Hanya Kamu Hidupku - Bab 166 Kamu Harus Bersamaku

Di seluruh proses ini, Willliam tidak menatap ke siapa pun, dia hanya terus menatap ke Ellen, melihat Ellen akhirnya menoleh kepadanya, William memberikan air yang dia pegang untuk sekali lagi, "Minum air"

Sudut bibir Ellen bergemetaran sesaat sebelum mengulurkan tangannya dan mengambil air yang diberi William.

Siapa tahu William malah menarik kembali tangannya sebelum Ellen sempat menyentuh gelas tersebut.

Ellen, "............."

"Minum seperti ini saja" William berkata.

"............" Telinga Ellen pun memerah, tetapi wajahnya menjadi lebih pucat lagi, dia menatap ke Hansen dan Louis.

Tidak tahu kenapa juga, Hansen dan Louis menoleh ke arah lain dengan serentak pada saat Ellen melihat ke mereka.

Seolah-olah mereka takut Ellen merasa tidak enak, setelah itu, Hansen dan Louis pun saling menatap dan sekarang yang merasa tidak enak adalah mereka berdua.

Mengapa mereka harus menghindar?

Melihat Hansen dan Louis tidak melihat ke sini, Ellen baru membuka mulutnya dan minum air melewati sedotan.

Karena merasa sangat kehausan, Ellen pun menghabiskan semua air itu.

William bertanya, "Masih mau minum?"

Ellen menggelengkan kepalanya, dia melihat ke Hansen dan Louis lagi, penampilan ini terlihat seperti.... istri kecil.

Pada saat itu, Louis dan Hansen baru mengeluarkan batuk kecil dan menatap kembali ke Ellen dan William.

"Kakek buyut, nenek"

Ellen langsung memanggilnya.

Hansen mengangguk, sementara Louis hanya melamun di tempat setelah melihat tatapan Ellen yang waspada.

Ujung-ujungnya Louis tetap tidak bisa menarik kembali ekspresinya.

Sekarang Louis sudah tahu bahwa semua ini adalah pemaksaaan dari anaknya, meskipun Louis tidak ingin percaya, tetapi hal ini adalah fakta.

Daripada kemarahan dan kerisauan yang dirasakan sebelumnya, Louis sekarang hanay merasa bersalah dan....... kasih sayang ketika melihat Ellen.

Berkata yang lebih jelas, ketidaksukaan Louis terhadap Ellen tidak kurang dari Vania.

Bahkan Louis merasa agak marah dengan William ketika William berkeputusan mau mengasuh Ellen.

Sekarang pikir kembali, belasan tahun selama Ellen berada di keluarga Dilsen, Louis bersikap jahat kepadanya, tetapi Ellen tidak pernah tidak menghormatinya, setiap berjumpa dengannya, Ellen terus menyapanya.

Berpikir sampai sini, Louis melihat ke William, kemudian menghela nafas panjang.

Satu keluarga ini tidak ada yang satu pun bisa membuat dia tidak merisau!

Louis tida tahu dirinya menghutang keluarga Dilsen seberapa banyak di kehidupan kemarin, sehingga di kehidupan ini Louis harus disiksa sampai begitu!

......................

Jam 10 pagi lebih, dokter datang memeriksa Ellen dan Hansen, Samir Moral dan Sumi Nulu yang mendengar berita ini pun bergegas ke rumah sakit pada saat itu.

Setelah tiba di ruangan, melihat Ellen dan Hansen tinggal di satu ruangan, mereka berdua pun melamun sejenak dan melihat ke William yang berdiri di sisi.

William menyipitkan matanya dan berjalan keluar ruangan pada saat dokter sedang memerika Hansen.

Samir Moral dan Sumi Nulu kemudian melihat ke Ellen yang sedang menoleh kepada mereka, alis mereka mengerut dan mereka pun mengikuti William keluar dari ruangan.

"Kondisi apa ini?" Samir Moral langsung bertanya kepada William setelah keluar.

William mengerutkan alisnya, "Kakek sudah tahu"

Uh..............

Samir Moral dan Sumi Nulu menatap ke William dengan diam.

Samir Moral sudah mengetaui hal ini akan terjadi suatu hari, tetapi dia tidak menyangka hal ini tiba begitu cepat.

Tetapi..............

"........ Luka di kepala Ellen itu kenapa? Jangan-jangan kakek memukul Ellen karena terlalu marah?" Berkata tentang Ellen, ekspresi Samir Moral pun menjadi mengerat.

Sumi Nulu juga mengerutkan alisnya.

Melihat emosional kakek, kemungkinan itu tidak tertutup!

"Yang kakek mau pukul itu aku, tetapi Ellen malah membantu aku menghindarnya"

Nada suara William menjadi semakin serak.

Samir Moral dan Sumi Nulu menyadari kerisauan dan sakit hati di tatapan William.

Kedua orang itu pun menghela nafas panjang dari dalam hati.

"Apakah Ellen baik-baik saja?" Samir Moral menoleh ke Ellen yang berada di dalam ruangan, melihat Ellen sedang diperiksa dokter, Samir baru menoleh kembali ke William.

William menjilat bibirnya dan tidak bersuara, kedua matanya tertuju ke Ellen yang sedang diperiksa dokter.

Dalam waktu sejenak, pemeriksaan pun berakhir, dokter keluar dari ruangan.

William menatap ke dokter.

Tatapan dokter terhadap William memancar sedikit cahaya, karena tatapan William terlalu dingin dan taja.

Padahal mereka berdua sama sekali tidak memiliki mush, tetapi tatapan William malah membuat dokter itu merasa seolah-olah dirinya telah melakukan kesalahan besar.

"..........Pasien sakit dan pasien luka tidak memiliki masalah besar, kalau ingin pulang rumah, sekarang sudah boleh mengurus surat. Tetapi setelah pualang rumah harus banyak istirahat" Setelah berkata, dokter melihat ke kertas yang dia pegang sebelum melirik ke William dan meninggalkan tempat.

William menjillat bibirnya dan melihat ke Samir Moral.

Samir Moral mengangkat tangannya dengan semangat, "Aku pergi mengurus surat"

"Aku temani kamu saja" Sumi Nulu juga takut dirinya ikut kena petir William.

Hansen tidak mungkin menyangka mereka juga tahu masalah Ellen dan William, tetapi mereka malah menyembunyikan hal ini dari Hansen, Hansen tentu saja tidak akan memberikan mereka ekspresi bagus untuk sekarang, jadi mereka bedua bermaksud untuk menghindar selama masih bisa.

William mengangguk dan berjalan ke dalam ruangan.

Setelah memasuki ruangan, tatapan Ellen langsung tertuju kepada William.

Ekspresi William yang kaku dan dingin menjadi agak lega, "Dokter berkata sudah boleh pulang"

Tatapan Ellen memancarkan cahaya, kemudian dia pun menoleh ke Hansen, "Kalau kakek buyut?"

"Iya" William menjawab.

Iya apaan?

Hansen melirik ke William dengan tidak puas.

.....................

Samir Moral dan Sumi Nulu mengurus surat keluar dari rumah sakit, pada hampir jam 11, mereka semua baru meninggalkan ruangan.

Di depan gerbang rumah sakit, tatapan William melewati Gerald dan Louis, kemudian dia berkata kepada Samir Moral dan Sumi Nulu, "Bantu aku antarin mereka"

Sebelum Samir Moral dan Sumi Nulu sempat berkata.

Suara Hansen yang marah berdering, "Kamu tidak bisa mengendarai mobil ya? Tidak boleh mengantar?"

Ini............

Samir Moral dan Sumi Nulu menatap ke William dengan ekspresi kasihan.

Sementara Louis hanya menatap ke William dengan ekspresi datar tanpa berkata apa pun.

".........Paman Ketiga, kamu mengantar kakek buyut dan nenek saja. Paman Samir dan paman Sumi bisa mengantar aku pulang" Ellen menarik lengan baju William dan berkata dengan suara kecil.

"Pulang? Pulang kemana?" Hansen menatap ke Ellen dengan serius.

Ellen, "............"

"Datang ke sini saja, ikut kakek buyut pulang rumah, mulai sekarang tinggal bersama kakek buyut"

Melihat wajah Ellen menjadi semakin pucat, Hansen baru menarik nafas dan berkata dengan suara agak lembut.

Sebenarnya Hansen juga bukan marah kepada Ellen, dia itu marah kepada William.

Hanya saja Hansen tidak begitu bisa mengganti nada suaranya.

Yang Hansen tidak menyangka adalah wajah Ellen menjadi semakin pucat setelah mendengar kata-katanya.

Hansen mengaerutkan alisnya dan menatap ke wajah Ellen, sesuatu memancar dari tatapannya, setelah itu dia pun menatap ke William dengan ekspresi yang semakin serius, tatapannya berisi mengamati dan pertanyaan.

Menghadapi tatapan Hansen, William tetap bersikap sangat terus terang dan tenang, "Ellen akan mengikuti aku pulang ke coral pavilion"

"Tidak mungkin!" Hansen berkata dengan marah.

Semua orang, "..............."

William berhenti sejenak sebelum berkata, "Tunggu luka kepala Ellen sudah sembuh, aku baru membawa dia pulang ke rumah menjenguk kamu"

Setelah berkata, William pun memegang tangan Ellen dan membawa Ellen berjalan menuju mobilnya.

"William Dilsen, kalau kamu mau membawa Ellen pergi hari ini, kamu harus mengemudi melewati tubuhku!"

Hansen langsung berjalan ke depan mobil William sambil meliriknya.

Samir Moral dan Sumi Nulu menggeserkan tatapan mereka secara diam-diam dan berpura-pura tidak melihat adegan itu.

Sampai sini, seharusnya semua orang sudah mengerti, di seluruh keluarga Dilsen, kalau mau bilang susah diatur, Hansen kalau berkata dirinya berada di peringkat kedua, tidak ada yang akan berani mengaku di peringkat pertama.

Bahkan William saja harus memberikan jalan kepada Hansen!

"........Ayah, kamu, kamu bukannya sedang membiarkan orang lain ketawa kita?"

Louis merasa sangat risau, dia berjalan ke sisi Hansen dan menariknya.

"Aku melihat siapa berani ketawa aku"

Ekspresi Hansen tenggelam dan dia pun menatap ke Samir Moral dan Sumi Nulu, untungnya mereka berdua tidak melihat ke arah sini, kalau tidak mereka akan 'diselesaikan'

Melihat penampilan Hansen, tatapan Ellen pun menggelap, dia menatap ke tangan William yang sedang memegang tangannya, kemudian menarik tangannya keluar dengan kuat secara perlahan.

William, ".............." Dia menatap ke Ellen tanpa berkata.

Ellen memasang sebuah senyuman yang terpaksa dan berkata dengan suara agak serak, "Paman ketiga, aku ikut kakek buyut pulang saja"

"Tidak boleh!"

"Kamu tidak bisa mengambil keputusan!"

"Ellen tidak akan bersama denganmu berdua lagi!"

"Berikan tanganmu kepada aku!"

Sambil berkata, William mau menarik tangan Ellen, tetapi Ellen malah menghindarinya dengan menggeser kedua tangannya ke belakang.

Mata William memerah, dia menjilat bibirnya dan mau memeluk Ellen.

Merasa sakit hati, Ellen langsung mundur beberapa langkah, dia menatap ke William dengan tatapan yang memerah, berisi dengan minta tolong dan keras kepala.

Sebenarnya Ellen sudah merasa sangat puas dan bersyukur dengan hasil saat ini.

Kakek buyut tidak membenci dia karena masalah ini, malahan dia tetap peduli dan menerima Ellen.

Ellen benar-benar tidak ingin melakukan hal yang membuat kakek buyut sakit hati lagi.

Kalau kakek buyut bisa merasa terhibur jika Ellen mengikuti dia pulang, maka Ellen mau mengikuti dia pulang.

Selain itu.

Ellen lebih jelas dari pada siapa pun.

Mau kakek buyut menerima fakta bahwa Ellen dan William telah bersama bukan masalah yang bisa dilakukan dengan cepat.

Karena berharap bisa bersama dengan William, maka Ellen tidak akan menyerah pada saat ini.

Ellen hanya berharap luka yang disebabkan oleh masalah ini bisa mengurang, usaha mereka bisa membuat Hansen menerima hubungan mereka secara perlahan, menurut Ellen hal itu baru merupakan hasil terbaik.

Bukan seperti sekarang, satu keluarga berada di dua sisi, semuanya terluka dan sakit hati.

Pada akhirnya, William menyerah juga.

Menghadapi Ellen, keras kepala dan aturan William bisa dihancuri dengan mudah.

..............

William mengantar Ellen, Hansen dan Louis kembali ke rumah, sementara Samir Moral dan Sumi Nulu mengikuti di belakang mobil William.

Setelah 40 menit, mobil William berhenti di depan rumah.

Louis dan Hansen turun dari mobil duluan, kemudain mereka pun berdiri di luar mobil sambil menatap ke William beserta Ellen yang masih berada di dalam.

Ellen duduk di tempat penumpang, tangannya yang kecil dan putih memegang celana jeans yang dia pakai dengan erat, Ellen menundukkan kepalanya agar William tidak bisa melihat matanya yang memerah, "Paman ketiga, hati-hati di jalan"

Tangan William yang berada di alat nyetir pun mengerat, dia menatap ke Ellen melewati kaca spion.

"Kamu, jaga dirimu baik-baik" Jelas, suara Ellen juga menjadi serak.

William menjilat bibirnya dengan dada yang bergerak naik turun, keinginan dia mau membawa Ellen kembali ke coral pavilion sama sekali tidak berkurang di sepanjang jalan tadi.

Tetapi William tahu, dia tidak bisa.

William mengigit giginya dan berkata, "Turun!"

Kalau Ellen masih tidak turun, William benar-benar tidak yakin apakah dirinya tidak akan membawa Ellen pergi sekarang tanpa peduli apa pun!

Novel Terkait

Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu