Hanya Kamu Hidupku - Bab 283 Bangun Pagi Saja Sudah Begitu Menempel

Ucapan Hansen, membuat Vania teringat ada suatu hal, hatinya tiba-tiba terasa terangkat, wajahnya juga langsung menjadi pucat.

“ Vania, kamu tahu jelas, apa yang membuatmu masih bisa berada di Kota ini!” Hansen berkata.

Vania menarik nafas, bangkit dari sofa dengan segera, berjalan kehadapan Hansen dan berlutu disana, kedua tangannya diletakkan diatas lututnya, mengangkat wajahnya yang pucat menghadap Hansen, “ Aku tahu ini karena kakek tidak tega pada Vania, tidak tega melihat Vania seorang diri diluar negri, sehingga……..”

“ Kamu salah.”

Meskipun Hansen tidak menepis tangan Vania dari kakinya, naun ia menundukkan pandangannya menatap matanya yang sudah berkaca, “ Kalau bukan karena ayahmu kambuh, memohonku dengan memelas, selama aku Hansen masih hidup didunia ini, kamu jangan harap bisa menginjakkan kakimu dikota ini!”

mata Vania langsung memerah, “ Kakek, masalah ini sudah berlalu 4 tahun lamanya, apakah kamu masih memebenciku?”

Wajah tua Hansen yang sudah dipenuhi keriput terlihat begitu sedih, “ Apa gunanya membencimu? Dengan membencimu apakah Ellen bisa kembali? Vania, selamanya jangan pernah lupa, kematian Ellen perbuatanmu seorang! Sekarang setiap hari dalam hidupmu adalah untuk menebus dosamu!”

“ Ketika itu aku sungguh digelapkan oleh ibles, aku…….”

“ Ini semua tidak ada gunanya kamu katakan padaku!” Hansen mendorong tangan Vania, “ Vania, kamu sebenarnya tidak berhak hidup dengan nikmat! Setiap kenyamanan dan kenikmatan yang sedang kamu jalani sekarang, semuanya ditukar oleh ayahmu dengan memikul semua dosamu!”

vania langsung berlutut dihadapan Hansen, kedua tangannya memeluk kakinya, berkata sambil menangis, “ Kakek, Ellen sudah meninggal, namun aku masih hidup. Aku baru cucu kandungmu. Apakah kamu tega melihatku hidup dalam ketakutan setiap hari, setiap hari hanya murung?”

“ Paling tidak kamu masih hidup.” Hansen menendang tangan Vania dengan dingin, berdiri dari sofa, menatap wajah Vania yang berlinang airmata dari ketinggian, “ Ketika kamu memiliki pemikiran untuk membunuh Ellen, kamu sudah kehilangan hak untuk dikasihani. Dan aku masih hidup, yang bsia aku lakukan demi Ellen adalah mengingatkanmu ketika kamu hampir lupa kalau kamulah pembunuh yang membuatnya meninggal dengan tragis. Vania, aku ingin kamu mengingat ini disetiap menit dan detik kehidupanmu.”

“ Kamu terlalu kejam padaku!” Vania terduduk di karpet sambil menatap Hansen dengan tatapan nanar.

Tangan Hansen menggenggam tongkat dengan erat, kedua bibirnya mengetat sampai menjadi sebuah garis lurus, menundukkan kepalanya memandang Vania dengan lurus.

Kalau dia sungguh tidak memperdulikan hubungan kakek dan cucu, benar-benar kejam padanya.

Ketika itu ia tidak akan menutupinya dari William, dan menanggung semuanya seorang diri.

Sejak kejadian itu.

Sudah 4 tahun, dan William tidak pernah melangkahkan kakinya ke rumah ini meskipun satu langkah.

Beberapa tahun ini pertemuan mereka sangat jarang, bahkan satu tangan cukup untuk menghitungnya.

Beberapa tahun ini.

William melalui hari dengan tidak baik, setiap hari Hansen jugahanya berlalu dengan begitu saja.

Dibandingkan dengan penderitaan William.

Rasa sakit dan bersalah Hansen, seolah tidak sebanding dengan apa yang William rasakan!

sekarang Hansen berusia hampir 90 tahun.

Bagaimana mungkin dia tidak paham orang yang sudah meninggal tidak akan kembali.

Kalau saja Vania bisa mengkoreksi diri dan menyesal.

Meskipun ia tidak bisa melakukan sampai titik memaafkan, namun tidak perlu sampai mengingatkannya masalah ini setiap saat, mengingatkan bagaimana kematian Ellen.

Namun apa yang Vania lakukan beberapa tahun ini, semua membuatnya kecewa dan kecewa.

Membuatnya semakin menyesal karena sempat melunak padanya ketika itu, dan merasa semakin bersalah pada William dan Ellen.

Memang, dia tidak bisa melihat Vania hidup senang, meskipun hanya tersenyum dihadapannya.

Sehingga dia setiap saat mengingatkannya tentang kejadian dikala itu, untuk membuatnya tidak lupa kalau kematian Ellen sepenuhnya kesalahannya.

Vania melalui setiap harinya dengan perasaan yang penuh ketakutan, sangat hati-hati, bahkan semakin lama semakin tidak ingin kembali ke rumah ini, hanya karena takut Hansen yang selalu mengingatkan hal ini.

Bahkan karena hal itu, Vania sampai tidak berani muncul dihadapan William.

Dan kenyataannya, mungkin di keluarga Dilsen ini sudah tidak ada satu orang pun yang memiliki kejiwaan yang normal lagi!

Hansen naik ke lantai atas.

Vania tetap terduduk dilantai ruang tamu, hanya pandangan yan tadinya kosong dan penuh ketakutan, perlahan berubah dingin bagaikan hutan yang angker.

Karena dirinya.

Tapi Ellen sudah meninggal ya sudah.

Atas dasar apa seorang yang sudah meninggal mau mengontrol orang yang masih hidup!

vania mengangkat kepalanya, menatap kamar Hansen yang berada di lantai dua.

Dasar tua Bangka!

kamu bisa mengingatkanku 3 tahun 5 tahun 10 tahun, tapi kamu tidak akan bisa mengingatkanku seumur hidup.

Setelah kamu mati, maka kartu yang berada ditanganmu juga akan ikut musnah, ketika itu, aku Vania tidak akan takut pada apapun lagi!

Aku Vania tetap bisa hidup dengan megah!

……

Malam ini, entah karena hatinya terus memikirkan tentang Pani dan Sumi, Ellen tidak bisa tidur dengan nyenyak.

Dan begitu baru mulai terlelap, langsung mengalami mimpi buruk.

Pagi harinya, Ellen baru merasa mengantuk lagi, begitu baru terlelap, mimpi buruknya kembali terulang.

Membuat Ellen membuka matanya dengan begitu terkejut, lalu terduduk di atas ranjang, wajahnya dipenuhi oleh keringat, rambut di kedua sisi wajahnya basah oleh keringat.

Dari kamar mandi terdengar suara air.

Ellen mengalihkan matanya yang penuh ketakutan kearah kamar mandi, ketika pandangannya melihat tubuh tinggi tegap yang berada dibalik pintu kamar mandi berbahan kaca yang dibuat blur, Ellen langsung menyibak selimutnya, melompat turun dari ranjang dan berlari dengan cepat kearah kamar mandi.

Ketika pintu kamar mandi dibuka, William hanya mengenakan celana rumah berwarna hitam, memperlihatkan sebagian tubuhnya yang begitu kekar dan berotot, sedang berdiri didepan wetafel mencukur kumisnya.

Ketika melihat gadis yang datang dari balik cermin, alisnya hanya terangkat sejenak, lalu lanjut mencukur kumisnya.

Ellen menatap lekuk punggungnya yang begitu sempurna, wajahnya langsung menjadi panas, berjalan ke belakangnya lalu memeluknya dari belakang.

William mengulurkan satu tangannya kebelakang untuk mengelus kepalanya, suaranya rendah dan serak, “ Baru bangun saja sudah begitu menempel.”

Wajah Ellen ditempelka di wajahnya, kedua tangannya yang melingkar di pinggangnya, bisa merasakan setiap otot perut yang ada di perutnya naik turun perlahan mengikuti nafasnya.

William baru mencukur kumisnya setengah, mendengar suara Ellen yang lembut dan lirih di belakangnya, “ Paman Ketiga, aku bermimpi buruk.”

Gerakan William langsung terhenti, berkata dengan pelan, “ Mimpi apa?”

Ellen hanya mengkerutkan alis tidak mengatakan apapun.

William menunggu sesaat, tidak mendapat jawaban Ellen, segera mempercepat gerakan mencukurnya.

Tidak sampai satu menit, William sudah menggunakan handuk untuk mengelap dagu juga sekitarnya, lalu meletakkan handuk disamping, melepaskan kedua tangan Ellen, dan berbalik.

Ellen berjinjit merangkul lehernya.

Apa daya William terlalu tinggi, Ellen mengangkat wajahnya sampai memerah, namun hanya berhasil menyentuh leher William dengan terpaksa.

William tersenyum, “ Ketika kecil memberimu begitu banyak makanan yang bisa meningkatkan tinggi badan, kenapa kamu tidak terlihat tumbuh tinggi sama sekali.”

Meskipun berkata demikian, William tetap merangkul pinggang Ellen dan mengangkatnya, membiarkannya bertumpu pada telapak kakinya.

Ellen berhasil merangkul lehernya sesuai keinginannya, dan wajahnya juga merah dengan sukses, “ Aku sudah 166, untuk ukuran wanita tidak termasuk pendek. Kan tidak mungkin tumbuh setinggi kamu?”

William sedikit menundukkan wajahnya, matanya yang hitam menatap Ellen, berkata dengan lembut, “ Mimpi apa?”

Membicarakan mimpi buruk yang Ellen alami, alis Ellen langsung mengkerut, matanya berkaca-kaca menatap William, “ Aku bermimpi tubuhmu dipenuhi oleh darah.”

Malam ini Ellen bermimpi banyak mimpi buruk.

Dan dalam setiap akhir mimpinya, selalu diakhiri oleh William yang muncul dihadapannya dengan berdarah-darah.

Ellen merasa sangat gundah, tubuh kecilnya menempel semakin erat pada William, wajahnya yang agak dingin menempel di dada kiri William, mendengarkan suara detak jantungnya yang begitu kuat dan stabil, dengan demikian rasa takutnya baru bisa perlahan berkurang.

“ Bodoh.” William mengecup ringan rambutnya, “ Mimpi hanya mimpi, tidak bisa dianggap nyata.”

Ellen hanya bisa memancungkakn bibirnya.

William mengangkat wajahnya, bibir tipisnya mengecup pelan keningnya, perlahan turun ke hidungnya yang mancung, ia berhenti sejenak lalu langsung turun kebawah, mengecup bibirnya yang hangat, lalu berkata dengan lembut dibibirnya, “ Tenang saja, aku akan baik-baik saja.”

Ellen baru bisa tersenyum sekarang.

……

Setelah selesai sarapan, William meninggalkan villa untuk berangkat ke kantor.

Tino dan Nino pergi ke kamar atas untuk bermain.

Sementara Ellen mengeluarkan ponsel untuk menelepon Pani.

Begitu telepon tersambung, Pani langsung mengangkatnya.

Ellen sampai terkejut dan menegakkan punggungnya, “ Pani.”

“ Kenapa suaramu terdengar begitu terkejut?” suara Pani yang terdengar dari balik ponsel tetap terdengar sedikit serak.

“ Aku terkejutkah?” Ellen mengelak.

Yang membuatnya sedikit canggung adalah ‘kebohongan’ semalam.

“ Mohon perhatian, penumpang pesawat XXX menuju Kota Yu …….”

Disaat ini, terdengar suara bagian informasi yang lembut.

Ellen langsung panik, “ Pani….”

“ Ellen, aku sudah harus take off. Nanti setelah aku tiba di Kota Yu, aku akan menghubungimu.”

Tanpa menunggu Ellen menyelesaikan perkataannya, Pani langsung memotong.

“ Pani…..”

Tuutttt….. Tuuuttt…. Tuutttt…………

Ellen masih ingin mengatakan sesuatu, namun Pani sudah memutus sambungan teleponnya.

Ellen segera menelepon kembali dengan panik.

“ Maaf, nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif…….”

Ellen langsung mengkerutkan alisnya dengan ketat.

Kenapa bisa jadi begini?

apakah semalam Pani tidak pergi mencari Paman Sumi?

tapi meskipun tidak pergi mencari Paman Sumi, dia sengaja datang untuk menemui dirinya, mereka berdua baru bersama sebentar, dia sudah kembali ke Kota Yu dengan begitu terburu-buru, bahkan sama sekali tidak memberitahunya terlebih dahulu.

Ada yang tidak beres bukan?

ellen menggenggam erat ponsel, menurunkan ponselnya, lalu mencari nomor Sumi dan meneleponnya.

Kurang lebih beberapa detik kemudian telepon diangkat.

“ Ellen.”

Bagaimana bisa… wanita yang mengangkat?

“ Ellen, aku adalah Kak Linsan. Paman Sumi-mu semalam minum terlalu banyak, sangat rusuh, sekarang baru tertidur. Ada apa?” Linsan berkata dengan lembut, namun tetap ada nada lelah yang sulit untuk ditutupi.

“ …….”

Membuat hati Ellen seketika membeku.

Kalau sampai semalam Pani bergegas menyusul kesana, lalu melihat pemandangan Paman Sumi sedang bersama dengan Kak Linsan………..

Ellen memejamkan mata, hatinya bergejolak.

“ Ellen?”

“ ….. aku tidak apa.”

Setelah Ellen mengatakannya, langsung mematikan telepon.

Dia tahu dirinya mematikan telepon tanpa mengatakan apapun seperti ini sangat tidak sopan, namun dirinya yang sekarang sama sekali tidak perduli apapun lagi.

Asalkan dia membayangkan Pani mungkin melihat Sumi yang sedang bersama dengan Kak Linsan semalam saja, hatinya sudah terasa begitu sesak!

awalnya ia mengira Sumi tulus terhadap Pani, dan Pani juga mencintai Sumi dengan begitu dalam, kalau memanfaatkan kesempatan kali ini menyatukan mereka, maka Pani sudah tidak perlu merantau diluar dan bisa pulang.

Namun siapa yang menyangka hasilnya akan menjadi seperti ini!

mungkin saja Sumi benar-benar mencintai Pani, namun diantara mereka ada Linsan yang mengganjal.

Sumia pernah begitu menyukai Linsan, perasaan selama 10 tahun lebih sama sekali tidak main-main.

Jangan heran Pani membenci hubungan yang seperti ini, wanita manapun juga tidak akan suka! Tidak akan tahan!

Novel Terkait

Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu