Hanya Kamu Hidupku - Bab 149 Mengambil Kembali Inisiatif

Kelopak mata Ellen berkedip-kedip, memandang William, dan dia merasa hangat dalam hatinya. Sebelum dia menyadari apa yang telah dia lakukan, dia sudah mencium pipi William.

Tangan William memegang roda kemudi dengan erat,dia menelan ludah, dan melihat Ellen dari kaca spion.

Bibir Ellen sedikit hangat, sementara wajah William agak dingin.

Ellen tidak bisa menahan diri untuk tidak gemetar ketika dia menciumnya, dan ketika menyadari apa yang dia lakukan. Pipinya memerah, dia menarik napas dan kembali duduk di tempatnya.

William menatap wajahnya yang memerah seperti telah minum wine tetapi dia tidak mengatakan apa-apa.

Ellen memegang wajahnya berbalik melihat ke sisi jendela, dengan rasa malu dan gugup.Dia khawatir seseorang akan mengatakan sesuatu pada saat ini yang akan membuatnya semakin malu dan cemas.

Untungnya, setelah beberapa saat, dia tidak mendengarkan apa pun.

Ellen merasa lega.

Dan dia berpikir dalam hati Ellen, kamu semakin berani sekarang!

Sekitar dua puluh menit kemudian, mobil berhenti di depan vila.

Ellen membuka sabuk pengamannya dan hendak membuka pintu , tetapi sebelum tangannya menyentuh pintu, lengannya ditarik.

Ellen kaget, dan menoleh melihat William, "Paman ketiga."

William menyipitkan matanya, dengan gampang dia menarik Ellen ke sisinya dan menempatkanya di pangkuannya.

Ellen menatapnya dengan bingung.

Tanpa ngomong, William menariknya dan mencium bibirnya.

Ellen kaget melihat wajahnya dengan mata besarnya.

"Apakah kamu suka berciuman dengan mata terbuka?"

Setelah mencium beberapa saat, melihat Ellen masih melihatnya dengan mata besarnya. Seolah-olah dia sedang melakukan kejahatan pada anak dibawah umur.

Kemudian dia berhenti menciumnya.

Uh ...

Muka Ellen memerah, kemudian kedua tangannya memeluk leher William, dan mencium bibirnya, dan perlahan-lahan dia menutup matanya.

William memeluknya dan membiarkannya menciumnya kemudian setelah beberapa saat dia kembali mengambil inisiatif.

Uh ...

Ellen terengah-engah.

Setelah dua puluh menit lagi, keduanya turun dari mobil.

Ellen menunduk dan berjalan menuju vila.

William berdiri di depan mobil menatapnya sambil tersenyum, melihatnya memasuki villa, dan perlahan dia masuk.

Ketika William berganti sepatu di teras, Ellen sudah naik ke atas.

William melihat sosoknya masuk ke kamarnya, mengangkat alisnya, melepaskan Jas dan menggantungnya.

Darmi keluar dari dapur. Setelah melihat William sudah menggantung jasnya dia berkata, "Tuan, makan siang sudah siap."

William mengangguk,berhenti sejenak, dan jalan menuju ke ruang makan.

Hampir sepuluh menit dia mendengar suara dari ruang tamu.

Dia tersenyum dan melihat ke arah ruang tamu.

Setelah beberapa saat, Ellen yang berpakaian rumah, muncul di pintu ruang makan.

Ketika Ellen melihatnya, wajahnya memerah, dan berdiri dekat pintu.

William, "Mau jadi sekuriti?"

Ellen "..." Apakah ada sekuriti pintu yang begitu imut?

Telinganya merah, dia masuk dan duduk di hadapannya, mengambil sumpit, "Paman, aku makan dulu ya."

William melirik telinga merahnya , dan tersenyum, "Baiklah."

Ellen melihatnya sebelum makan.

Karena hamil, Makanannya dibuat sesuai resep wanita hamil yang diberikan oleh ahli gizi.

Ellen suka makanan pedas, tetapi karena hamil, dia itu tidak bisa makan terlalu pedas, tetapi jika rasanya terlalu tawar, akan mempengaruhi nafsu makannya. Darmi telah mempertimbangkan hal ini, jadi dia menyediakan makanan bervariasi sehingga Ellen tidak bosan memakannya.

Metode Darmi ini sangat efektif.

Namun, Darmi menghabiskan lebih banyak waktu untuk menyiapkan makanan setiap hari.

Setelah Ellen selesai makan, William memberikannya semangkok sup tulang, melihatnya minum dan kemudian dia mulai makan.

Baru saja mulai makan, telepon William berbunyi.

Mendengar deringan telepon, Ellen berhenti minum dan melihatnya. "Minum punyamu."kata William

Ellen lanjut meminumnya.

William mengeluarkan ponselnya dari saku celananya, melihat layar ponsel tanpa ekspresi, dan menjawab, "Ada apa, ma?"

Mama

Nenek?

Ellen mengangkat kepalanya lagi, dan menatapnya dengan penasaran.

William mengerutkan kening dan menatapnya.

Ellen cepat-cepat menghabiskan supnya, dan menunjukkan mangkuk kosongnya ke William.

Kemudian kerutan keningnya menghilang.

Ellen, "..."

“William, kamu pulang ke rumah malam ini.”kata Louis.

“Ada sesuatu?” William mengatakan dengan nada yang sama.

“Tentu saja ada sesuatu makanya menyuruhmu pulang," kata Louis tampaknya dia senang.

William menjawab, "Baiklah."

"Kamu datang sendiri saja. Ellen akan segera menghadapi ujian masuk perguruan tinggi, jadi biarkan dia tinggal di rumah untuk belajar, sehingga dia tidak perlu bolak-balik." kata Louis penuh perhatian.

William mengangkat matanya dan menatap Ellen yang sedang memandangnya, "Biarkan aku bertanya padanya. Apakah dia ingin pergi bersamaku."

"Oke."

Jawab Louis sambil tersenyum, lalu menutup telepon.

William menutup telepon dan meletakkannya di atas meja. Dia terus makan tanpa ekspresi.

Ellen, "..." Apakah paman tidak melihat tatapan yang penuh penasarannya? Hah?

William menikmati makanannya dengan elegan.

Tapi Ellen tidak mau melihatnya saat ini.

Dengan meletakkan tangannya di atas meja, Ellen bertanya, "Paman, mengapa nenek meneleponmu? Dia sepertinya menyebut namaku"

"Iya." William mengangguk.

"... Jadi, apa yang dia katakan?" Tanya Ellen.

William berhenti makan dan menatapnya, "Dia menyuruhku pulang ke rumah malam ini. Apakah kamu ingin ikut denganku?"

Ellen berpikir, menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Sebaiknya tidak."

Meskipun Ellen benar-benar rindu Hansen, ketika dia memikirkan Vania dan Gerald, dia berubah pikiran.

William tidak memaksanya.

Ellen memperhatikan William makan sebentar, dan berkata, "Paman, apakah nenek ada bilang mengapa menyuruhmu pulang ?"

"Tidak," jawab William.

"Oh."

Dia mengangguk dan tidak bertanya lagi.

...

Setelah makan siang, William menemani Ellen sebentar, lalu meninggalkan villa dan pergi ke perusahaan.

Ellen mengambil ponsel kembali ke kamar dan menelepon Pani.

"Tumben kamu meneleponku hari ini? Apakah matahari terbit dari timur? "kata Pani.

“Tidak ada matahari hari ini.” Ellen berbaring di tempat tidur, menyentuh perutnya dengan lembut.

"Kenapa? Ada berita bagus untuk diceritakan?" tanya Pani.

“Bagaimana kamu tahu?” Ellen tersenyum.

Pani bertanya. "Benar ada berita bagus?"

Ellen menjawab, "Ya."

"Ayo, ceritakan" Pani mendesaknya.

"... um ..."

"Ellen, aku akan memukulmu jika kamu membuatku penasaran!"

Ellen , "..."

Ellen tertawa, "Aku tidak ingin membuatmu penasaran. Aku hanya ingin memberitahukanmu bahwa aku bertemu ibuku."

"..."

Setelah mengatakan ini, dia tidak mendengar suara Pani selama sepuluh detik.

Sambil mengerutkan kening,dia mengambil ponsel dan memandangnya dengan aneh. Masih tersambung.

Kemudian dia meletakkan ponselnya kembali ke telinganya lagi, "Pani ..."

“Ellen, apakah kamu pergi ke kuburan?” tanya Pani dengan sedih.

Ellen tahu bahwa Pani salah pajam dan menjelaskan, "Tidak, aku benar-benar melihat ibuku, dia belum mati."

Pani diam beberapa saat.

"Pani..."

"Ellen, apakah kamu kerasukan? Bukankah ibumu sudah tidak ada?" tanya Pani penuh ketakutan.

Dia mungkin berpikir bahwa Ellen melihat hantu!

Ellen memegang dahinya, "Pani, aku tidak bercanda, aku juga tidak kerasukan. Ibuku masih hidup. Apakah kamu ingat terakhir kali ketika kita bertemu Bintang dan bibinya di gerbang sekolah? "

Ellen tidak tahu apa yang terjadi pada Pani hari ini.

Dia menemukan bahwa untuk setiap kata yang dia katakan hari ini, Pani akan diam selama lebih dari sepuluh detik sebelum dia menjawab.

Ellen memutar matanya melihat langit-langit.

Memang benar, setelah menunggu lebih dari sepuluh detik, terdengar suara Pani penuh ketakutan, "... kamu tidak akan mengatakan bahwa bibi Bintang adalah ibumu, kan?"

"Ya," jawab Ellen dengan gembira.

Setelah mendengar jawaban Ellen, Ellen mendengar suara Pani yang tidak percaya.

“Kamu yakin tidak bercanda?” tanya Pani.

"Buat apa aku bercanda hal beginian,"jawab Ellen.

"Jadi, bibi Bintang adalah ibu kandungmu?"

“Kalau tidak?” mana mungkin dia mencari ibu angkat?

"Sudah berakhir."

Ellen menunggu sebentar, tapi tanpa diduga itu kata-kata yang didengarnya.

Apa yang harus dilakukan, dia menyesal memberitahunya! ?

"Jika Bintang tahu bahwa bibinya adalah ibumu, aku pikir dia bahkan punya niat untuk melompat ke sungai," kata Pani.

Ellen, "..."

Novel Terkait

After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu