Hanya Kamu Hidupku - Bab 35 Keposesifan William Dilsen

Jika imbalan diadopsi oleh keluarga kaya raya adalah harus kehilangan orang tua yang sangat kamu sayangi, nasib baik yang seperti ini, apakah masih ada orang yang mau merebutnya? Ellen merasa dirinya cukup beruntung.

Kenyataannya, dia merasa jika bisa diadopsi oleh keluarga Dilsen adalah hal yang paling paling beruntung yang dia alami.

Walaupun William sangat menyayanginya, semenjak William sendiri yang menjemputnya kembali ke keluarga Dilsen, dia juga lah yang menjaganya dan memenuhi apa yang Ellen perlukan. Ellen merasakan adanya kehangatan kelurga bersama William, Terkadang dia bahkan lupa dia hanya yatim piatu yang diadopsi oleh keluarga Dilsen.

Tapi Ellen bukan karena dimanjakan William, dia malah tidak serius menjalani hidupnya.

Dia mungkin tidak pintar, tetapi dia percaya walaupun tidak pintar, tapi yang penting coba dulu dan berusaha lebih keras.

Dia percaya selama kita semakin berusaha maka akan selalu ada kemungkinan.

Jadi walaupun memiliki backingan yang sangat kuat, Ellen selalu bersemangat untuk berusaha dan performanya di kelas pun selalu menjadi yang terbaik.

Ada orang yang sudah menyediakan lingkungan belajar dan hidup yang baik untuknya, dia hanya seorang anak yang harusnya menghargai dan memanfaatkannya kan?

Hanya saja kekayaan dan kemegahan keluarga Dilsen terlalu memukau sehingga banyak orang yang tidak bisa melihat hasil kerja kerasnya.

Kenyataanya memang seperti itu, sebenarnya tidak ada pemikiran yang cukup baik dari mereka.

“Generasi muda sekarang semakin lama semakin banyak yang diri sendiri tidak giat, tidak punya tujuan hidup, banyak kekecewaan dan menyalahkan kehidupan yang tidak adil ini, dalam hidupnya tidak punya sugar daddy, ckck, sungguh menyedihkan.”

Pani menghempaskan tasnya keatas meja, walaupun suara yang ditimbulkan tidak keras tetapi cukup mengundang perhatian seluruh kelas.

Setelah dia mengatakan itu keadaan kelas kembali terdiam.

Ellen memandangi Pani yang berdiri disebelahnya, dengan bibir merah mudanya cemberut, “Sudah sarapan belum?”

Pani pun duduk, “Belum, baru saja sampai di kelas sekelompok gagak berkicau ribut sekali, aku kira aku pergi ke tempat yang salah.”

Ellen, “……”

“perkataanmu sungguh tak enak didengar.” Ada seorang gadis marah bergumam.

Pani memutar matanya kesal, langsung melotot marah ke arah gadis yang bergumam tadi, dan dengan dingin berkata, “Salahkan orang lain padahal diri sendiri yang buruk!

Kamu……”

“Wali kelas datang.”

Gadis itu tampak masih ingin mengatakan sesuatu, lalu mendengar ada orang dengan suara pelan mengingatkan.

Wajah gadis itu tampak kesal dan dengan mata penuh amarah menahan apa yang ingin dia katakan.

Salah satu sudut bibir Pani terangkat tersenyum sinis dan langsung duduk ditempatnya. Ekspresi wajahnya dingin dan super angkuh.

Ellen menyenggol Pani dengan lenganya, “Kamu sedang emosi jadi salah paham.”

“……huh!” Pani mendengus kesal, memandang Ellen, “Kamu kira ini semua demi siapa.”

Ellen pun cemberut, lalu mengeluarkan kotak makan bergambar kartun, dan memberikanya ke Pani, “nah, ini spesial aku buatkan untukmu.”

Pandangan Pani berkilat begitu melihat ada makanan, dia pun sudah tak perlu segan kepada Ellen, langsung membuka kotak makanan itu.

Dalam kotak makanan juga tersedia sumpit, Pani tersenyum dan berkata pada Ellen “Melihat niatmu mempersiapkan ini, aku tidak akan memperhitungkan masalah itu padamu.”

“Ayo, cepat dihabiskan. Kelas akan dimulai.” Kata Ellen sambil tertawa.

Pani menganggukan kepalanya, lalu menyapit satu potong ayam dan melahapnya, sambil mengunyah dia berkata, “Melihat kamu sudah masuk sekolah sepertinya kamu sudah baikan, kalau tidak Paman Ketiga tidak mungkin membiarkanmu keluar.”

Mendengarnya berkata tentang William, dengan mata berkedip, “Iya, sudah baikan.”

Pani melirik Ellen dari sudut matanya, melihat ada kilat aneh dari mata Ellen, dia mengerucutkan bibirnya dan tak berkata apapun dan kembali melanjutkan makan.

“Ini air.” Ellen yang perhatian pun memberikan botol airnya ke Pani.

Pani mengambil botol air dan meminumnya, “Oh ya, aku akan berkata jujur tentang suatu hal padamu, tapi setelah aku katakan kamu jangan salahkan aku ya.”

Ellen berdeham, “Tak perlu berkata jujur, aku sudah tahu.”

“……Jadi Bintang Hamid sudah meneleponmu?” Tanya Pani kaget menatap Ellen, sepasang manik mata indah itu menatap Ellen dengan aura bergosip.

Kening Ellen berkerut dan mengangguk.

“ha!” Pani pun tersenyum “Bintang Hamid cukup perhatian padamu. Kalau begitu kamu boleh tuh mempertimbangkan dia, kamu tidak mau memberikan dia kesempatan?”

Ellen cemberut dan tidak menggubris ucapanya.

“Sebenarnya, Bintang Hamid orangnya lumayan baik, umurnya juga tidak jauh beda denganmu, latar belakang keluarganya juga baik, yang penting dia tinggi, ganteng reliable dan masa depan cerah. Jika kalian berdua bersama pasti akan menggundang gossip heboh.” Pani dengan luwes berkata tanpa sungkan.

Ellen bersiap untuk kelas pertama dia-pun mengeluarkan buku dan mulai mengulang pelajaran sebelumnya dalam diam.

“Dan, kalian berdua bersama sekarang, kalian berdua juga berada di kota yang sama juga bisa mempertimbangkan untuk masuk ke universitas yang sama, emm…… Sekolah diluar negeri juga menarik.”

Pani mengangkat satu tanganya, dan menutup sebelah telinga Ellen.

“Ellen, semakin kupikir-pikir semakin aku merasa kalian berdua itu cocok, gadis berbakat, dan pria berbakat……”

“……”Ellen berkata, sebenarnya Pani adalah orang yang sangat dingin jika berhadapan dengan orang luar, mengapa dihadapanya menjadi orang seperti ini? Sudah ada makanan pun tidak bisa menghambat mulutnya berbicara!

……

Siangnya, Ellen dan Pani pergi ke kantin.

“Ellen.” Tiba-tiba terdengar suara gembira lelaki memanggil namanya.

Pani melihat Bintang, yang dia lakukan pertama yaitu mundur, tapi dengan sigap ditahan oleh Ellen.

Dengan wajah bergetar mata memandang ke arah Bintang Hamid, Pani dengan suara berbisik di telinga Ellen, “Sekarang masih siang, langit sudah cukup terang, masih mempertahankan lampu seterang dia apa tidak takut matamu berkunang.”

“Jangan sembarangan bicara.” Gumam Ellen.

Pani pun cemberut.

Bintang berdiri didepan Ellen, memandang mata Ellen, “Kamu sudah sembuh?”

Ellen menganggukan kepalanya.

“Hei, baguslah kalau begitu.” Kata Bintang dengan senyum polos.

“……Mau main basket tidak?” Ellen memandang ke belakang Bintang tampak segerombol siswa dengan pakaian olahraga yang sama menanyakan Bintang.

“Ya, mau pergi lihat tidak?” Tanya Bintang, berharap Ellen akan mau.

“Tidak……”

“Ayo, mau!.”

Belum selesai mengatakan penolakannya, langsung dibantah oleh Pani.

Ellen langsung cemberut, dan memandang Pani dengan kesal.

Pani tertawa dan langsung menahan lengan Ellen dan berkata kepada Bintang, “Aku dan Ellen akan ikut, tidak apa-apakan?”

“Tidak apa.” Kata Bintang dengan tatapan terimakasih ke Pani, lalu dengan malu malu berusaha menutupi tatapan terpesonanya ke menatap Ellen.

Ellen merasa terperangkap, oleh dua orang ini “terpaksa” untuk masuk ke situasi yang sangat canggung ini.

Jadi pada akhirnya, Ellen pergi juga.

……

Lapangan basket sekolah.

Ellen dan Pani duduk bersama dengan segerombol gadis-gadis yang datang untuk menonton Bintang, yang bersorak tanpa henti.

“Bintang, ganteng banget sih!” Teriak seorang gadis dari segerombol penonton tiba-tiba.

Lalu, Bintang menatap kearah penonton, dan tatapannya hanya tertuju ke Ellen.

“Ah…… Bintang sedang menatapku, dia juga sedang tersenyum padaku, ganteng banget, Ya Tuhan, apa dia suka padaku?” Kata seorang gadis tampak terpesona dan melompat girang.

Ellen, “……”

“Ya Tuhan, pandangan itu, jelas-jelas Bintang sedang menatapmu.” Gumam Pani disebelah Ellen.

“Aku kok merasa Bintang memandangi dia.” Kata Ellen dengan suara pelan.

Pani memberikan tatapan “Aku tahu kamu sedang pura-pura.” ke Ellen.

Ellen samar-samar mengerucutkan bibirnya, lalu mengarahkan pandangan ke Bintang, “Pani, ayo pergi.”

“……Pertandinganya belum selesai, kok buru-buru sih.” Kata Pani dengan alis berkerut.

“Kamu sudah lupa sore ini ada ujian?”

Pani, “……”

“Ayo.” Kata Ellen sambil menarik Pani, kedua orang itu berjalan keluar lapangan.

Bintang yang sedang menembak dalam lapagan, kemudian tersenyum lalu memandang kearah tempat duduk Ellen dan Pani tadi.

Tak tampak Ellen dan Pani.

Senyum Bintang yang tadinya bersinar pun sirna seketika langsung berlari keluar lapangan, bahkan teriakan dari teman satu timnya pun tidak dia hiraukan.

……

“Ellen, aku rasa jika kita langsung pergi seperti itu sungguh tidak baik.”Pani yang berada disamping Ellen berkata.

Ellen menatapnya serius, “Pani, Aku sekarang tidak ingin membahas masalah ini. Bintang itu sangat baik, sangat berbakat, aku percaya kamu juga karena hal ini, ingin jodohin aku dengan dia. Tapi, aku masih belum mau pacaran, apa kamu mengerti?”

Pani memandang Ellen, Mengapa Pani ingin menjodohkan dia dengan Bintang itu alasannya karena dia tahu maksud hati William terhadap Ellen! Pani takut dia akan terluka.

Pengaruh keluarga Hamid di kota Tong tidak bisa dibandingkan dengan keluarga Dilsen yang memimpin empat keluarga besar dan di kota Tong orang luar tidak berani memprovokasi mereka.

Jika Ellen dan Bintang jadian, William pasti akan berusaha untuk memisahkan mereka, sedikit banyak juga akan mempengaruhi keluarga ini.

Pani punya pengalaman, dibandingan dengan anak seumurannya dia lebih dewasa dan pemikiranya lebih bijaksana.

Tapi dia tetap saja dia ini gadis yang baru menginjak umur 18 tahun.

Dia tidak akan mengerti.

Seseorang yang memegang tonggak kekuasaan tertinggi tidak akan segan-segan untuk memiliki wanita yang dia inginkan.

Sedangkan Ellen bagi William dia akan menganggap Ellen sebagai “mangsa” yang harus didapatkan bagaimana pun caranya.

Jadi, jika Ellen dan Bintang bersatu, William jadi dia tidak akan menahan perasaan Posesifnya, atau sebaliknya dia akan merasa terprovokasi dan amarahnya dapat menyeret satu keluarga Hamid kedalamnya merasakan akibatnya!

Untungnya sampai sekarang Ellen belum tertarik kepada Bintang, jika tidak, Ellen pasti tidak kuat menahan akibatnya!

Pani memahami Ellen dengan baik, tapi dia, tidak memahami William.

“Ellen.”

“Ellen Nie.”

Suara seorang lelaki dan seorang perempuan pada saat bersamaan datang.

Ellen dan Pani sama-sama terpaku dan keduanya terlihat bingung.

Novel Terkait

Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu