Hanya Kamu Hidupku - Bab 117 Tidak Apa Paman Ketiga

Disebuah malam minggu, William tidak bisa tidur seorang diri, tengah malam ia menyelinap masuk kedalam kamar Ellen.

Demi menjaga stamina juga kesehatan emosionalnya, jam istirahat Ellen begitu teratur sekarang, setiap malam dia selalu tidur sebelum jam 11 malam.

Ketika William membuka pintu kamar Ellen dengan kunci cadangan, sudah subuh, sementara Ellen sudah berada dialam mimpi dan bermain catur dengan dewa mabuk mungkin.

Tirai jendela kamarnya tidak tertutup dengan rapat, masih tersisa jarang setengah tubuh orang dewasa, lampu kuning diluar jendela terpancar masuk, tepat mengenai ranjang nya yang berwarna merah muda.

Dari balik kelambunya yang agak transparent dan lembut, samar-samar terlihat tubuh yang sedang berbalik dibalik selimut.

Tatapan William menjadi agak muram, ia menutup pintu kamar dengan perlahan dan mengunci kembali pintu kamarnya.

Setelah melewati meja belajar yang berjarak tidak jauh dari kamar tidur, William meletakkan kunci diatas meja, lalu melangkah mendekat kearah ranjang Ellen.

Tangannya menyibak kelambu, William berdiri disamping ranjang, tatapannya begitu panas bagaikan air yang mendidih, dan sinar matanya bagaikan uap yang begitu panas, menatap gadis yang sedang tertidur pulas diatas ranjang dan hanya terlihat setengah wajah.

Ia menelan ludah, William membuka tali jubbah tidurnya, langsung membuka jubbah tidur dan melemparnya di sofa ujung ranjang, mengangkat kakinya yang panjang dan melangkah.

Ellen yang sedang tertidur pulas merasakan rasa panas yang menjalar dari samping lengannya, entah karena dingin merupakan pasangan kehangatan, Ellen berbalik, lalu mendekat kearah kehangatan itu.

William merangkul Ellen yang mendekat dengan perasaan puas, pinggulnya yang kuat menempel dengan pinggul Ellen yang tipis dan langsing.

Mereka berdua memang sudah berada begitu dekat. Namun ia terus saja mendekat kearah Ellen, seolah ingin sekali membuat tubuh yang berada dibalik pakaian itu menempel dengan erat. Ellen terhimpit sampai mulai kesakitan, , ia mengangkat pinggulnya dan menghindar kebelakang.

Satu tangan William berada dibelakag Ellen, sama sekali tidak membiarkannya menghindar.

Awalnya Ellen merasa hangat, namun perlahan, dia mulai merasa panas.

Tubuhnya dipenuhi dengan keringat, seisi kamar terasa seperti sauna, membuat wajahnya begitu merah.

Ellen mengkerutkan alis, bulu mata yang tebalnya bergerak, matanya membuka secara perlahan.

Dan ketika matanya terbuka, dagunya langsung terangkat dan diciumi dengan ciuman yang begitu hangat.

“……..”

Ellen terkejut sampai membelalakkan mata, kedua tangannya mendorong, meronta.

Kedua kaki William refleks mengapit kedua kaki Ellen yang berusaha meronta.

“Ini aku.” William mengigit bibir Ellen, meskipun sudah ditahan namun tetap bertenaga.

Ellen dibuat sakit sampai berdesis, matanya yang bulat dan jernih membsar karena panik, “Pam, paman ketiga?”

“Em.” William menjawab dengan suara yang agak kasar. Ia langsung bangkit berdiri, lalu menimpa tubuh Ellen diatas tubuhnya, dengan gerakan yang cepat membuka gaun tidur Ellen.

Ellen menjerit pelan, agak terkejut dengan sikapnya yang begitu cepat dan kasar, kedua tangannya yang putih menahan lengan William yang berotot, “Paman ketiga, aa….”

“Aku akan melakukannya dengan cepat, tidak akan mengganggu jam tidurmu.” Satu tangan William menyentuh wajah Ellen yang agak mengkerut karenanya, alisnya juga mengkerut dengan tatapan penuh siksaan dan nafsu yang tertahan, suaranya juga menjadi begitu serak dan berat.

Ellen menggigit bibirnya, perlahan mulai beradaptasi dengan keberadaannya, mengangkat alisnya yang panjang dan basah, menatap wajah tampan yang berada didepannya lewat pancaran cahaya yang masuk dari jendela.

Ketika ia melihat tatapannya yang penuh harap, ada rasa nyeri dihatinya.

Dia ingat William pernah mengatakan padnaya, dia butuh melakukan hal ini, kalau tidak dia akan sangat menderita. Ellen mengangkat pinggulnya untuk mendekatinya, kedua tangannya merangkul lehernya dengan erat, wajahnya ia benamkan kelehernya, lalu berkata dengan lembut, “Tidak apa Paman Ketiga.”

William merasa terkejut, lalu menundukkan wajahnya dan menciumi leher juga bahu Ellen dengan begitu erat, ia melepaskan semuanya.

Namun untungnya William masih memikirkan Ellen yang masih duduk di kelas 3 SMA sehingga tidak terlalu berlebihan. Setelah 40 menit ia pun bangkit dan pergi ke kamar mandi.

Mata Ellen menunduk lemah sambil menatap William, tubuhnya dipenuhi oleh keringat, sebenarnya dia merasa sangat lelah, namun sekarang dia sama sekali tidak mengantuk.

Mendengar suara air dari dalam kamar mandi, Ellen perlahan memegang perut bawahnya.

Entah karena gerakannya yang terlalu kuat, perutnya sekarang terasa sedikit sakit.

Namun mengingat dulu juga pernah seperti ini, sehingga ia juga tidak berpikir terlalu banyak.

Sekitar 20 menit kemudian, William keluar dari kamar mandi, ia naik keatas ranjang Ellen dan berbaring disana, merangkul tubuhnya yang lemah, mengecup alisnya dan berkata dengan begitu lembut juga hangat, “Tidurlah.”

Ellen mencium aroma sabun mandi dari tubuhnya, perlahan mengangkat wajahnya, “Paman Ketiga, aku juga mau mandi.”

“Sudah terlalu malam, besok saja baru mandi.” William berkata.

“…… tidak enak.” Ellen berkata dengan wajah memerah dan bibir ditinggikan.

Tubuhnya terasa begitu lengket, sungguh tidak nyaman.

William terdiam, lalu bengun, menggendong Ellen ke kamar mandi.

Dalam kamar mandi, Ellen diletakkan didalam bathtub olehnya, ia mencucinya depan belakang atas bawah kanan kiri dengan bersih, lalu mengelap seluruh tubuhnya dengan handuk dan menggendongnya keluar.

Tidak butuh waktu 5 menit untuk melakukan semua ini……..

Ellen tersenyum.

Sebenarnya William khawatir akan mengganggu tidur Ellen.

Sekarang anak ini bilang tidak akan menyalahkannya, kalau sampai dia bangun besok pagi merasa tidak bersemangat, mungkinkah tidak menyalahkannya?

……

Hari kedua, William bangun jam 7 tepat, Ellen masih tertidur dengan begitu lelap.

William berpikir hari ini akhir pecan, semalam juga melayaninya semalaman, sehingga tidak membangunkannya.

Ia keluar dari kamar Ellen yang berada disebelah kamarnya, lalu kembali ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian.

Jam 7.20 William keluar dari dalam kamarnya, setelah melihat kearah kamar Ellen, ia langsung turun ke lantai bawah.

Mendengar suara dilantai bawah.

Darmi keluar dari dapur, ketika melihat William ia pun kembali lagi ke dapur.

Setelah menyajikan sarapan yang sudah ia siapkan, Darmi mencuci tangan, menyebrangi ruang tamu dan naik ke lantai atas, ia berencana membangunkan Ellen untuk sarapan.

“Darmi, hari ini biarkanlah dia tidur sedikit lebih lama.”

Suara William terdengar datar.

Darmi terhenti, ia juga merasa belakangan ini Ellen belajar begitu keras pasti lelah, dan kelihatannya sudah satu bulan lebih tidak tidur dengan nyenyak.

Mendengar William berkata demikian, ia pun tidak jadi naik ke atas untuk memanggil Ellen.

Melihat William yang duduk di sofa, Darmi berkata, “Tuan muda, aku buatkan kopi dulu.”

“Tidak perlu.” William mangambil Koran diatas meja, bangkit berdiri, lalu berjalan kearah pintu depan.

Dari melihatnya seperti ini, sudah tahu kalau dia akan berangkat ke kantor.

Dulu Ellen selalu bangun pagi, sehingga ia harus menemani Ellen sampai ia selesai sarapan baru berangkat kerja.

Hari ini Ellen entah akan tidur sampai jam berapa, menunggunya bangun untuk sarapan rasanya kurang sesuai.

……

Ketika hampir jam 10 Ellen masih belum turun dari lantai atas.

Darmi membersihkan debu dengan kemoceng, ia sambil membersihkan sambil melihat kearah lantai atas dengan aneh.

Sudah jam 10 masih belum bangun, jangan-jangan tidak enak badan?

Tangan Darmi yang memegang kemoceng mengetat, teringat kejadian Ellen terkena radang usus buntu, jantungnya langsung berdebar, segera meletakkan kemoceng dan menuju ke lantai atas.

Berjalan sampai depan pintu kamar Ellen, Darmi menenangkan hatinya, lalu mengangkat tangan untuk mengetuk pintu, “Nona.”

Setelah mengetuk sebentar, tidak ada reaksi.

Darmi sudah tidak sabar, ia mengetuk lagi : “Aku masuk ya.”

Lalu memutar pegangan pintu dan melangkah masuk.

Melihat kearah ranjang berwarna pink, ternyata Ellen masih tertidur, kepalanya dibenamkan dalam selimut, hanya terlihat rambutnya yang hitam.

Darmi berjalan kesana, membuka kelambu, menghela nafas sambul menarik selimut Ellen.

“Em…..”

Ketika Darmi merasa khawatir, Ellen mengkerutkan alisnya sambil mengucek alisnya, sudah bangun…………..

Darmi, “…….”

Ellen bangun dan duduk diatas ranjang, rambutnya berantakan, menyipitkan matanya dan memanggil Darmi dengan suara yang serak.

Darmi, “…….” Menatap Ellen dengan seksama, kelihatannya seperti bangun kesiangan, tidak terlihat seperti sedang tidak enak badan, sekarang akhirnya bisa tenang juga.

“Bibi Darmi, menyuruhku untuk sarapan ya?” Ellen mengucek matanya lagi, lalu menatap Darmi dengan matanya yang bulat dan hitam.

“…. Mau sarapan sekarang juga masih bisa.” Darmi berkata.

“Hm?” Ellen bingung.

Darmi tidak enak hati mengatakan yang sebenarnya, sehingga berkata, “Cepat bangun, aku turun untuk memanaskan sarapan untukmu.”

Memanaskan sarapan?

Ellen mengkerutkan alis.

Darmi hanya tersenyum sambil berbalik meninggalkan kamar.

Hee……….

Pagi ini Bibi Darmi aneh sekali!

ellen berpikir demikian sambil menyibak selimutnya dan turun dari ranjang.

Ketika kedua kakinya baru menginjak lantai, kedua kakinya langsung terasa lemas, hampir saja terjatuh di lantai.

Untungnya dia masih sempat mengulurkan tangan dan berpegangan di meja samping ranjangnya.

Ellen sampai mengeluarkan keringat dingin, menundukkan kepala melihat kearah kedua kakinya yang gemetar, dia tidak tahu harus bagaimana mengatakannya, kemungkinan ini adalah ‘efek samping’.

Setelah berdiri dua menit, kadua kakinya kembali bertenaga lagi, ia baru berjalan ke arah kamar mandi.

Karena semalam ada yang memandikannya dengan begitu asal, jadi kali ini Ellen masuk ke dalam kamar mandi dan mandi dengan bersih sekali lagi, setelah selesai mandi, ia keluar dari kamar mandi menuju ruang ganti.

Setelah mengganti baju panjang warna putih, Ellen mengenakan celana pendek dan keluar dari ruang ganti.

Tiba-tiba ada rasa pusing yang melanda.

Ellen mengulurkan tangan memegang keningnya, membuatnya melangkah mundur dua langkah.

Setelah rasa pusing ini berlangsung beberapa detik, akhirnya perlahan berkurang.

Wajah juga alis Ellen mengkerut, kedua tangannya memijat keningnya, dalam hati berkata, kelihatannya dia harus meminta Bibi Darmi memasakkan sup ayam buah goji untuk menambah darahnya, kelihatannya darah rendahnya cukup parah.

Setelah beberapa saat, akhirnya rasa pusing itu menghilang.

Ellen menggelengkan kepala, lalu mengangkat kepala, ketika tidak sengaja melihat kearah jam di dinding…………….

“Aaaa……. Jam 11, hampir jam 11! Huhu, Bibi Darmi, jangan-jangan jam di kamarku rusak?”

Ellen berteriak kecil sambil berlari turun tangga, suaranya penuh dengan rasa takut.

Darmi meletakkan sarapan diatas meja makan, ketika mendengar suara Ellen, dia langsung tertawa.

“Aaa…… Bibi Darmi, apakah jam di ruang tamu juga rusak?” jangan tanya seberapa stress suara Ellen.

Darmi dibuat tertawa terbahak-bahak.

Jadi apa yang William pertimbangkan itu benar.

Karena sejak hari itu, Ellen merasa William mengganggu waktu belajarnya yang berharga dengan sangat parah, merusak semua rencana belajarnya, membuatnya selama satu minggu bersikap begitu buruk padanya.

William hanya bersikap datar, memasang wajah menerima semua hukuman yang ia perbuat, namun dalam hatinya dia sudah mengasah pisau dengan tajam. Bukankah hanya 60 harian, dia masih sanggup menunggunya! Tunggu saja tanggal mainnya!

hm, setelah 65 hari, ujian nasional Ellen pun berakhir!

Novel Terkait

Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu