Hanya Kamu Hidupku - Bab 86 Wanita Ini Benar-Benar Sangat Kejam

Dasar, pagi-pagi sudah menggodanya!

Dring dring.....

Pada saat ini, telepon di ruang tamu berdering.

Ellen tertegun menatap ke arah telepon, siapa yang akan menelepon begitu pagi?

“Nona, tolong angkatkan telepon.”

Darmi mendengar telepon berdering, dia keluar dari dapur, menatap William dan Ellen, dia tidak berani menyuruh William, jadi hanya bisa meminta Ellen mengangkatkan telepon.

“Oh.”

Ellen menjawab, dan menarik tangannya dari telapak tangan William, bangkit dan pergi mengangkat telepon, “Halo.”

“Ellen, ini aku, Kakek buyut.” Terdengar suara Hansen yang kuat.

“Kakek buyut.” Ellen terkejut, “Mengapa kamu menelepon ke sini begitu pagi?”

“Hey, kakek buyut sudah bangun dari jam lima.” Hansen tersenyum berkata.

“Hehe. Kamu begitu pagi menelepon ke sini, ada urusan apa?” Ellen duduk ke sofa samping telepon.

“Hiks. Apakah aku tidak boleh telepon kalau tidak ada urusan?” Hansen mendengus marah dan berkata.

“Boleh, tentu boleh.” Mata Ellen melirik ke arah William yang sedang membaca koran.

“Bagaimana dengan luka di wajahmu? Aku mendengar Jine bilang, dia telah menjahit lukamu, sakitkah?” Hansen bertanya penuh perhatian.

Ellen menggeleng kepalanya, begitu dia menggeleng kepala, baru teringat dia sedang bertelepon, Hansen juga tidak dapat melihat dia sedang menggelengkan kepala, jadi dia menjawabnya, “Sekarang sudah tidak begitu sakit, hanya terkadang agak gatal.”

“Gatal? Hey, kamu jangan menggaruknya, nanti akan terluka lagi.” Hansen berkata dengan gugup.

Ellen tersenyum, “Aku tahu, kakek buyut.”

“Haiks.” Hansen menghela nafas, “Kakek buyut sangat khawatir, setelah kamu pulang sekolah, aku akan pergi melihatmu.”

Yiihh......

Kakek buyut tidak tahu dia tidak sekolah?

Ellen menatap William.

“Ellen, sampai di sini dulu ya, kakek buyut tidak mengganggumu sarapan, kalau tidak kamu akan terlambat nanti.” Hansen berkata.

“Ya, sampai jumpa kakek buyut”

“Ya, sampai jumpa.”

Hansen tersenyum menutup telepon.

Ellen meletakkan telepon, bangkit dan berjalan duduk di samping William, memiringkan kepala menatapnya dengan tatapan curiga, “Paman ketiga, apakah kamu tidak memberitahu kakek buyut bahwa aku tidak pergi ke sekolah?”

“Ya.” William menjawab, “Ada apa?”

Ellen malah ditanya kembali olehnya, dia menggeleng kepalanya.

Ellen tersenyum bersandar di lengannya.

William mengangkat alisnya, merentangkan lengannya merangkul bahunya, dan membiarkannya bersandar di dadanya.

William sedang membaca koran, dan Ellen sedang meminum susu.

Darmi membawa sarapan ke ruang makan, sudut matanya melihat mereka berdua yang sedang duduk di sofa, dia tidak menahan diri tersenyum.

……

Selesai sarapan, Gu Lihua datang.

Awalnya Ellen ingin mengantar William pergi kerja, kemudian baru masuk ke ruang studi untuk belajar, tetapi setelah melihat Gu Lihua datang, dia segera menyerah, dan dibawa ke ruang studi oleh Gu Lihua.

William di lantai bawah melihat Ellen begitu patuh mengikuti Gu Lihua menuju ke ruang studi, alisnya terangkat, dia mengambil mantel dan sarung tangan, lalu berangkat.

Sekitar pukul 10 pagi, Darmi membawa jus dan teh ke ruang studi, ketika dia masuk, dia menemukan Ellen sedang duduk di karpet mengerjakan tes, sedangkan Gu Lihua duduk di sofa di sampingnya, dia duduk dengan posisi tegak, dan matanya menunduk, menatap Ellen tanpa tersenyum.

Darmi dapat dengan jelas melihat tangan Ellen sedang bergetar.

Darmi menggerakkan sudut mulutnya, dan secara alami dia memperlembut langkah kakinya.

Meletakkan jus dan teh di atas meja dengan lembut, Darmi mengangkat kepala menatap Gu Lihua, lalu pergi meninggalkan ruang studi.

Gu Lihua melihat Darmi keluar, dan kebetulan Ellen menyelesaikan sebuah tes, dia berkata, "Mari kita istirahat sebentar."

"...... Oh." Ellen menjilat bibirnya dan meletakkan penanya.

"Berikan padaku kertas ujianmu."

Ellen mengangguk dan menyerahkan kertas itu kepada Gu Lihua.

Di saat melihat Gu Lihua mengambil kertas ujian, Ellen tiba-tiba merasa Gu Lihua seperti seorang Janda permaisuri di istana zaman kuno, sedangkan dia adalah seorang pembantu di samping janda permaisuri.

Ada toilet di dalam ruang studi, Ellen memandang Gu Lihua sedang melihat kertas tesnya, dia langsung bangkit dan pergi ke toilet.

Ketika dia keluar dari toilet, Gu Lihua mengerutkan kening dan menatapnya dengan ekspresi serius.

Hati Ellen terkejut, wajahnya sedikit bergetar, kakinya melangkah maju dengan lambat.

"Lihatlah pada soal ini."

Begitu Ellen mendekatinya, Gu Lihua segera menyerahkan kertas tes kepadanya dan menunjuk ke salah satu soal di atas.

Ellen segera mengambilnya, duduk di sofa, dan melihat dengan hati-hati.....namun tidak menemukan masalah apapun.

Lalu Ellen agak bingung, membuka lebar matanya, dan memandang Gu Lihua dengan tatapan polos.

Gu Lihua melihatnya begitu, langsung tahu dia tidak menyadari masalahnya, dia menatapnya dan berkata, “Mengapa soal ini dihitung dengan cara singkat?”

Erhhh.......

Karena dia pikir perhitungan singkat dapat menghemat banyak waktu.

Ellen berpikir dalam hati, tetapi tidak berani mengatakannya.

“Biarkan aku memberitahumu, cara penyelesaian dan jawabannya tidak salah, tetapi kalau kamu menulis seperti ini di ujian nasional, nilaimu akan dikurangi, tahukah kamu?” Gu Lihua mengatakan begitu banyak sekaligus, Ellen baru terdengar dia memiliki nada pembicaraan orang Shanghai, oke, oke, ini bukan intinya.

“Guru Gu, pada saat ujian nasional aku tidak akan......

“Siapa yang bisa menjamin? Kebiasaan akan menjadi alami. Mungkin saja kamu terlalu semangat, dan langsung menulis seperti itu pada saat ujian? Mungkin saja hanya selisih satu atau dua poin ini, kamu bisa masuk ke universitas idamanmu, apakah kamu tidak akan menyesalinya?”

Menyesal!

Ellen mengangguk setuju, dan berkata, “Guru Gu, aku tahu, lain kali aku akan mengerjakannya lebih teliti lagi.”

“Kamu seharusnya lebih teliti, kalau kamu tidak mengerjakan soal-soal ini dengan cara singkat, aku bisa memberimu nilai seratus.” Gu Lihua berkata.

Ellen tersenyum, dan wajahnya sangat tegang.

Gu Lihua melihat sikap Ellen sangat baik, jadi dia tidak terus berkata, “Apakah kamu sudah selesai istirahat?”

“...... sudah.” Ellen berkata.

“Ya, kalau begitu mari kita lanjut.” Gu Lihua mengeluarkan satu set soal matematika dari tasnya, “Soal-soal ini dibuat olehku, kamu coba mengerjakannya.”

Buat sendiri?

Hebat sekali!

Ellen segera menerimanya, “Terima kasih Guru Gu.”

Gu Lihua tertegun, sepertinya dia tersenyum pada Ellen, tetapi sepertinya tidak, “Kerjakanlah.”

“Ya.”

Di saat melakukan soal-soal matematika ini, Ellen tidak berani “mengambil jalan pintas” lagi.

Gu Lihua mengangguk puas ketika melihatnya.

Tetapi pada akhirnya, setelah Ellen selesai mengerjakannya, Gu Lihua tetap mengurangi nilai 1 poin, dengan alasan: kertas ujiannya tidak bersih!

Ellen, “.......”

.........

Pada siang hari, Ellen selesai makan siang, Gu Lihua memberinya waktu istirahat selama satu jam.

Darmi juga mengatur sebuah kamar di lantai tiga untuk Gu Lihua beristirahat setelah makan siang.

Pada jam 1:30 siang, Ellen dan Gu Lihua muncul tepat waktu di ruang studi.

Dari jam 1:30 hingga 5:30, setelah Ellen mengerjakan satu set soal bahasa Inggris, Gu Lihua menyerahkan sebuah kaset rekaman bahasa Inggris dan memintanya memberitahukan isi pembicaraan dari rekaman tersebut setelah mendengarnya.

Rekamannya selama tiga puluh menit, Ellen mendengarnya dengan cemas, kemudian memberitahu Gu Lihua tentang isi dari rekaman tersebut.

Selesai mendengar, Gu Lihua tidak bereaksi, tidak memuji dan juga tidak mengatakan apapun.

Pokoknya, Ellen sangat tidak mengerti Gu Lihua.

Pada sore jam 6, Gu Lihua pergi meninggalkan Villa, ketika pergi dia tidak memberikan tugas apapun untuk Ellen.

Setelah mengantar Gu Lihua pergi, Ellen menghela nafas.

Kembali ke Villa, Darmi keluar dari dapur, dia menatap Ellen dengan tatapan penuh kasihan.

Ellen mencibir, langsung bersandar ke sofa, “terbaring lumpuh”.

Darmi segera membawakan buah, duduk memikirkan tangannya, seolah-olah Ellen bukan pergi belajar, tetapi pergi menderita.

“Nona, mengapa kamu harus begitu kerja keras, bukannya kamu memiliki Tuan?” Darmi berkata.

“Aku tidak boleh mengandal pada paman ketiga selamanya.” Ellen berkata dengan nada rendah.

“Mengapa tidak? Aku merasa Tuan ingin sekali kamu mengandal padanya seumur hidup.” Darmi tersenyum berkata.

Wajah Ellen terasa panas, dia menggerakkan sudut bibirnya, tidak berkata.

Darmi melihat situasi ini, dia juga tidak terus berkata.

Memijit tangan Ellen sebentar, Darmi langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam.

Ellen bersandar di sofa dengan mata terpejam.

Dia tahu sebenarnya dia tidak harus begitu kerja keras dan bisa terus menjalani kehidupan yang mudah dan tanpa beban di bawah perlindungan seseorang.

Tetapi dia lebih berharap suatu hari nanti dia bisa berdiri di sisinya dan bertarung bersamanya melalui kerja kerasnya sendiri.

Bukan bersembunyi di belakangnya dan menikmati berkah darinya.

Dia berharap dia bisa membantunya, meskipun hanya sedikit.

Dan meskipun tidak dapat membantunya.

Dia juga berharap, dirinya bisa lebih dekat dengannya.

..........

Sekitar jam 6.30, Hansen datang.

Namun tanpa terduga, Bintang datang bersama Hansen.

Di saat ketika Ellen melihat Bintang, dia terkejut dan hampir kehilangan kemampuan berbicara.

Dan ketika Bintang melihat wajah Ellen, dia juga tertegun dan tidak dapat mengatakan apapun.

“Ellen, mengapa wajahmu terluka begitu parah?”

Beberapa saat kemudian, Bintang tiba-tiba bergegas ke arah Ellen, alisnya berkerut, menatap pipi kanan Ellen yang terluka, tatapannya penuh perhatian.

Ellen menelan ludah, “Masih oke.”

“Apaan masih oke? Ini jelas sangat serius. Bagaimana itu bisa terjadi?” Bintang memandang Ellen dengan penuh belas kasihan, kedua tangannya sepertinya ingin memegang Ellen, namun berpikir lumayan lama kemudian dia takut menyinggung Ellen, jadi akhirnya tidak memegangnya.

Suasana hati Ellen sangat rumit, dan kata-katanya berdengung di telinganya, namun dia tidak mendengarkannya dengan jelas.

Sekarang yang paling dia takut adalah seseorang akan kembali dan melihat Bintang.....

Ellen memikirkan hal ini, kepalanya seolah-olah membesar.

“Ini semua gara-gara si Vania, dan aku masih juga belum tahu apa yang terjadi padanya pagi itu.” Hansen mendengus.

Vania? Vania Dilsen!

Bintang menjadi suram.

Sebelumnya dia pernah melihat Vania membully Ellen di sekolah, dan sekarang dia melukai wajahnya seperti ini.

Wanita ini benar-benar sangat kejam!

“Sangat sakit, kan?” Bintang menatap Ellen dengan tatapan penuh kasihan.

Terakhir kali dia pergi ke rumah Dilsen, selain Tuan tua, orang lain jelas tidak begitu menyukai Ellen, mungkin karena Ellen adalah anak angkat.

Sekarang Ellen sudah berusia delapan belas tahun, masih saja dibully oleh Vania, pada masa kecil seharusnya lebih sering dibully olehnya.

Memikirkan hal ini, hati Bintang terasa tertekan dan menyakitkan, begitu perasaan ini muncul, Bintang tidak peduli pada hal lainnya, dia mengulurkan tangan dan menggenggam erat tangan Ellen.

“……”

Novel Terkait

Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu