Hanya Kamu Hidupku - Bab 94 Ellen Cemburu!

Rosa memandang kosong, termenung.

“Bibi Darmi, kamu sudah pulang.”

Darmi mengangkat dua plastik besar berisi bahan makanan, cemilan, yoghurt dan lain-lain masuk dari pintu, melihat Ellen yang menyambut dia, bibirnya tersenyum,”Tenang saja, cemilan yang kamu mau sudah aku belikan.”

Ellen tertawa, mengambil satu plastik dari tangannya.

Darmi mengganti sepatu di depan pintu, berjalan di teras dan melihat Rosa yang duduk di ruang tamu, tiba-tiba menjadi ragu,”Nona Rosa sudah datang?”

Rosa hanya menganggukkan kepala.

Aturan di rumahnya, pelayan adalah pelayan, majikan adalah majikan.

Seperti kelakuan Ellen yang menyatukan bersama, dia sangat keberatan,dan merasa Ellen sebenarnya sama seperti pelayan, membuat dia memandah rendah.

Darmi terhadap sikap dingin Rosa juga keberatan, hanya tertawa, membawa barang ke dapur.

“Bibi Rosa, Bibi Darmi membeli banyak cemilan, apakah kamu ingin makan?” Ellen bertanya dengan sopan.

“Tidak perlu, aku tidak memakan makanan seperti itu.” Rosa berhenti sebentar, “Maksudku, aku tidak punya kebiasaan makan cemilan.”

Ellen menaikkan alis, tidak berkata apa-apa, membawa plastik cemilan ke dalam dapur.

Rosa melihat Ellen masuk ke dapur, wajahnya yang tadi lembut dan tersenyum dalam sekian detik langsung berubah menjadi dingin.

Dia hari ini datang saat William tidak ada di rumah, sebenarnya juga karena ingin mengkonfirmasi suatu hal.

Mengkonfirmasi mereka saat ini tidak tahu hal yang terjadi pada Ellen saat di KTV, sebenarnya dialah otaknya.

Karlos dari awal sudah mengagumi dia, juga terus melakukan upaya mengejar dia, karena hubungan dia dengan William, jadi tidak menyetujui Domingo Karlos, tapi dia juga tidak menjaga jarak dengan Karlos, sebagai gantinya menarik dia menjadi pelindung.

Hari itu juga dia yang mengundang Karlos bernyanyi di KTV, saat baru sampai di KTV melihat dia dan Ellen di bawa pelayan ke ruang pribadi.

Saat melihat Ellen, dia teringat dengan penghinaan William malam itu, jadi ekspresi wajahnya tidak enak di lihat.

Jika Domingo Karlos melihat, pasti akan menanyakan dia alasannya.

Dia tidak mengatakan maksud William ke Ellen, dia hanya mengatakan setiap kali ke Coral Pavilion mencari William, Ellen selalu menyulitkannya, menambah cerita.

Karlos mendengar dia berkata begitu, sangat marah, mengungkit akan membantu dia melepaskan amarah, dan dia, tidak melarang, menyetujui.

Mungkin Karlos melihat dia ada maksud menghukum Ellen, lalu menanyakan dia harus berbuat apa agar bisa melepaskan emosi.

Di depan Karlos, Rosa tidak menyembunyikan sifat aslinya, berpikir sebentar, dan memberitahu pemikirannya kepada Karlos.

Karlos setelah mendengarnya memandang kosong sebentar, lalu tertawa kepadanya, dan melaksanakan.

Sebenarnya, saat Karlos pergi melaksanakan hal ini, Rosa sudah bisa menebak hal ini akan bocor.

Saat itu dia hanya ingin membuat Ellen rusak, supaya dia tidak ada kesempatan bersama dengan William, lalu hal itu bocor, William sangat marah, jika ingin memeriksa pun hanya bisa memeriksa Karlos saja.

Walaupun ada 10% tidak yakin Karlos tidak akan membocorkan tentang dia, tapi masih ada 90% keyakinan juga.

Dan hal yang terjadi membuktikan, Karlos tidak membocorkan tentang dia.

Abangnya Karlos Franstahu kalau William akan melawan Domingo Karlos, tentu saja tidak akan duduk diam, lagipula mereka adalah saudara kandung, tentu saja tidak akan melihat adiknya di siksa oleh William!

Dan lagi, Domingo Frans berhubungan sangat baik dengan beberapa orang William, walaupun William ingin membuat Karlos mati, tentu saja pasti akan memikirkan perasaan Frans.

Jadi pada akhirnya, Karlos juga tidak akan terkena masalah.

Sayangnya,

Dia awalnya mengira Ellen kali ini walaupun tidak mati juga harus mengupas kulitnya, tidak disangka William dan yang lain muncul tepat waktu menyelamatkan dia.

Bekerja setengah harian, hanya membuat terkejut!

Rosa menyipitkan mata dengan penuh kebencian, menggigit erat gigi belakangnya.

“Nona Rosa, minum jus.”

Suara Darmi yang melewati telinga mengejutkannya.

Hati Rosa berdetak pelan, baru sadar Darmi berdiri di sebelahnya.

Wajahnya menegang, Rosa dengan cepat menunduk, mengambil jus yang di atas meja dan meminumnya.

Darmi dengan curiga menatap Rosa, beberapa saat kemudian, berbalik dan meninggalkan ruang tamu, pergi ke dapur.

Rosa mengerutkan kening, melihat ke Darmi,dari matanya terlihat kesal.

……

Dapur.

Ellen baru saja akan meletakkan cemilan di kulkas, sudut matanya melhat Darmi masuk, tapi dahinya berkerut.

Ellen mengigit bibir dengan curiga, menutup pintu kulkas, melihat Darmi berkata,”Bibi Darmi, kenapa?”

Darmi berjalan kesana, membuka pintu kulkas yang satunya lagi, sambil memisahkan bahan makanan, sambil berkata dengan suara rendah,” Nona Rosa sangat aneh.”

“... ...” Ellen termenung, “Ada apa?”

Suara Darmi mengecil lagi, “Aku tadi memberikan jus ke Nona Rosa, Nona Rosa ... ... “

“Ellen.”

Darmi belum selesai bicara, suara Rosa terdengar dari ruang tamu berjalan kemari.

Darmi menutup mulut, dengan ragu melihat ke arah luar dapur.

“Ellen,” Rosa memanggil Ellen lagi.

Darmi menarik ujung bibirnya, melihat Ellen, berkata,” Nona, kamu sebaiknya segera keluar, walaubagaimanapun Nona Rosa adalah tamu.”

Ellen tidak tahan menahan napas, berkata kepada Darmi, “Kalau begitu aku keluar.”

“Pergilah.” Darmi tersenyum.

Ellen mengambil segenggam keripik kentang dari dalam plastik, berjalan keluar dapur.

Darmi melihat Ellen keluar, mengernyit, kelakuannya membuat orang menggelengkan kepala, berbalik, melanjutkan memasukkan bahan makanan ke dalam kulkas.

……

Setelah Ellen keluar, Rosa memikirkan tidak akan melepaskan Ellen.

Saat ini juga Ellen menyadari untuk yang pertama kalinya, Rosa banyak bicara.

Menarik dia mengobrol sepanjang sore, dan lagi, tidak ada yang menarik.

Dari awal kira dia akan menunggu seseorang pulang, tapi tidak di sangka, sewaktu sudah jam 5.30 sore, Rosa mengusulkan untuk pulang.

Ellen sangat lega.

Mengantar Rosa keluar.

Sebelum naik ke mobil, Rosa memegang tangan Ellen, “Ellen, sekarang kamu juga sudah libur, kalau ada waktu datang bermain ke rumah Bibi Rosa, emm?”

Hah!

Ellen benar-benar akan melihat Rosa dengan pandangan lain!

Kenal sudah bertahun-tahun, ini pertama kalinya dia mengundangnya bermain ke rumah dia!

Apakah dia hari ini kesini untuk mengetes seberapa kuat detak jantungnya?

Hati Ellen berpikir demikian, tapi ekspresi wajahnya tidak berubah, tersenyum, “Baik.”

“Kalau begitu janji ya?” Rosa berkata dengan senang.

“... ... Emm.” Ellen berjanji di mulut saja, tapi dalam hatinya sangat mengerti, dia tidak mungkin akan pergi!

Rosa saat itu baru mau melepaskan tangan Ellen, naik ke mobil, setelah memasang sabuk pengaman, lalu melambaikan tangan dengan ramah kepada Ellen, baru mulai meninggalkan vila.

Ellen melihat mobilnya menjauh, sampai ekor mobilnya sudah tidak terlihat lagi, membuka mulutnya, menguap besar-besar, sepanjang sore ini sangat bertahan sampai membuat dia merasa tidak nyaman!

……

Tidak sampai 20 menit Rosa meninggalkan vila, William kembali.

William mengganti sepatu di teras, melepaskan jaket dan sarung tangan memberikan ke Darmi.

Berjalan sampai ke ruang tamu, melihat Ellen berbaring di atas sofa degan posisi memutar, tangannya memegang buku.

William mengernyit, maju ke depan, menggunakan kaki menyenggol betis Ellen, “Siapa yang mengajarimu duduk seperti itu?”

Ellen menurunkan bukunya, mengeluarkan mata yang berenergi dan besar melihat William, mulut yang bersembunyi di bawah buku bergumam beberapa kata, dengan patuh mengubah gaya duduk menjadi lurus.

Darmi menggantung baju William di gantungan baju, tertawa kepada William dan berkata,”Tuan, Nona sudah menahan satu sore penuh, kamu biarkan saja dia bebas.”

Menahan sepanjang sore?

William bingung, dengan penasaran menoleh melihat Darmi.

Darmi berkata,” Tadi sore Nona Rosa datang, menarik Nona mengobrol di sofa sepanjang hari, air pun tidak minum.”

“Kenapa dia datang?” William terdiam, penasaran melihat Ellen.

Mata Ellen yang masih berada dibukunya, tidak melihat William, suara terdengar tidak natural,” Masih bisa kenapa? Untuk mengungkapkan kekhawatiran calon bibi terhadap calon keponakan.”

Calon Bibi ... ...

Darmi, “... ...”

William,”... ...”

Darmi menahan mulutnya, mau tertawa atau tidak, dengan pandangan tidak berdaya melihat Ellen, menggelengkan kepala, berjalan ke arah dapur.

William mengernyit, “Omong kosong.”

Ellet mengerucutkan mulut.

Wajah William menjadi serius, seperti sangat tidak senang Ellen menyebut Rosa sebagai “ Calon bibi”, dengan wajah tidak senang dan bibir tipis, menatap dia dengan penasaran.

Ellen pura-pura tidak tahu dia sedang melihatnya, melanjutkan menghayati membaca buku.

Pandangan William menjadi serius, mengambil buku Ellen dari tangannya, membuangnya ke sofa di depan.

Ellen melihat bukunya di lempar, pipinya menggembung, menatap dia dengan marah, “Aku menemani calon istrimu mengobrol sepanjang sore, dengan tidak mudah baru ada waktu membaca buku, kamu juga mau urus?”

William menatap waja Ellen yang emosi, wajah tampannya yang serius tiba-tiba menjadi lembut, menahan bibir melengkung, matanya memandang Ellen dengan tersenyum.

Ellen, “... ...” merasa dirinya tidak sadar karena di tatap begitu, wajah kecilnya gemetar.

“Apa kamu cemburu?” William berkata sambil menaikkan alis.

“Aku tidak!” Ellen menjawab dengan cepat ! dan sangat keras!

Dia begini, malah membuat mulut William membuka lebih lebar, melihat pandangan mata Ellen meyakinkannya kalau Ellen sedang cemburu!

Ellen sangat marah, mengepalkan tinjunya dengan erat menatap dia dan berbicara, “Kalau tidak tahu jangan asal bicara!”

“Ha. “Saat ini, William langsung mengeluarkan suara tawa.

Tawa yang merdu, enak di dengar.

Wajah Ellen memanas, telinganya memerah, seperti bisa terbakar dengan sedikit sentuhan.

Ellen membuka matanya lebar-lebar menatap wajah tertawa Willian, masih ingin membantah, tapi, sangat menyukai ekspresi tertawa gembira dia saat ini.

Dan juga, suara tawa dia sangat enak di dengar!

Ellen ragu beberapa detik, menggigit giginya, tidak lagi membantah, cemberut dengan bibirnya yang merah, dengan enggan menyeringai kepada pria yang tidak berhenti tertawa itu.

William butuh beberapa saat untuk bisa menahan suara sexy yang keluar dari tenggorokannya, bibir tipisnya makin melebar, kedua mata memandang Ellen.

Wajah Ellen yang memerah seperti delima yang sudah matang, di tatap lagi oleh dia sehingga membuat jantungnya berdetak tidak karuan, berkata dengan suara kecil, “tertawa terus, tiadak mengerti apa yang lucu.”

Sebenarnya William sudah tidak tertawa lagi, tapi saat kata-kata Ellen keluar, tidak tahu kenapa membuat dia senang lagi, dia pun mengeluarkan suara tawa rendah.

Ellen, “... ...” Paman ketiga dia apakah sudah di buka titik tertawanya? Emm, pasti begitu!

Novel Terkait

Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu