Hanya Kamu Hidupku - Bab 115 Sedikit Kasih Sayang

Pada saat ini, sebuah pesan teks muncul di layar ponsel.

Ellen mengambil ponsel tersebut.

"Nona Nie, aku adalah bibinya Bintang "

bibi Bintang ?

Nomor pengirim pesan teks adalah nomor asing yang menelpon ke Ellen tadi.

Buat apa bibi Bintang menelpon Ellen? Ellen merasa ragu apakah mau menelpon kembali.

Sebelum Ellen memiliki keputusan, ponsel Ellen pun mulai berdering lagi.

Ellen melamun sejenak dan melihat ke ponsel layar.

bibi Bintang menelponnya.

Ellen menjilat bibirnya dan memutuskan untuk mengangkatnya saja.

"Salam kenal" Ellen berkata.

"Nona Nie, aku adalah bibi Bintang " Nada suara Vima sangat lembut dan ringan.

"aku tahu. kamu menelpon aku, apakah ada masalah ya?" Ellen bertanya dengan sopan.

"Kemarin di tempat pemakaman kita sudah janjian mau minum teh bareng. Kebetulan hari ini aku memiliki waktu, apakah Nona Nie bisa keluar har ini?" Vima langsung bertanya.

Melihat ke soal latihan yang menumpuk di atas meja, Ellen merasa agak ragu.

"Kamu tidak ada waktu ya?" Nada suara Vima menjadi agak rendah, sepertinya dia merasa kecewa.

"Ada!" Ellen juga tidak tahu dirinya kenapa, dia merasa tidak tega setelah mendengar nada suara Vima yang kecewa. Akhirnya Ellen setuju mau ketemu dengan Vima juga meskipun masih ada banyak soal yang harus dikerjakan.

"Bagus kalau begitu" Suara Vima terdengar cerah.

Sudut mulut Ellen terangkat dengan ringan, "Kita ketemuan dimana?"

Setelah hening beberapa saat, Vima bertanya, "Kamu lebih mudahnya kemana?"

".... aku bisa kemana saja. kamu tentuin saja" Ellen berkata.

"Shimao Mall sana ada sebuah restoran yang lumayan bagus, dekat dengan pantai, aku sering pergi ke sana minum teh. Mau pergi ke sana?"

"Boleh, aku tahu Shimao Mall dimana"

"Nama restoran itu adalah Lanyuan. Apakah kamu tahu?"

"Nanti setelah tiba di sana aku bertanya kepada petugas saja" Ellen tertawa.

Vima juga ikut tertawa, "Baik, telpon aku saja kalau tidak tahu, aku pergi menjemput kamu"

"Iya"

"Nona Nie, sampai jumpa nanti" Nada suara Vima berisi antisipasi.

"Sampai jumpa" Ellen berkata dentan senyuman.

Setelah telpon berakhir, Ellen pun pergi ke ruang pakaian untuk mengganti baju"

Semalam salju turun dengan deras, meskipun tadi siang sudah agak meleleh, kondisi luar tetap masih berwarna putih.

Ellen takut dingin.

Setelah memakai kaos penghangat, Ellen menambah sebuah kaos wol, kemudian sebuah gaun merah panjang, bagian kaki memakai celana penghangat beesmaa jaket panjang berwarna biru.

Baik.

Di cuaca yang dingin ini Ellen selalu merasa coat panjang sangat cantik, setiap musim dingin dia juga ada mencoba jangan memakai jaket panjang tetapi memakai coat, tetapi Ellen kalah setelah mencoba hanya satu kali, yang lebih menghangatkan tetap adalah jaket panjang.

Elleb menambah selendang warna susu kuning di lehernya, kemudian meninggalkan ruang pakaian dengan tas dan ponselnya.

Melihat penampilan Ellen, Darmi merasa agak kaget, "nona muda, sudah mau siang, kamu mau kemana?"

"aku.... Mau pergi minum teh bersama satu teman" Ellen berkata.

"Teman? Nona Pani ya?"

Teman Ellen tidak banyak, yang bisa dibilang teman baik juga hanya Pani satu.

Makanya Darmi langsung teringat kepada Pani saat Ellen berkata mau keluar bersama teman.

"Bukan" Ellen berkata.

Bukan?

Darmi menatap ke Ellen dengan tatapan meragu, "Bukak Nona Nie? Kalau begitu....."

"bibi Darmi, apakah paman ketiga ada pulang makan siang nanti?"

Sebelum Darmi selesai berkata, Ellen langsung memotong kata-katanya.

".... Tuan belum menelpon" Darmi melihat ke Ellen yang sudah sedang memakai sepatu.

"Oh, nanti kalau paman ketiga pulang makan dan bertanya tentang aku, kamu memberi tahu dia aku pergi mencari Pani saja"

Apa?

Darmi merasa agak kesusahan, "Nona muda, kamu tidak bermaksud mau memberi tahu tuan kamu mau keluar?"

"Kalau aku memberi tahu dia, aku tidak akan bisa keluar. Paman ketiga pasti akan mengupas semua sampai akar"

"kamu hanya perlu menjelaskan kepada tuan dengan jujur" Darmi berkata.

Berkata dengan jujur?

Bagaimana?

Berkata dia itu mau pergi minum teh bersama bibi Bintang ?

Ellen masih tidak ingin mati!

Ellen langsung menggelengkan kepalanya, "bibi Darmi, paman ketiga kalau bertanya, kamu menjelaskan kepadanya sesuai kata-kataku saja"

"...Baik" Darmi merasa tidak berdaya.

"Terima kasih bibi, aku pergi dulu ya" Ellen melambaikan tangannya kepada Darmi.

Darmi mengangguk, "Hati-hati di jalan"

"Tahu"

Pada saat itu, Ellen sudah berada di luar pintu, suaranya berdering dari arah luar rumah.

Darmi, "....." Ellen mau bertemu dengan siapa? Dia terlihat sangat tidak sabar.

......

Setelah supir mengantar Ellen ke Shimao Mall, Ellen pun menyuruh supir itu untuk pulang.

Awalnya Ellen mau bertanya kepada petugas restoran Lanyuan dimana, siapa tahu Ellen langsung melihat sebuah papan iklan besar yang mengiklan tentang Lanyuan beserta lokasi jelasnya.

Hal ini membuat Ellen berhasil tiba di restoran itu dengan mudah.

Setelah masuk ke dalam restoran, Ellen pun mulai mencari bayangan Vima.

Tetapi Ellen tidak melihat dia.

Setelah mencari satu putaran, Ellen pun berhenti, apakah Vima belum sampai?

"Nona Nie?" Suara wanita yang lembut berdering.

Ellen melihat ke arah suara berasal, Vima sedang melambai tangan kepadanya.

Ellen menjilat bibirnya dan menghampiri Vima, "aku mengira kamu belum sampai"

Vima tertawa dan memegang tangan Ellen, "Ikuti aku"

Ellen merada agak kaget dan terus menatap ke tangan Vima yang sedang memegang tangannya.

Vima adalah wanita yang sangat pandai merawat dirinya, kulitnya sangat bagus, bahkan lebih putih dan lembut dari banyak gadis, Ellen bahkan bisa merasakan kelembutan telapak tangannya.

Vima membawa Ellen ke salah satu ruangan di lantai 2.

Setelah masuk ke dalam, Ellen langsung mencium wangi laut.

Di luar jendela memiliki pemandangan laut dan rumput.

"Cepat duduk"

Vima melepaskan tangan Ellen dan menutup jendela, "Cuaca terlalu dingin, restoran ini berada di pinggiran pantai sehingga anginnya agak kuat, nanti kamu sampai kedinginan karena minum teh bersama aku"

"aku memakai pakaian tebal kok" Ellen mencari tempat dan duduk, kemudian meletakkan selendang dan tasnya di kursi yang berada di samping.

Vima berputar balik badannya dan menyalakan penghangat ruangan sebelum duduk di tempat seberang Ellen.

Setelah penghangat ruangan dinyalakan, Ellen pun sekalian melepaskan jaketnya.

"Mau minum apa?" Vima melihat tatapan Ellen dengan lembut.

"... Di sini cuman ada teh kan?" Ellen bertanya.

"Tentu saja tidak. Kamu baca menu minuman di depanmu" Ellen berkata dengan senyuman.

Ellen mengangguk dan mulai membaca menu, setelah itu dia menatap ke Vima, "aku mau segelas jus jeruk segar"

"Baik. Mau makan apa?" Tatapan Vima terhadap Ellen sangat lembut.

Sejujurnya, Ellen saja merasa agak malu.

"Sini ada jual makanan juga?" Ellen bertanya dengan bodoh.

Vima tertawa dan memberikan menu makanan yang dia pegang kepada Ellen, "Sebenarnya restoran ini tidak beda jauh dengan restoran biasa, hanya saja menu terkenal mereka adalah teh. Kamu coba lihat mau makan apa"

Ellen mengambil menu dan mulai membacanya.

Setelah membaca beberapa halaman, Ellen memesan udang dan ayam.

"Kamu suka makan udang?" Vima bertanya.

Ellen mengembalikan menu kepada Vima, "iya"

Vima meletakkan menu di atas meja, setelah membaca beberapa halaman dia baru berkata, "makanan kesukaan anakku waktu kecil adalah udang"

Ellen, "...."

Kemudian Vima membaca satu halaman lagi sebelum melihat ke Ellen dengan senyuman, "yang aku maksud bukan anak tiriku, tetapi anak kandungku"

"..... Iya ya?" Setiap kali mendengar Vima berkata tentang anaknya, Ellen merasa sangat aneh.

Vima tidak berkata apa lagi, dia menekan tombol dan meminta pelayan masuk kemudian mulai memesan makanan.

Setelah pelayan meninggalkan ruangan, Vima menyandar di kursi dan menatap ke Ellen, "Kalau anakku masih hidup, usia dia sekarang sama dengan kamu"

"....." Ellen merasa bingung.

Apa maksud "Kalau anakku masih hidup?"

Jangan-jangan....

Vima memejamkan matanya, eskpresinya terlihat sakit hati tetapi dia tetap mempertahankan senyumannya, "Aku sangat mencintai anakku, aku sangat kangen kepadanya"

Ellen tidak tahu harus berkata apa.

"Nona Nie, apakah aku bisa memanggil kamu dengan nama?" Vima bertanya.

"Bisa" Ellen sibuk menjawab.

"Ellen" Menatap ke wajah Ellen, Vima pun bersuara dengan perlahan.

Jantung Ellen terasa gemetaran, sebuah suara yang sama berdering di dalam telinganya dengan cepat.

Ellen, Ellen....

Ellen menarik nafas, bulu matanya yang tebal bergerak dengan panik.

"Ellen, kenapa?" Vima menatap ke Ellen dengan tatapan penuh perhatian.

"... Tidak, tidak ada" Ellen menghembus nafas dan memberikan senyuman kepadanya.

Vima merasa tidak tenang, "Benar-benar tidak apa?"

Ellen mengangguk.

Sampai pelayan mengantar makanan masuk, Vima tidak berkata apa-apa lagi.

"Sudah lapar kan, cepat makan"

Vima mengambil sumpit dan memberikan seekor udang kepada Ellen.

Melihat udang yang berada di piringnya, Ellen menjilat bibirnya dan menatap ke Vima, "Terima kasih"

Vima senyum dengan lembut.

Ellen mengedipkan matanya dan mengambil sumpit, mulai makan tanpa bersuara.

Vima menatap Ellen beberapa saat, setelah itu dia meletakkan sumpitnya dan memakai sarung tangan satu kali pakai, kemudian mulai mengupas udang.

Setelah mengupas, dia meletakkan udang tersebut di piring Ellen.

Ellen berhenti bergerak dan melihat ke Vima.

"Makan saja" Vima berkata dengan nada suara lembut, bahkan berisi sedikit kasih sayang.

Tenggorokan Ellen bergerak naik turun, "bibi Wen, kamu makan saja, jangan pedulikan aku"

Vima menggelengkan kepalanya dengan senyuman dan lanjut mengupas udang.

Semua udang yang siap dikupas muncul di piring Ellen.

Ellen melihat udang semakin menambah di piringnya.

"Ellen, cepat makan" Melihat Ellen tidak bergerak , Vima pun bersuara.

Tatapan Ellen memancarkan cahaya, dia mengangkat kepalanya secara perlahan dan menatap ke Vima.

Tatapan Vima sangat sunyi dan cantik, di dalam tatapannya memiliki kelembutan, waktu mengupas kulit, sudut mulutnya terangkat, seolah-olah mengupas udang adalah hal yang sangat membahagiakan bagi dia.

Ellen menjilat bibirnya dan berkata dengan suara kecil, "bibi Wen, apakah kamu menjadikan aku sebagai anak kamu?"

Setelah mendengar kata-kata Ellen, gerakan Vima mengupas udang pun langsung berhenti.

Ellen, "...."

Novel Terkait

Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu