Hanya Kamu Hidupku - Bab 615 Tidak Pernah Dilupakan, Cinta Mendalam Yang Tidak Berubah

Setelah jam empat sore, Snow membawa supir pergi beli sayur.

Baru saja keluar bersama supir, tapi tidak disangka malah melihat Tanjing yang berdiri di pinggir jalan.

Snow sangat senang dan terkejut, tanpa memikirkannya, langsung menerobos ke sana, seketika kelupaan, bahkan langsung memeluk Tanjing, “Idolaku, ini sungguh kamu!”

Tanjing, “……” Tubuh agak kaku ke belakang, menatap Snow bagai bertemu hantu.

Kedua mata Snow bersinar bagaikan cahaya bintang, wajah kecil tersipu, mulut kecil menyeringai tinggi karena senang.

Tanjing sedikit menarik nafas, menjauhkan Snow.

Tanjing menyingkirkan Snow, baru merasa canggung dan menyadari apa yang telah dilakukannya barusan.

Menjilat bibir bawah, kedua tangan mengosok di roknya, wajah tersipu malu sambil melihat Tanjing, "Terlalu senang bertemu dengan idola, tidak bisa mengendalikan diri."

Tanjing mengatupkan bibir, mundur selangkah ke belakang, sepertinya takut Snow tidak bisa mengendalikan diri akan maju ke depan lagi.

Sedikit mengerutkan kening memperhatikan dia dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu melihat-lihat gedung yang ada di belakangnya, "Kenapa kamu berada di sini?"

Snow mengedipkan mata, dengan patuh mengatakan, “Mamaku bekerja sebagai pembantu di rumah tuan Nulu, tetapi mamaku sedang sakit, jadi hari ini aku yang gantikan mamaku ke sini memasak untuk tuan Nulu dan lainnya.”

Snow begitu jujur mengatakan padanya bahwa ibunya adalah pembantu keluarga Nulu, sebaliknya malah membuat Tanjing merasa agak terkejut, spontan menatap kedua mata Snow itu.

Tanjing sedikit menggerakkan sudut bibirnya, memalingkan wajah secara tidak wajar, “Aku hanya asal jalan-jalan.”

“Benarkah?”

Snow meletakkan kedua tangannya ke belakang, sambil tersenyum berjalan mendekati Tanjing, menatap matanya.

Tanjing mengangkat kelopak matanya, mendadak ujung telinganya terasa memerah, berdehem lalu mengatakan, “Kamu mau pergi ke mana?”

“Beli sayur, sudah harus masak makan malam.” Snow menunjuk mobil yang ada di pinggir jalan.

Tanjing menatap mobil itu selama beberapa detik, tiba-tiba mengatakan, “Aku pergi bersamamu saja.”

Ah?

Snow terkejut sekali, merasa tidak bisa percaya sambil melihat Tanjing.

Tanjing tidak melihatnya lagi, melangkah cepat ke dalam mobil.

“Idolaku pergi membeli sayur bersamaku?”

Snow merasa senang juga merasa tidak berani percaya sambil menutup mulut kecilnya dengan tangan, membalikkan kepala dengan mata berkedip untuk melihat Tanjing, “Apakah aku sedang beruntung?”

……

Sekitar jam lima sore, Pani menggendong Lian turun dari lantai atas bersama Siera, berencana membawa Lian keluar untuk jalan-jalan santai di taman.

Baru saja turun ke lantai bawah, langsung mendengar suara percakapan dari dalam dapur.

Pani dan Siera sedikit tertegun, melihat satu sama lain.

“Siapa yang datang?”Siera merasa ragu.

“Aku akan pergi melihat.” Pani menyerahkan si kecil pada Siera, berjalan ke arah dapur.

“Idolaku, kamu jangan membuat masalah, kamu bahkan tidak bisa mencuci sayur, masih ingin memegang sendok masak, lebih baik jangan……aduh, kumohon padamu, kamu seperti ini sangat memengaruhi kinerjaku. Itu harus dibuang bijinya dulu baru dipotong, tidak boleh dipotong langsung, aduh, aku sudah hampir menangis……”

“Kenapa kamu meremehkan orang? Apakah pertama kali kamu sudah bisa langsung melakukan semua ini?”

“Aduh……kamu berbaik hatilah, lepaskanlah mereka, jika kamu menghancurkan mereka, aku harus keluar untuk membelinya lagi……”

“Kamu!”

Tanjing merasa malu dan menjatuhkan sayurnya, begitu membalikkan kepala langsung melihat Pani yang tercengang berdiri di depan pintu dapur.

Selanjutnya, Tanjing juga sama dengan Pani, tercengang.

“Kamu lihat kamu, kalau tidak bisa jangan melakukannya, masih marah lagi. Sudahlah, aku ajarin kamu saja……ah……”

Snow merasa tidak berdaya membujuk Tanjing, tidak menyangka begitu dia berbalik langsung melihat Pani, terkejut hingga bergumam.

Kemudian tiga orang saling memandangi.

……

Ruang tamu.

Tanjing duduk tegak di sofa, dikelilingi suasana canggung yang ada disekitar.

Pani dan Siera duduk di satu sisi, melihat Tanjing seketika tidak bisa berkata apa-apa.

“.……dia cantik sekali.” Tanjing mengatupkan bibir, sambil melihat Lian , berkata pada Pani.

Pani juga melihat Lian sejenak, mengangguk, “Terima kasih.”

Tanjing, “……”

Pani menurunkan kelopak matta, diam-diam mengulurkan tangan untuk memegang satu tangan mungil si kecil.

Si kecil menatapnya dengan tatapan ceria, detik berikutnya, bersemangat dan menendang kaki sambil berteriak yiyi yaya.

Pani secara naluriah mengulurkan tangan untuk meraih wajah kecilnya, mengelus sambil mengatakan, “Si kecil, apa yang kamu tertawakan? Hmm? Apakah suka mama memegang wajah kecilmu?”

“Ya ya ya……” Seketika Lian melihat Pani, merasa senang sekali.

Wajah Pani penuh kelembutan, tidak bisa menahan diri mengulurkan tangan untuk menggendong si kecil ke dalam pelukannya.

Tanjing menatap Pani dengan seksama.

Pada saat ini setiap kontur wajahnya penuh kelembutan, dia menggendong anak duduk di sana, seolah-olah terdapat lingkaran cahaya, tindakannya satu gerakan satu tatapan, membuat orang merasa tergerak.

Mungkin hanya sebagai seorang ibu baru bisa membuat seorang wanita memiliki perubahan dan keajaiban seperti ini.

Meskipun Siera juga penuh kelembutan melihat Pani dan Lian , tapi tatapan juga terbagi sebagian untuk melirik Tanjing.

Tatapan Tanjing melihat Pani terkejut dan fokus.

Tatapan seperti ini, tidak mirip seperti sedang melihat teman biasa.

Siera teringat dengan gambaran mengenai Pani saat berada di pameran lukisannya, dalam hati semakin merasa tidak baik.

Jangan-jangan Tanjing ini menyukai wanita ya?

Memikirkan hal ini, wajah Siera terus menerus berkedut, merasa terkejut dengan pemikirannya sendiri, juga merasa waspada terhadap niat Tanjing pada Pani.

Sepasang mata Siera bergerak dengan cepat, langsung melihat ke arah Tanjing.

Alis Tanjing sedikit terangkat, selanjutnya langsung mengalihkan pandangan dari Pani.

Kedua tangan yang diletakkan di atas lutut perlahan digenggam, menarik nafas dan bergegas melihat Pani sambil mengatakan, “Aku selalu ingin mencari sebuah kesempatan untuk minta maaf padamu, telah terjadi masalah itu di pameran lukisanku, hampir saja mencelakai kamu dan anak, serta kakak Nulu. Aku sangat bersalah padamu.”

“Masalah ini tidak ada hubungannya denganmu.” Pani melihat Tanjing, “ Pataya ingin berurusanku, pasti akan mencari kesempatan. Tidak di pameran lukisanmu, juga akan ada tempat lain. Sebaliknya aku yang merasa tidak enak hati, telah merusak pameran lukisanmu, membuat jerih payahmu sia-sia.”

Pani berkata jujur, tetapi itu juga tepat seperti apa yang dikatakan Samoa Nulu pada Tanjing.

Dalam hati Tanjing merasa tertekan sekali, tersenyum pahit, “Aku benar-benar tidak pernah bertemu dengan orang sebodoh dirimu.”

Siera mengangkat alisnya dengan pelan.

Pani merasa tidak masalah sambil mengerucutkan bibir, “ Pataya bukanlah orang yang kamu undang secara khusus ke pameran lukisan untuk membunuhku, juga bukan karena kamu baru membahayakanku, aku ingin menyalahkanmu juga tidak bisa, aku orang yang terlalu masuk akal. Kalau tidak sungguh akan menyalahkanmu.”

Tanjing menundukkan kepala, senyumannya agak getir, “Aku sudah mengerti.”

Pani menatapnya dengan penuh keraguan.

“Aku sudah mengerti kenapa kakak Nulu tidak bisa melupakanmu, cinta yang tidak pernah berubah. Karena kamu baik hati, jujur, berani, murah hati. Karena kamu pantas!” Tanjing berkata.

“.……” Selain Ellen, ini pertama kalinya dia dipuji oleh seorang wanita, mendengarnya membuat orang merasa malu.

Pani terlihat frustasi, “Meskipun aku merasa diriku adalah orang biasa, tetapi dipuji olehmu hingga begitu berbeda, aku tetap merasa cukup senang, terima kasih ya.”

"Kamu tidak biasa." Siera berkata sambil tersenyum.

Pani menjulurkan lidah pada Siera.

Tanjing melihat sisi ceria dan nakal Pani, sedikit tertegun, tatapan semakin lurus.

Siera mengangkat alis lalu berdehem mengatakan, "Tanjing, sudah mau malam, tinggal untuk makan malam saja."

kedengarannya Siera menahan Tanjing untuk makan malam bersama.

Tapi yang terdengar dalam telinga Tanjing, kenapa kedengarannya seperti: Sudah hampir malam, kamu juga sudah seharusnya pulang.

Tanjing melihat Siera.

Siera tersenyum menyipit.

Melihatnya, seketika teringat dengan wajah tersenyun Samoa Nulu, merasa angin sejuk bertiup di punggung, segera mengatakan, "Tidak perlu, nanti malam aku sudah buat janji dengan teman untuk makan di Pavilion Terang Bulan, terima kasih atas undanganmu, lain kali saja.”

"Sudah janjian sama teman? Sungguh tidak kebetulan sekali." Siera pura-pura merasa sangat disayangkan.

Tanjing melengkungkan sudut bibirnya.

Kemudian, Tanjing duduk tidak sampai lima menit, langsung berdiri dan pamitan.

Bagaimana pun Pani adalah tuan rumah, berdiri dan mengantar tamu adalah kode etik paling dasar.

Tentu saja, Siera juga tidak mungkin berpikiran sempit sampai merasa khawatir Pani pergi mengantarnya.

Oleh karena iitu.

Pani mengantar Tanjing keluar.

Berjalan ke depan tangga, Tanjing berhenti, sambil melihat Pani mengatakan, “Apakah kita masih teman?”

Pani menatap Tanjing, tatapan sangat bersih tapi pada saat bersamaan juga sangat tajam, tersenyum, “Kita bertemanan, Linsan tidak akan keberatan bukan?”

Raut wajah Tanjing sedikit berubah, selanjutnya langsung muncul perasaan rumit dalam matanya, membuat Pani sedikit menaikan kelopak matanya, “Tanjing, aku memiliki prinsip sendiri dalam berteman. Dan poin pertama untuk menjadi temanku adalah kepercayaan. Terhadap temanku, aku pasti harus mempercayainya, Tanjing, apakah aku bisa mempercayaimu?”

Tanjing menggenggam erat kedua tangannya, “Aku tidak pernah berpikir untuk menyakitimu……”

“Ya.” Pani mengangguk, tetap menatap lurus ke Tanjing,“Aku tahu kamu tidak pernah berpikir untuk menyakitiku, tapi ini tidak terlalu berhubungan dengan aku percaya padamu atau tidak. Tanjing, sifatmu cukup mirip denganku, aku pikir kamu bisa memahami sebagian pemikiranku. Kita adalah orang yang ketat dalam masalah prinsip!”

Wajah Tanjing tegang, kedua mata dipenuhi kesabaran, “Pani, apakah kamu keberatan dengan sikapku sebelumnya padamu?”

“Tentu saja bukan.” Pani menggeleng sambil tersenyum, “Aku hanya punya satu pertanyaan. Dan pertanyaan ini sudah melayang lama di dalam benakku. Aku pikir, seharusnya kamu membantuku menjawabnya.”

“……apa?” Tanjing melihatnya.

Pani menghilangkan senyuman di sudut bibirnya, “Mengapa tiba-tiba mengubah sikapmu padaku?”

Pupil mata Tanjing sedikit membesar, menatap Pani.

Pani maju selangkah ke arahnya, menatapnya erat-erat, suara juga ditekan agak rendah, “Pada waktu itu kamu sangat membenciku karena Linsan, kamu melakukan pengorbanan besar demi Linsan, aku bisa memahaminya. Tapi aku tidak mengerti, Linsan tidak beruntung, dia keguguran anaknya karena aku, selain itu seumur hidup tidak bisa hamil lagi karena hal itu.”

“Dalam situasi seperti itu, bukankah seharusnya kamu lebih membenciku dan merasa jijik padaku? Tetapi kamu bukan hanya tidak berbuat begitu, sebaliknya malah membantuku. Malam pada saat nenekku meninggal, kamu mengantarku ke rumah sakit. Tengah malam aku meninggalkan Kota Tong, kamu lagi yang tiba-tiba muncul dan mengantarku ke rumah sakit. Dan sekarang, kamu mengatakan ingin berteman denganku. Tanjing, apakah kamu bisa memberitahuku kenapa?”

Seluruh tubuh Tanjing kaku, tidak berani menatap lurus mata Pani.

Ujung jari kedua tangan dicekik ke telapak tangan, Tanjing dengan sulit menggerakkan tenggorokannya, suara yang keluar juga serak sekali, “Karena, karena aku tidak bisa menutup mataku dalam situasi membutuhkan bantuan seperti itu. Karena aku melihat tampangmu yang sedih atas kematian orang yang kamu cintai, bagiku itu sangat mengejutkan dan menyentuh hatiku, jadi, jadi aku tidak bisa mengendalikan diri sendiri, ingin, ingin berteman denganmu.”

“He, ternyata seperti ini ya……” Pani mulai tertawa, tertawa dengan wajah polos, “Aku masih berpikir kamu sudah melihat Linsan dan Pataya menfitnahku bahwa aku yang mendorongnya sehingga menyebabkan dia keguguran, melihat aku difitnah sehingga kamu merasa tidak tega.”

“……”

Novel Terkait

Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
3 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu