Hanya Kamu Hidupku - Bab 46 Katakan, Apakah Paman Ketiga Mengganggumu?

William menatap wajah Ellen yang terlihat kusut, hatinya merasa sangat tidak tega, menundukkan tubuhnya mengecup pelan keningnya, lalu membuka selimut dan turun dari ranjang.

“Paman ketiga…..” Ellen mencengkram tangannya, tatapannya terlihat khawatir.

William menundukkan tubuhnya dan mengecup bibirnya lagi, matanya yang dingin menatapnya dengan yakin, “Percaya pada Paman Ketiga.”

Ellen menatapnya, tetap ada rasa cemas yang tergantung dimatanya, namun tangan yang menggenggamnya perlahan melonggar.

William mengelus kepalanya, berbalik lalu pergi ke ruang ganti.

Ketika keluar, dia mengenakan kemeja hitam dan celana hitam, tubuhnya yang tinggi tegap, wajahnya yang tampan dan menawan.

Sekarang Ellen sedang duduk di ranjang, memeluk lutut dan menatapnya.

William menatap Ellen dengan dalam, lalu berbalik berjalan keluar kamar.

Begitu pintu kamar tertutup.

Ellen segera menarik nafas.

Turun dari ranjang, berjalan dengan langkah terhuyung ke kamar mandi.

Dia harus mencari kegiatan untuk dirinya, atau dia akan terus merasa tidak tenang.

……

Ellen mandi dan keramas di kamar, sudah berganti pakaian, namun tetap tidak ada suara apapun di lantai bawah.

Ellen merasa kalau tidak ada suara mungkin hal yang baik, namun ia juga takut itu merupakan keheningan sebelum badai tiba.

Akhirnya, dua jam yang pendek ini sudah hampir membuatnya hampir gila karena tekanan.

Tokk…tokk…

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.

Tubuh Ellen yang sedang terduduk di atas ranjang langsung tegak karena tegang, matanya yang besar membelalak menatap pintu kamar.

“Nona, anda sudah bangun?”

Ellen menelan ludah, “Ada apa Bibi Darmi?”

“Tuan besar dan nyonya berencana pulang ke rumah utama, tuan besar mau bertemu dengan anda, jadi aku datang untuk melihat anda sudah bangun atau belum.” Bibi Darmi berkata.

Ellen tercengang.

Jadi, kondisi sekarang adalah……

“Nona, saya boleh masuk?” Bibi Darmi berkata.

“……”

Wajah Ellen menjadi panas, matanya terlihat tidak berdaya.

Setelah apa yang terjadi semalam, dia masih belum siap harus bagaimana berhadapannya.

Ctakk…

Tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbuka dari luar.

Wajah kecil Ellen tiba-tiba menjadi tegang, ia menggigit bibir, melihat Darmi membuka pintu dan muncul dari celah pintunya.

Darmi menutup pintu kamar, lalu berbalik dan melihat kearah Ellen .

Ketika melihat wajah Ellen yang tegang dan pucat, dan kedua matanya yang agak bengkak, dalam hati Darmi menghela.

“Nona, anda tenang saja.” Darmi berkata.

“…..” Ellen bingung.

Darmi berjalan menghampiri, berdiri didepan Ellen , mengangkat tangan dan memegang kepalanya, ketika ia menyentuh kepala Ellen terhenti dan ragu, lalu menurunkan tangannya.

Ellen bisa merasakan tangannya memegang kepalanya dengan lembut, rasa bingung dimatanya menjadi semakin dalam, mengangkat kepala sambil menatapnya dengan dalam, dan bergumam, “Bibi Darmi.”

“Hm.” Darmi menjawab sambil tersenyum, menatap mata Ellen dengan lembut dan hangat, “Nona, sejak kamu masuk kedalam keluarga ini, aku juga ikut anda dan tuan tinggal disini, sekali tinggal sampai 10 tahun lebih. Meskipun anda dan tuan adalah majikan saya, aku hanya seorang pembantu yang rendah, namun dalam hatiku, tanpa sadar aku sudah menganggap anda sebagai keluarga saya sendiri, bahkan putri sendiri.”

Mata Ellen tiba-tiba menjadi merah, suaranya menjadi serak, “Bibi Darmi, kamu jangan berkata begitu, dalam hatiku, aku selalu menganggapmu sebagai orang tuaku yang harus kuhormati.”

Ketika William mengadopsi Ellen , dia hanya seorang pemuda yang baru berusia 17 tahun, seorang tuan muda ketiga yang manja dan terbiasa dilayani orang, mana bisa menjaga orang lain.

Karena Hansen menyadari hal ini, maka ia meminta Darmi untuk datang menjaga Ellen .

Jadi sejak usianya 5 tahun, semua keperluan dan kebutuhan Ellen diurus sepenuhnya oleh Darmi.

Dan Darmi juga menjaganya dengan sangat baik, sama sekali tidak terlihat mengeluh atau kewalahan.

Sebenarnya kalau megabaikan Darmi yang bukan ibu kandungnya, semua yang ia lakukan untuknya, juga perhatian yang ia berikan, sudah seperti seorang ibu yang menjaga dan mengurus putrinya dengan sepenuh hati.

Dan dihati Ellen ia juga sudah menganggap Darmi sebagai keluarganya sendiri.

“Aku tahu. Nona dan tuan sangat baik padaku, baik sampai terkadang aku merasa kalau inilah keluarga dan rumahku sendiri.” Darmi berkata sambil menghela.

“Bibi Darmi…….”

“Kebaikan tuan padamu, aku bisa melihatnya. Sebenarnya, kalau anda kelak bersamanya, pasti akan sangat bahagia.” Tiba-tiba Darmi berkata.

“…..” Ellen kembali menjadi tegang, wajahnya sangat merah, kedua matanya menatap Darmi dengan wajah tidak tahu harus bagaimana.

Darmi mengerti kenapa Ellen bisa seperti ini.

Bagaimana pun usianya yang sekarang baru 18 tahun, menghadapi perubahan yang seperti ini, tidak mungkin bisa tenang, dalam hatinya pasti akan merasa begitu ketakutan dan panik.

Begitu ada angin yang berhembus, hatinya akan menjadi semakin panik, seolah langit akan runtuh!

membayangkan ini, Darmi hanya tersenyum, lalu berkata pada Ellen, “Dulu merasa tuan baik padamu sampai berlebihan, setelah tahu sekarang…… rasanya semua masuk akal. Nona, kalau kelak anda bersama dengan tuan, hal yang harus kalian hadapi tidak akan sedikit, jadi, anda karus kuat dan tegar.”

Dia bersama dengan Paman ketiga….

Tidak tidak.

Dia sama sekali tidak pernah berpikir demikian!

bibi Darmi pasti salah paham.

Ellen segera menggenggam tangan Darmi, ia menjelaskan dengan panik, “Bibi Darmi, aku tidak pernah berpikiran untuk bersama dengan Paman ketiga, Paman ketiga adalah orang tuaku, kami bagaimana mungkin bersama?”

Darmi tetap tersenyum, “Anda dan tuan kan tidak ada hubungan darah, apanya yang tidak bisa bersama. Apalagi, Paman ketiga itu hanya sebuah panggilan. Yang aku tahu ada juga anak muda yang memanggil kekasihnya dengan sebutan daddy.”

“……..” Ellen tercengang, menatap Darmi dengan wajah sangat terkejut.

Bibi Darmi, apa yang anda tahu apa tidak terlalu banyak ya?

Dan juga, untuk orang seusia mereka, cara pikir mereka pasti masih kuno dan tertutup.

Tidak menyangka, begitu mereka mengikuti jaman, bisa membuat orang terkejut sampai kacamata saja ikut terjatuh.

Yang pasti, dia tidak mungkin memanggil pacar sendiri dengan sebutan….. daddy!

Ini sungguh menjijikkan!

……

Ketika Ellen dan Darmi turun kebawah, pikirannya agak kacau, ia sungguh dibuat bingung dan terkejut oleh ucapan Darmi.

Dan juga, kalau melihat sikap Darmi, ia pasti mengira cinta dirinya dan Paman ketiga sudah berlabuh, sehingga berhubungan gelap di dapur.

“Ellen.”

Begitu melihat Ellen turun dari lantai atas, Hansen langsung melambai padanya, memberi isyarat padanya untuk menghampirinya.

Begitu Ellen mendengar suara Hansen, ia langsung mengangkat kepala menatap Hansen.

Melihat wajah Hansen yang cerah dan hangat, sudut alis Ellen mengangkat, tiba-tiba ada rasa bersalah dalam hatinya.

Kakek buyut begitu baik padanya, namun dia malah dengan paman ketiga…….

Ada perasaan berat yang terlintas di matanya yang jernih.

“Ellen.” Hansen melihat Ellen yang tiba-tiba terhenti, memanggil namanya dengan nada bicara yang agak heran.

William agak menundukkan wajahnya, namun ia segera mengangkat wajahnya, lalu melihat kearah Ellen dengan hangat dan lembut.

Ellen mengetatkan bibirnya, melewati William dan berjalan dengan cepat kearah Hansen lalu duduk disampingnya.

“Kakek buyut.” Ellen merangkul lengannya, memanggilnya dengan begitu manis.

Hansen tersenyum dengan begitu senang, mengulurkan tangan dan mengelus lembut kepalanya, ketika menarik kembali tangannya, tiba-tiba melihat mata Ellen yang terlihat agak bengkak, tatapannya langsung berubah menjadi serius, “Bocah ini ya, kenapa matamu? Menangis? Siapa yang mengganggumu?”

Ketika semua orang mendengar Hansen mengatakan tentang ‘mata’, langsung reflek melihat kearah Ellen.

Ellen merasa tidak leluasa, langsung berkata dengan lirih pada Hansen, “Kakek buyut, tidak ada yang menggangguku.”

“Kalau tidak diganggu kenapa menangis? Mata kamu sampai bengkak karena menangis!” Hansen berkata dengan tegas, lalu melihat kearah William dengan kesal, “Apakah kamu?”

William hanya menatap Ellen tanpa bersuara.

“Anak kurang ajar, aku sedang bertanya padamu!” alis Hansen langsung menjadi tegak karena memelototi William.

Anak ini ketika kecil lumayan lucu, kenapa setelah besar malah semakin menyebalkan!

Sepanjang hari hanya berekspresi datar dan tegas seperti itu, apakah ia segitu berkelasnya?

Sungguh membuat orang yang melihatnya sebal, semakin melihat semakin malas!

Ellen melirik kearah William, melihat wajahnya datar tidak berekspresi, tanpa sadar menjadi kagum dengan kemampuan mengendalikan dirinya.

“Ayah, William bagaimana pada Ellen, anda kan juga tahu sendiri? Kalau dia tega mengganggunya baru aneh! Jangan menyalahkan William tanpa paham situasiya.” Louis berkata dengan kesal.

“Ellen, katakan, ada apa?” Gerald bertanya pada Ellen dengan alis mengkerut dan menatapnya dengan begitu tegas.

“Untuk apa kamu segalak itu, kamu lihat diluar dan didalam, selain dia siapa lagi yang berani mengganggu Ellen kita. Aku tidak tahu situasi, aku rasa kalian yang tidak tahu anak kalian barang yang seperti apa!” Hansen berkata.

Barang?

Bisa-bisanya dia berkata demikian pada cucunya sendiri!

bahkan dihadapan dia, ibu kandungnya!

Louis kesal sampai hampir muntah darah!

“Pa, William itu cucu anda, bukan barang apa…..tidak, salah. William itu, dia……”

Sepertinya sebuah barang juga tidak benar…….

Louis tiba-tiba tersangkut disana.

Bibir Hansen bergetar, jelas-jelas ingin tertawa, dan dia memang tertawa sambil menunjuk William, “Kamu dengar tidak, ibumu bilang kamu bukan barang apa-apa.”

Louis, “…..”

William mengangkat alis, diam-diam melirik Ellen yang menahan tawa, sudut bibirnya mengangkat, sambil menghela ringan, “Ellen, katakan, apakah paman ketiga mengganggumu?”

Ellen langsung tercengang.

Ia hanya menatap William, ketika tatapannya melihat kedalam matanya yang begitu dalam dan tidak berdasar, daun telinganya seketika terasa panas.

Dia menatapnya seperti ini, membuatnya tanpa sadar teringat dengan kejadia tadi malam di dapur, ketika ia menciuminya dengan begitu panas.

Nafas Ellen seketika menjadi begitu sesak, wajahnya merah padam, bulu matanya yang panjang bergetar, lalu mengalihkan pandangan dengan panik.

Begitu William melihat ini, senyumnya menjadi semakin lebar, kedua matanya yang memandangi Ellen menjadi semakin dalam.

“Ellen, kenapa wajahmu menjadi merah?” Hansen memperhatikan wajah Ellen yang berubah merah, ia sangat terkejut.

Tadi masih tidak begini, kenapa dalam waktu seketika langsung menjadi begini merah?

William menatapnya seperti itu, lalu Hansen mengatakan kalau wajahnya merah.

Wajah Ellen seketika menjadi semakin merah, Hansen seolah bisa melihat ada asap yang membumbung dari wajah gaids kecil ini.

Hansen menatap Ellen dengan bingung sesaat, mengulurkan tangan, lalu memegang keningnya, “Apakah kamu flu?”

Ellen menunduk, merasa dirinya sudah tidak ada muka menghadapi mereka.

Suaranya juga menjadi semakin kecil, “Tidak kakek buyut. Aku hanya, hanya agak kepanasan.”

Panas?

Panaskah?

Hansen melihat kearah Louis dan Gerald.

Louis dan Gerald juga terlihat kebingungan.

Ini musim dingin, suhu dalam ruangan juga tidak tinggi, mana panas?

Merasakan tatapan Hansen, Louis, dan Gerald yang terpusat pada dirinya, Ellen merasa kepalanya seperti kram, merasa canggung maksimal!

William melihat Ellen merasa sangat tersudutkan.

Kalau mereka menatap gadis ini seperti ini terus, gadis ini dijamin akan kabur sebentar lagi.

Lalu ia berkata dengan datar sambil tersenyum.

Novel Terkait

Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu