku memerlukan bantuanmu. Tolong segera balas aku setelah kamu membaca pesan ini”

Thomas Mu adalah tipe “Orang Zaman Dulu”, dia tidak terlalu menyukai teknologi modern zaman sekarang.

Tentu saja.

Dia hanya tidak menyukainya, bukan tidak tahu cara menggunakannya.

Tapi ajaibnya, dia mengetahui hampir seluruh media sosial yang ada, dan bahkan mempunyai akun di masing-masing media sosial.

Ya, dia memilikinya.

Untuk kapan dia mendaftarnya, hm…dia tidak tahu.

Jadi, kenapa Ellen tidak menghubunginya lewat telepon?

Alasannya sederhana.

Karena dia tidak memiliki nomor teleponnya.

Dulu dia mempunyainya.

Tapi kemarin, Ellen tidak terpikir untuk menyimpan nomor telepon yang lain.

Lebih penting lagi, Thomas Mu lebih tidak suka “mengekspos diri” dari paman ketiga.

Di seluruh Kota Tong.

Selain beberapa orang yang berada di tempat kerja untuk memastikan keberadaan William, orang lain yang tidak berhubungan hanya akan bisa menemuinya beberapa kali dalam setahun.

Karena mereka jarang berkomunikasi, mungkin Ellen juga merasa tidak akan terpakai, jadi dia tidak pernah menanyakan nomor Thomas Mu ke William.

Baiklah.

Dia bisa bertanya kepada orang William atau Samir Moral untuk kontak Thomas Mu.

Tapi jika tiba-tiba dia bertanya, beberapa dari mereka pasti langsung merasa ada yang tidak beres.

Masalah diberitahu atau tidaknya, masih belum tau.

Tapi, dia pasti akan ditanyai habis-habisan.

Karena William tidak akan membiarkan Ellen ikut campur dalam urusan Venus, jika sampai William tahu rencananya, dia tidak hanya akan menghentikannya, dia pasti akan…marah.

Karena itu, Ellen tidak boleh mencari orang William untuk meminta kontak Thomas Mu.

Sekarang.

Ellen hanya bisa berharap agar Thomas Mu dapat lebih cepat melihat pesan yang dikirimkannya.

...

Pada pukul setengah enam, William pergi ke Chunyi untuk menjemput Tino, Nino dan Keyhan untuk pulang ke kediamannya.

Mobil William terparkir di depan pagar, kedua tangannya memeluk Tino dan Nino, Keyhan hanya mengikuti dibelakang dan mereka pun beramai-ramai memasuki rumah.

Ellen dan Vima sedang duduk di sofa dalam keheningan.

Ekspresi Vima yang mendengar suara lembut anak-anak dari luar villa langsung terlihat bersemangat dan sangat tidak sabar.

Ellen menatap Vima sekilas, kemudiaan mengalihkan pandangannya ke pintu masuk.

Pada saat yang sama, terlihat satu sosok tinggi yang sedang menggendong dua anak kecil memasuki ruangan.

"Agnes..."

"Ibu ……"

Begitu memasuki ruangan, Tino dan Nino langsung membuka mulut menyapa Ellen.

Mata Ellen berkedip lembut, menyunggingkan bibirnya, menopang pinggang, perlahan-lahan bangkit dari sofa, memandangi dua anak kecil gendut itu, “Sayang-sayangku, kalian sudah pulang.”

“Anakmu ini memikirkan ibu sampai tidak dapat belajar dengan baik”

Ketika kaki kecil Nino membuka sepatunya, William langsung menurunkannya, lelaki kecil itu langsung memakai sandal rumah yang telah disediakan dan langsung bergegas menuju ke pelukan Ellen.

Hanya saja perut Ellen yang besar itu menjadi halangan.

Mulut Nino langsung cemberut, dia dengan tangan kecilnya mengelus perut Ellen, “Huanhuan, kapan ini akan keluar?”

Ellen memukul tangannya dengan pelan, memegang tangannya dengan lembut dan tertawa, “Apa yang kamu maksud dengan ini itu?”

“Agnes, aku sangat meridukanmu, apa kamu rindu padaku?”

Nino dengan manja bersandar di tubuh Ellen, memeluk Ellen dari samping.

Ellen merasa bahagia, dia mengelus kepalanya, “Aku sangat merindukanmu, aku merindukanmu sampai hatiku sakit.”

Nino menatap Ellen. Setelah beberapa detik, dia dengan tenang berkata, "Agnes, kamu melebih-lebihkan."

“Apakah ada?” Ellen hampir tertawa.

Nino memutar bola matanya.

Ellen mencubit wajah kecilnya dengan ringan dan tersenyum cerah melihat Wiiliam Dilsen.

William mengangkat alis, dan ketika Ellen menatapnya, dia melirik Vima, yang berdiri di samping.

Mata Ellen menyipit.

"Ibu, siapa bibi ini?"

Tino berdiri di samping Ellen dan menatap Vima dengan aneh.

Vima menatap Nino dengan sangat gembira.

Mereka, sangat imut!

Ellen menurunkan bulu matanya dan menatap Tino dan berkata dengan lembut, "Dia adalah nenek."

“Nenek?” Nino menatap Vima. “Apakah nenek adalah ibu dari Agnes?”

Ellen mengangguk.

“Nenek terlihat sangat muda,” kata Nino sambil menatap Vima.

Vima sudah berusia lebih dari empat puluh tahun. Selama sepuluh tahun terakhir, dia telah merawat dan memperhatikan dirinya agar terlihat awet muda, sehingga dia tidak terlihat tua sama sekali. Orang-orang juga akan mempercayainya jika dia bilang dia berusia tiga puluhan.

Para wanita suka mendengarkan pujian yang ditujukan kepada mereka.

Apalagi kalimat "muda" yang ducapkan Nino, yang dikatakan dengan tulus, terdengar sangat jujur.

Vima menatap Nino, yang putih, lembut dan cantik, dengan mulut yang manis, dia langsung sangat menyukainya.

Dia dengan refleks menjulurkan tangannya kepada Nino,

“Tino, Nino, kemarilah dan peluk nenek”

Nino menatap Ellen.

Ellen tersenyum padanya, tetapi tidak mengatakan apa-apa.

Nino merasa sedikit aneh, jadi dia hanya diam.

Tangan Vima yang terjulur langsung membeku, melihat Ellen dengan tatapan sedih.

Ellen mengalihkan pandangannya, berpura-pura tidak merasakan apa-apa.

Mata Vima memerah dan menarik tangannya Kembali.

Tino dan Nino menatap Ellen dan Vima. Akhirnya, mereka melihat ke arah William.

Bulu mata hitam William berkedip, memandang Keyhan di sampingnya, dan berkata dengan lembut, "Keyhan, makan malam sudah hampir siap, bawa saudara-saudaramu untuk mencuci tangan."

Keyhan menatap Ellen, mengangguk, dan berkata kepada Tino dan Nino, "Tino, Nino, cuci tangan kalian.."

Tino dan Nino berbalik untuk mengikuti Keyhan untuk mencuci tangan di kamar mandi.

Vima memperhatikan Keyhan membawa Tino dan Nino ke kamar mandi, dari wajahnya tersirat sedih dan kesepian.

Untuk alasan kemunculan Vima di kediamannya, William tidak mengajukan pertanyaan lain untuk saat ini, dia juga tidak menunjukkan ekspresi apa-apa.

……

Setelah makan malam, Vima tidak mengungkit akan pergi, Ellen juga tidak berinisiatif untuk bertanya.

Seperti biasa, William langsung beranjak ke ruang belajar setelah makan malam.

Beberapa lelaki kecil terduduk di karpet ruang tamu dan memegang mainan remote control, tidak tahu apa yang sedang mereka utak-atik.

Vima sedang duduk di sofa, mencondongkan tubuh bagian atasnya ke depan, matanya menatap pada anak-anak kecil yang duduk di karpet.

Ellen tentu tahu jelas apa yang dikhawatirkan Vima.

Ellen berkedip dan berdiri dari sofa. Ketika dia melihat Vima tiba-tiba menatapnya dengan keraguan, dia tidak mengatakan apa-apa dan berbalik untuk berjalan ke lantai dua.

Vima memperhatikan Ellen naik ke atas, membuka salah satu pintu, masuk, dan menutup pintu, dia pun merasa lebih rileks dan bangkit tanpa ragu-ragu untuk berjalan ke arah Tino, Nino dan Keyhan.

Novel Terkait

Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu