Hanya Kamu Hidupku - Bab 185 Latar Belakang William Yang Dalam Dan Mengerikan

Bintang matanya memerah, tiba-tiba mengcengkram kedua bahu Ellen, dengan kuat mendekapnya didalam pelukan dan memeluknya dengan sekuat tenaga.

Ellen hatinya tidak nyaman, secara spontan mengelak, tetapi bagaimanapun dia berusaha, tubuhnya justru didekap lebih erat.

"Bintang, apa yang kamu lakukan !" Ellen panik, suaranya yang terbata-bata.

"Ellen, Ellen... " Bintang menempelkan wajahnya ke leher Ellen, nafasnya berat, suasana hati sangat emosional.

Nafasnya dihembuskan ke lehernya. Ellen hanya merasa merinding.

"Bintang, cepat lepaskan aku !"

Ellen kepalanya terasa kaku, sembari berusaha mengelak dengan terengah-engah.

"Kamu jangan bergerak Ellen, aku tidak akan melakukan apapun."

Suara Bintang terdengar putus asa, dengan perlahan mengangkat wajahnya dari lehernya, menggunakan kedua matanya yang merah melihat raut wajah Ellen yang merah karena mengelak dan merasa gugup.

"Bintang, aku tidak ingin membencimu, tolong segera lepaskan tanganmu !" suara Ellen yang tegang, tetapi tegas dan serius.

Bintang dengan berat menutupi matanya, wajahnya yang rupawan sekarang yang tersisa hanya wajah yang kusut karena sakit hati.

Dia perlahan melepaskan Ellen, tubuhnya yang tinggi merasa terpukul dan mundur 2 langkah ke belakang, pandangan terasa gelap, sakit hati melihat Ellen ketika dia melepaskan tangannya, dengan cepat mundur ke belakang,

Meskipun dia tahu selama ini, hanya dia yang mencintainya tapi sebaliknya tidak.

Tetapi ketika dia tahu bahwa mereka adalah saudara sepupu, saat berhadapan dengannya sikap Ellen berubah menjadi dingin dan acuh tak acuh, tetap saja masih menyakitkan.

Bintang mengepalkan kedua tangannya, mata yang merah melihat Ellen.

Ellen mundur dan berdiri menjaga jarak yang aman dengan Bintang, setelah itu dengan pelan menghembuskan nafas dan melihat Bintang.

Awalnya dia emosi.

tetapi ketika melihat wajahnya yang penuh dengan sakit hati, kalimat emosi Ellen yang tertahan di tenggorokannya, tetap juga tidak dapat berkata apapun, sampai akhir, Ellen menggenggam kedua tangan, lalu hanya berkata, "pulanglah, para orangtua akan khawatir."

Setelah berkata, Ellen berpaling, tidak lagi melihat Bintang, membalikkan badan menuju arah villa.

"Ellen, kamu bisa menjawab 1 pertanyaanku ?"

Suara Bintang yang serak dari belakang.

Ellen terdiam sejenak, terus melangkah ke depan.

Meskipun dia tidak memakinya, tetapi bukan berarti kelakuan tadi dia tidak emosi.

Suara jejak kaki dari belakang mendekati.

Ellen menahan nafas, genggaman kedua tangan nya lebih erat lagi,

Beberapa detik kemudian, Ellen ditahan oleh Bintang, terpaksa berhenti berjalan.

Wajah Ellen semakin masam, di bawah cahaya matahari terbenam lebih menggambarkan kedua matanya, adanya rasa emosi.

Dikarenakan rasa emosi ini, membuat kedua matanya lebih bercahaya.

Tenggorokan Bintang terasa pahit, sedih dan merasa bersalah melihat Ellen. "Aku minta maaf karena kelakuanku yang buruk, Maaf."

Ellen mengerutkan alis mata, menggigit bibirnya yang merahmuda dan lembab, tanpa bersuara.

"Ellen, aku hanya ingin bertanya 1 pertanyaan, setelah itu aku akan melepaskanmu pergi." Bintang berkata.

Ellen menatapnya.

Maksudnya, jika dia tidak menjawabnya, dia tidak akan melepaskannya pergi ?!

Bintang menahan nafas, "kamu boleh berpikir begitu juga."

Ellen, "..." dia seharusnya senang dengan kejujurannya, atau emosi ?

"Kamu ada mencintaiku tidak?" Bintang dengan dalam melihat Ellen, garis suaranya membuat dia berkata setiap kata terdengar lebih serak, "Meskipun sedikit, hanya sedikit saja."

"Tidak ada!"

Ellen dengan tegas berkata.

Wajah Bintang yang tampan langsung berubah pucat.

Ellen tanpa ragu, langsung menjawab pertanyaannya, serupa pisau yang tajam, menusuk hatinya yang dalam.

Ellen sedikit menutupi matanya, tanpa melihat wajah Bintang yang pucat dan sakit, intonasi suara yang datar, "kalau tidak ada masalah lain, aku pulang duluan."

Ellen langsung berjalan melewati Bintang, sama dengan ketika dia menolaknya lurus dan bersih, tanpa meninggalkan perasaan apapun dan pergi.

Tertinggal sendirian Bintang, serupa batu yang keras berdiri di tempat. sekitarnya yang panas, serupa membeku menjadi es.

Ini adalah kehidupan Bintang selama 18 tahun. pertama kali merasakan sakit hati yang dalam, seperti nafas, juga terasa sakit.

.....

Ellen di pertengahan jalan, tiba-tiba berhenti, melihat berdiri tidak jauh di depan, bayangan di bawah cahaya.

"Ellen."

Suara sedikit gelisah berbunyi dari perempuan didepan.

Ellen menyipitkan mata, lalu melanjutkan melangkah kedepan.

Udah dekat, Ellen melihat jelas wajah perempuan, ada sedikit pucat.

"Ellen, Bintang dimana?" kedua tangan Venus menggenggam erat di depan perutnya, matanya berkaca-kaca melihat Ellen.

"Di belakang." Ellen berkata.

Venus mengangguk kepala, "kamu masuk dulu, aku pergi mencarinya."

"ehm."

Ellen menjawabnya. berjalan melewatinya.

"Ellen."

Venus memanggil Ellen lagi.

Langkah kaki Ellen terhenti, sedikit menoleh melihat Venus.

Venus menarik nafas, berjalan ke depan Ellen, melihat Ellen dan berkata, "Sebenarnya kata-kata ini bukan aku yang seharusnya memberi tahu, tetapi dikarenakan aku adalah kakakmu, aku berpikir tetap harus mengingatkanmu lagi. kamu dan Bintang sekarang adalah saudara sepupu, meskipun tidak ada hubungan darah, tetapi dua keluarga terikat jadi satu, ada beberapa hal yang tidak boleh dilanggar. Jadi, kamu dan Bintang mulai sekarang harus jaga jarak. kamu mengerti maksudku ?"

Ellen dengan sabar mendengar sampai habis omongan Venus, baru berkata, "Dulu aku dan Bintang adalah hubungan teman sekelas, dan sekarang adalah hubungan saudara sepupu, hanya begitu, Jadi Kak Venus boleh tidak perlu mengingatkanku lagi. aku mengerti."

"Baguslah kalau sudah mengerti." Wajah Venus yng pucat, menggenggam tangan Ellen, memaksa untuk membuka mulut dan berkata, "Kalau begitu kamu pulang dulu."

Ellen mengganggukkan kepala, menarik kembali tangan yang di genggam Venus, kepala tidak lagi menoleh ke belakang dan terus berjalan ke depan.

Venus berdiri di tempat, memandang Ellen berjalan jauh, dan mengerutkan alis mata, dengan cepat menuju arah Bintang berada.

....

Ellen kembali ke villa, di depan pintu berdiri sebentar, baru berjalan menuju ruang makan.

Tidak lama kemudian sampai di depan ruang makan, ada 1 tatapan yang tajam melihatnya.

Ellen berhenti sejenak, keningnya yang mengerut, langsung melihat ke arah situ.

Saat melihat wajah yang kenal dan rupawan, mulut Ellen sedikit membuka, sepasang mata besar tidak bisa berpaling ke arah lain selain wajahnya.

"Ellen, cepat duduk, tinggal tunggu kalian saja. ohya Bintang dan Venus kemana ? kalian bertiga bukannya bersama ?

Merkuri melihat Ellen, bertanya.

".... mereka, masih di belakang."

Ellen mendengar Merkuri berkata, dengan suara pelan menjawab, tetapi pandangan tetap belum meninggalkan wajahnya.

Merkuri mengganggukkan kepala, melihat Ellen masih berdiri didepan pintu, berkata sambil ketawa, "Kamu ini, kenapa bengong di depan pintu, cepat masuk."

"Oo."

Ellen dengan segan mengganggukkan kepala, Kedua kaki serupa robot berjalan, secara spontan menuju arah seseorang,

"Ellen."

Vima menaikkan nada suaranya dari arah lain.

Bulu mata Ellen gemetar, menghentikan langkahnya, sepasang mata perlahan-lahan dari William pergi, memandang menuju arah Vima.

Ekspresi Vima ada sedikit tertekan, bisa terlihat bahwa dia sedang menahan, "duduk sama mama saja."

Ellen mengerutkan alis mata, melihat arah William, pandangan sangat depresi.

William menyipitkan mata, sedikit mengangkat alismata kanan, dengan pelan menganggukkan kepalanya.

Ellen terasa berat hati, tetapi terpaksa membalikkan diri, berjalan menuju arah Vima.

"Duduk disini." Vima melihat kursi di sebelah kanan.

Pandangan Ellen melewati dari kursi sebelah kiri, Posisi disebelah kiri Vima, kebetulan didepan William.

Terakhir, Ellen tetap dengan manis duduk disebelah kanan Vima.

"Sekarang Ellen juga sudah duduk, kita tidak usah menunggu Venus dan Bintang lagi, mari makan."

Kata-kata ini bukan sebagai kepala keluarga Pluto yang berkata, tetapi Ahmad.

"Iya, Iya, tidak usah menunggu lagi. Sebentar lagi mereka pulang langsung duduk lalu makan saja. " Merkuri melihat William dan berkata.

William mengangkat samping bibirnya seolah-olah sedang senyum, sepasang mata yang dalam seperti laut nampaknya tidak melihat siapapun, tetapi kenyataannya menempel terus di tubuh Ellen tidak berpaling.

Ellen ada merasakan pandangannya, wajahnya dengan cepat memerah, dengan pelan memejamkan kelopak mata dan bulu matanya yang panjang.

Vima melihat wajah Ellen yang memerah, langsung mengerutkan alismata,

"Pak Dilsen, tidak pernah terpikir kamu bisa datang, mari bersulang Pak Dilsen, menandakan selamat datang."

Pluto mengangkat gelas anggur merahnya, dan melihat William dengan dalam.

Satu kata "Kamu", satu kata "Hormat".

Bagaikan menunjukkan pangkat mereka yang berbeda.

Kenyataan memang begitu.

Kalau bukan karena hubungan Ellen, Pluto mungkin dalam hidup ini tidak akan ada interaksi dengan William.

Bukan berarti pangkat Pluto rendah, tetapi mereka berdua justru bukan di kalangan yang sama.

Dan juga, latar belakang William sangat dalam dan mengerikan, seperti dia yang berdiri di posisi paling tinggi, hanya dengan menggerakkan jari tangan, dengan gampangnya bisa membuat 1 orang tidak bisa membalikkan badannya.

Jadi, Pluto secara spontan, terhadap William ada rasa hormat dan takut.

"Kamu tidak perlu begitu.” William mengangkat gelasnya, mengarahkan ke Pluto, setelah itu meletakkannya di bibir, sedikit mencicipinya, pandangan mengarah ke Ellen.

Ellen tidak berani melihatnya lagi.

Dikarenakan, tangan Vima menggenggamkan tangannya dengan erat.

"Presdir Dilsen sangat sibuk, waktu juga berharga, sebelumnya aku ada mengajak Presdir Dilsen beberapa kali, tetapi dikarenakan Presdir Dilsen sibuk makanya ditolak. Tidak pernah terpikir hari ini kebetulan bisa bersama Presdir Dilsen duduk bersama di satu meja makan. Ini adalah takdir. menggunakan kesempatan ini, mari bersulang Presdir Dilsen.”

Ahmad mengangkat gelas nya, tersenyum melihat William.

William seperti tidak mendengar kata-kata depannya mengangkat gelasnya lalu bersulang.

Sementara walikota kota Tong dipindah tugaskan, atasan tidak ada rencana untuk memilih walikota baru dari kota lain, tetapi rencananya memilih walikota baru yang berkuasa di tempat.

Dan sebagai seorang yang ada harapan untuk menduduki posisi walikota, Ahmad dalam waktu dekat ini sering berpergian.

Dia tidak tertarik melihat siapa yang menduduki posisi walikota.

Dengan kata lain, siapapun yang menduduki posisi walikota, tidak akan ada pengaruh terhadap William.

Jadi, buat apa dia harus menginjak air kotor ini.

Dikarenakan begitu, dia menolak ajakan Ahmad beberapa kali.

Tetapi, dia tidak pernah terpikir, bisa bertemu disini.

William menyipitkan matanya, dua jari tangan mengguncangkan gelas anggur merah, tidak meminumnya, lalu diletakkan.

Ahmad melihat begitu, hati mulai gelisah.

Novel Terkait

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu