Hanya Kamu Hidupku - Bab 419 Aku Tau Bahwa Kamu Peduli Padaku

Ellen awalnya mengira setelah pertemuannya tadi dengan Vima, setidaknya dalam waktu dekat, mereka tidak akan bertemu lagi.

Tanpa diduga, Ellen yang baru saja terbangun dari tidur siangnya yang tidak nyenyak itu, bertemu lagi dengan Vima.

Ditambah lagi, Vima terlihat sangat panik dan ketakutan.

Ellen berdiri di lantai dua, melihat Vima yang duduk di sofa dengan tangan terlipat di depan mulutnya, raut wajahnya berantakan dan ketakutan, dari matanya terpancar keraguan.

Ellen berdiri di lantai dua sampai Vima tanpa sengaja mendongak dan melihatnya.

Vima langsung duduk tegak di sofa, matanya yang berkaca-kaca saat itu langsung meneteskan air mata.

Ellen sedikit mengernyit, dan berjalan menuruni tangga.

Vima menatap lurus ke arah Ellen dari sorot matanya, dia terlihat sangat sedih dan membutuhkan seseorang.

Dan pada saat ini, dia sangat membutuhkan Ellen.

Sesampainya di bawah, Ellen berjalan ke sofa, dan berdiri menghadap Vima yang berada di sisi lain meja panjang.

Ellen menatap dalam diam ke wajah muram Vima , suaranya sangat lembut, "Ada apa?"

“Huhu..."

Vima tersedu-sedu, berdiri, berjalan beberapa langkah ke depan Ellen, dan memeluknya.

Ellen terkejut, menatap Vima.

“Mumu sudah mati, aku tidak bisa menyelamatkannya,” Vima terisak.

Ellen mengerutkan kening, "Mati?"

"... Ya, ini ulah Venus. Venus membunuh Mumu untuk membalas dendam padaku, dia membunuh Mumu hidup-hidup." Suara tangisan Vima makin keras.

Hati kecil Ellen bergidik kemudian dia berkata, "Venus membunuh Mumu?”

Seluruh tubuh Vima bergetar hebat. Mungkin dia masih terkejut atas perilaku gila Venus. "Setelah aku pulang dari rumahmu, aku tidak dapat menemukannya dimana pun.Aku pun mengira dia berada di kamar Venus. Jadi, aku pun berniat bertanya ke Venus tentang keberadaan Mumu, tetapi tidak perduli seberapa pun aku memanggilnya, Venus tidak menjawabku, hanya terdengar suara aneh dari dalam kamarnya.Saat itu aku mulai curiga. Hanya saja aku tidak mengira suara aneh itu adalah suara Venus yang sedang memukuli Mumu…. Aku langsung membuka pintu dan melihatnya sedang memukuli Mumu.Bagaimana dia dapat melakukan hal seperti ini? Kenapa dia sangat kejam terhadapku….”

Ellen melihat Vima, saat itu, dia melihat ada noda darah yang telah menghitam di baju Vima.

Dari mata Ellen pun terpancar rasa iba.

Sebenarnya, saat Vima mendekatinya, dia sudah mecium aroma darah yang kuat.

Ellen memutar bola matanya, pelan-pelan dia menarik nafas dan bertanya, “Bukankah kamu sangat baik dengan Venus? Kenapa dia ingin membalas dendam padamu?

Vima tertegun, hanya menangis dan tidak berbicara.

Mata Ellen menyipit, menatap Vima, "Karena aku?"

"Uhuhu..."

Vima mengerutkan bibirnya, menangis lebih sedih lagi.

Ellen menarik napas, dan tatapan matanya dingin. "Dia menyalahkan kematian ayah dan saudara kandungnya padamu, hanya untuk membalas dendam, dia membunuh Mumu tepat di depan matamu?”

Orang yang benar-benar aneh adalah Venus dan bukan Vima.

Vima hanyalah kantung tinju dan ember untuk dia melampiaskan semua emosinya!

Karena orang yang benar-benar dia benci, yang benar-benar dia salahkan, adalah orang itu.

Tetapi Venus tidak bisa melakukan apa-apa terhadap mereka.

Dan orang yang berada tepat di depan matanya, adalah satu-satunya orang yang memiliki hubungan darah dengannya.

Maka dari itu.

Vima menajdi pilihan terbaik untuk membalas dendam!

Ellen menggertakkan giginya.

Zaenab dan Damar Chen baru saja mati karenanya beberapa hari lalu. Dia, Venus, bukannya bertobat, malah tidak tahan untuk melakukan kejahatan lain lagi!

Ellen menatap Vima, yang masih menangis di tubuhnya.

Matanya menjadi dingin dan menyipit: Ah, Venus, Venus. Saat ini, kamu hanya melampiaskannya pada Vima. Nanti, apa kamu akan mulai menargetkan aku dan orang lain disekitarku?

Setelah semua yang terjadi, Ellen sudah tidak bisa menahan diri, lihat saja!

Siapa yang tahu, saat dia sedang merencanakan segalanya, akan ada lagi berapa korban lainnya yang harus menggantikan Venus menanggung kesalahannya?

Jadi kali ini.

Dia tidak akan bersabar, juga tidak mau menunggu lagi!

Dia menetapkan pikirannya.

Ellen menarik napas dalam-dalam dan memandang Vima, "Bagaimana dengan Mumu?"

Vima tersentak dan masih menangis.

Ellen mengerutkan alisnya.

Dia tidak lagi bertanya, dan walaupun dia tidak memeluk Vima kembali.

Tapi dia juga tidak mendorongnya menjauh.

Darmi berdiri di kejauhan, melihat dalam diam, dan tidak berani menghampiri mereka.

Ellen melirik ke arah Darmi, "Tolong bantu aku buatkan satu cangkir teh lagi."

“Baiklah.” Darmi mengiyakan, berbalik dan dengan cepat berjalan menuju dapur.

Ellen menunduk melihat Vima, “Duduklah dan bicara”

Setelah itu, Ellen mengangkat dan meletakkan tangannya di bahu Vima, dan menuntunnya ke sofa.

Ellen menatap Vima yang menangis dengan kepala tertunduk, mengulurkan tangan dan mengambil tisu dari meja dan menyerahkannya padanya.

Vima mengambilnya, meniup hidungnya dengan keras, memegang tisu itu erat-erat di tangannya, mengangkat matanya yang bengkak dan memandang Ellen dengan sedih, "Aku tidak berani melihat keadaan Mumu yang seperti itu,Jadi aku percayakan Mumu pada rumah sakit hewan untuk mengurusnya.”

“Apa rencanamu selanjutnya?” Ellenbertanya dengan pelan.

Vima makin sedih, sambil menangis dia berkata,

“Aku tidak tahu”

Ellen mengerutkan bibirnya, "Bagaimana dengan Tuan Rinoa? Apakah kamu tidak menghubunginya?"

Air mata Vima jatuh, "... Aku telah menelponnya, dia sedang tampil, tidak bisa pulang. Dan lagi, setelah pertunjukkan ini, dia dan kru harus segera berangkat ke luar kota. Aku takut dia baru bisa pulang setelahnya”

Ellen tidak ingin menyangkal, setelah mendengar sampai sini, dia sedikit merasa frustasi.

Suara yang keluar dari bibirnya juga terdengar dingin, “Apa dia bahkan tidak bisa meluangkan waktunya untuk menemuimu sejenak?”

Vima dengan air mata di matanya menatap Ellen, dari sepasang mata itu terlihat kekecewaan dan kesepiannya, tetapi dia berkata “Dia sibuk dengan kerjaannya, aku mengerti.”

Baiklah.

Ellen tertawa sinis, memalingkan wajahnya sedikit ke samping dan berhenti berbicara.

Vima dengan hati-hati menatap Ellen yang tiba-tiba dingin, dan berkata dengan suarayang sangat pelan, "Ellen, terima kasih."

Ellen mengerutkan kening.

“... Aku tahu bahwa kamu peduli padaku, menyayangiku” kata Vima, dengan suara tersedu.

Mengarnya berbicara seperti itu.

Hati Ellen terasa sesak, raut wajahnya semakin dingin.

Melihatnya seperti ini, Vima mengepalkan tangannya tanpa daya, tidak tahu harus berkata apa.

Pada saat ini.

Darmi melangkah menuju mereka dengan teh yang sudah diseduh, meletakannya di meja depan Vima.

Sebelum berbalik dan berjalan pergi, dia menatap Ellen dan Vima bergantian.

Ellen melihat sosok belakang Darmi yang berjalan menjauh, memejamkan matanya sebentar, kemudian mengambil cangkir dan meniup uap panas teh, menyodorkannya ke Vima sambil berkata, ”Minumlah dulu teh ini untuk menenangkan dirimu.”

Vima meminum teh dan terbatuk sedikit.

Ellen menunduk, bibirnya membentuk garis tipis dengan canggung dia berkata, "Venus membalaskan dendam padamu karena dia membenciku, dipikir-pikir, akulah yang melukaimu, melukai… Mumu.”

Air mata Vima bergulir jatuh dengan lembutdia menggelengkan kepalanya, "Dia sangat paranoid. Aku seharusnya dari awal menyadari bahwa dia sedang menahan semua emosinya, dan emosi yang tidak dikeluarkan itu akan menjadi hal yang gawat.Disaat begini, aku tidak seharusnya meninggalkan dia sendiri di rumah. Jika saja aku hari ini berada di rumah, dia mungkin tidak akan melakukan hal-hal kejam terhadap Mumu. Semua ini salahku, salahku.”

Ellen setelah mendengar ini langsung menoleh ke Vima, "Yang dilakukan oleh Venus hari ini, Apakah bisa dibenarkan hanya dengan alasan dia paranoid atau depresi?Aku pernah bertemu banyak orang yang paranoid, tetapi tidak satupun dari mereka yang melampiaskannya pada seekor binatang yang tidak bersalah!”

Vima tertegun, menatap Ellen.

Mata Ellen terlihat sangat dingin.

"Ellen, se, sebenarnya, saat Venus tidak paranoid, dia baik sekali… Kali ini, karena ayah dan saudara perempuannya meninggal dunia secara bersamaan, Hatinya sangat tertekan, dan juga sangat menderita. Mungkin karena itulah dia tidak bisa mengendalikan dirinya dan melakukan hal-hal itu terhadap Mumu. Aku, aku pikir, dia pasti sudah menyesali perbuatannya sekarang.”

Vima sudah melihat bahwa Ellen sedang marah, tapi dia tetap saja melindungi dan berusaha membersihkan nama Venus.

Ellen menyeringai, menatap Vima dengan tatapan marah, “Dibawah situasi dimana Venus baru saja melukai Mumu, bagaimana kamu masih bisa membela dan melindungi Venus? Apa kamu tidak merasa bersalah pada Mumu?”

Ellen benar-benar marah.

Dia tidak menyangkal bahwa sebagian besar hal ini terjadi adalah karena Venus ditoleransi dan dilindungi tanpa batas oleh Vima!

Vima terkejut dan buru-buru meraih tangan Ellen dengan cemas, "Ellen, kamu, jangan marah, jangan marah. Ini salahku, aku seharusnya tidak mengatakan itu. Kamu, kumohon jangan marah."

Ellen memejamkan matanya dan mengepalkan jari-jarinya, "Apa yang kamu takutkan? Takut kami terus 'salah paham' terhadap Venus, dan terus menunjuknya sebagai pelaku yang menyebabkan Vania Dilsen sampai saat ini masih terbaring di rumah sakit? Jika benar itu yang kamu takutkan, seharusnya kamu tidak usah kesini menemuiku!”

“Ellen, jangan seperti itu, bisakah kamu jangan berpikir seperti itu?” Vima yang melihat ekspresi dingin Ellen, tidak dapat menahan tangisannya.

Ellen juga jelas merasakan emosi dalam dirinya mulai memuncak.

Dia membuka mulutnya dengan menarik napas dalam-dalam beberapa kali.

Setelah merasa emosinya mereda,Ellen menggunakan kesabaran yang tersisa, menatap Vima, berkata dengan nada tenang “Kamu sampai datang kesini untuk menemuiku, Apa maumu?”

Vima menatap Ellen.

Dia datang, tentu saja untuk mendapatkan ketenangan, dia tidak ingin merasa gelisah lagi.”

Melihat ini, Ellen tidak lagi menatapnya dengan dingin, ia berhenti dan menarik tangannya dari tangan Vima, berkata “Aku akan memberitahu Darmi untuk menyiapkan kamar tamu untuk kamu beristirahat. Setelah itu, tentukanlah pilihanmu, pulang untuk menemuimu putri baikmu itu, atau tetap tinggal disini sampai suamimu kembali.”

Setelah Ellen menyelesaikan ucapannya, dia berdiri dari sofa, dan berkata kepada Darmi yang berada agak jauh “Darmi, tolong, ya.”

Darmi mengangguk pada Ellen dari kejauhan.

Setelah itu,

Ellen berjalan meninggalkan sofa dan berjalan menuju lantai dua.

Vima memperhatikan Ellen naik ke atas tanpa melihat balik, kesedihan yang teramat-sangat pun tersirat di matanya.

...

Setelah Ellen naik ke atas, dia langsung pergi ke ruang belajar.

Awalnya dia mengira akan ada yang berada di ruang belajar, tidak tahunya, tidak ada siapapun didalam.

Ellen terkejut.

Dia masih berada di ruang kerja ketika Ellen pergi untuk tidur siang ... Kapan dia pergi?

Novel Terkait

Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu