Hanya Kamu Hidupku - Bab 173 Ellen, Paman Ketiga Salah.

Samir bermuka tidak tahu berkata apa, berjalan buru-buru ke samping porchenya, melompat masuk, dan melaju keluar.

Tenaga porche merk G-TR memang lebih besar daripada porche lainnya, jadi Samir dan lainnya pun meningkatkan kecepatannya tetapi juga tetap kalah dengan William.

Rumah keluarga Dilsen.

William menghentikan mobilnya di depan pintu rumahnya, membuka sabuk pengamannya, dia bermuka sedikit marah membuka pintu mobilnya dan keluar dari mobil, kaki panjangnya melangkahi pintu rumah dengan aura yang kuat.

Pada waktu yang sama.

Gerald barusan menjemput Vania pulang dari rumah sakit, ketika dia membawa Vania menaiki tangga, William memasuki ruang tamu.

Mendengar suara langkah kaki dari ruang tamu, Gerald dan Vania terkejut dan berhenti berjalan, melihat ke arah pintu rumah.

Ketika melihat orang yang jalan memasuki rumah adalah William, mata Vania terlihat cerah, awalnya yang kelihatan lemah masih memperlukan bantuan Gerald untuk memegangnya, sekarang tiba-tiba menjadi semangat dengan energi yang kuat mendorong tangan Gerald untuk tidak memegangnya, berlari ke arah lantai bawah, menuju didepan William, segera memeluk erat tangannya William,"kakak ketiga....Ellen memukulku, coba lihat mukaku, sudah bengkak dipukulnya. Dia mendorongku, membuatku tertabrak kursi, bagian perutku memar, kakak ketiga.. kamu harus membantuku......"

Belum sempat mendengar kata Vania Dillsen, William mendorong tangan Vania Dillsen mengangkat matanya, dia menatap Gerald dengan murung, yang berdiri di tengah tangga.

"Ah....kakak ketiga"

Vania mundur beberapa langkah untuk membuat badannya seimbang, menghirup udara, dan menatap William dengan heran.

Baru kemudian dia menyadari bahwa wajah William yang dalam itu luar biasa dingin dan tangguh.

Vania menggenggam tangannya dengan erat, berdiri dengan kaku di tempat, tidak berani mendekati William setengah langkah pun.

Gerald mengkerutkan keningnya dengan kaku, dia melirik pipi Vania yang sedikit gemetar, dan menatap William dengan sedikit ketakutan, mengerutkan bibirnya, dengan tegas berkata,"William, begitu cara kamu memperlakukan adik perempuanmu sendiri?"

"Mulai hari ini, dia bukan adik perempuanku William lagi !" suara William tidak lembut, dingin seolah-olah berasal dari bawah tanah.

"kakak ketiga..."

"Jangan memanggilku !" William berbicara keras.

"........" Vania mengencangkan bahunya, matanya memerah terlihat ketakutan dan keluhan.

Dia belum pernah melihat William yang begitu dingin dan kejam.

"William, jangan berpikir bahwa kamu sekarang adalah penguasa keluarga Dilsen, kamu dapat melakukan apapun yang kamu inginkan di rumah, dan berteriak pada keluarga!" Gerald menatap William dengan marah.

"Tuan Dilsen, kamu tidak berhak mengajariku !" William menatap Gerald dengan dalam dan dingin.

Tuan Dilsen ?

Gerald marah dengan matanya membesar, menatap William dengan tajam,"kamu panggil aku apa?"

“Tuan Dilsen!” bibir William menyempit menjadi lurus.

Pada awal dua puluh tahun yang lalu, dia sudah ingin memanggilnya seperti itu!

"Kamu... anak tidak berbakti !" Gerald memarahi sambil meringis.

"Aku datang kesini hari ini untuk memberitahumu bahwa mulai dari sekarang kamu dan aku tidak ada lagi hubungan papa dan anak!" wajah William dingin dan tegas, menatap Gerald yang marah sampai gemetaran.

"kakak ketiga, apakah kamu ingin berputus hubungan dengan papa?" mata Vania memerah, bermuka tidak percaya menatap William.

"Dan kamu Vania, kamu bukan adik perempuan William lagi !" William menatapnya dengan dingin.

"......." Jantung Vania gemetar dingin, kakinya bergerak mundur tak terkendali, dan dia menggelengkan kepalanya dengan sedih pada William,"kakak ketiga, mengapa kamu melakukan ini? Kami adalah keluargamu, ada apa denganmu?"

"Kalau kalian tidak begitu ikhlas menyambut Ellen, mulai hari ini Ellen tidak akan menginjak lantai rumah sini satu langkah pun, Vania, jika Ellen terjadi apa-apa disuatu hari, orang yang pertama kucari adalah kamu !"

William berkata dengan mata yang tajam dan nada kejam.

"Ellen lagi ! dia lagi ! kakak ketiga, kamu ingin membela Ellen sampai sejauh apa ? hari ini Ellen yang duluan memukulku ! apakah kamu tidak melihatnya? lihat mukaku ! lihatlah !"

Vania tidak bisa menahan, tidak bisa menahan William tanpa syarat membantu Ellen.

Selalu karena Ellen menyalahkan dia, memarahi dia, bahkan demi Ellen, dia ingin memutus hubungan dengan papanya dan adik perempuannya !

"kakak ketiga, kamu demi Ellen, sudah tidak terkontrol dan tidak punya akal !"

Vania menujuk mukanya sendiri,"kubilang sekali lagi, kali ini Ellen yang duluan, dia yang duluan memukulku ! apa yang terjadi padanya sekarang, dia sendiri yang memintanya !"

"kamulah yang sudah tidak terkontrol Vania !" teriak William.

"kakak ketiga ! apakah kamu tahu aku sudah mau gila dibuatmu?" tampaknya Vania sudah didorong ekstrem oleh William, mengangkat tangannya dengan menjambak rambutnya dan berteriak nangis berkata,"aku tidak paham apa bagusnya dia? kamu dan kakek selalu membelanya ! pikiran Ellen sangat dalam, pikiranya tidak bisa ditebak ! dia hanya melihat kekuasaan dan kekayaan rumah kita, enggan meninggalkan rumah Dilsen, jadi dia mendekatimu dan mempunyai bajingan kecil itu ! Dia Ellen perempuan jalang yang licik dan tidak tahu malu, kotor dan najis, ah...."

Sebelum kata-kata Vania habis, dia melihat William berjalan ke arahnya dengan roh-roh jahat yang ganas.

Tangan Vania memegang tangannya yang sedang menjambak rambutnya itu, dan dia ketakutan sambil bergerak mundur dengan cepat.

"kakak ketiga, apa yang kamu ingin lakukan? apakah kamu ingin memukulku, aaaaaa papa..... papa... tolong aku..."

Ketika William berbicara, William mempercepat langkahnya dengan keras, Vania berteriak ketakutan dan berlari ke arah Gerald.

"William, William, kamu berhenti, berhenti !"

Gerald sedikit gelisah, segera berlari menuju lantai bawah, dan menarik Vania kebelakangnya untuk melindunginya.

Menatap William yang galak," William, apakah kamu binatang berdarah dingin? Vania adalah adik kandungmu, kamu..."

"adik kandung? Kamu yakin?"

Bibir William lurus, meremas kata-kata itu dari giginya, dan menatap mata Gerald dengan dingin.

Gerlad Dilsen,"..." tiba-tiba menarik nafas, menatap William dengan dingin, tiba-tiba tidak bisa mengatakan sepatah kata pun.

William menatap Gerald dengan tatapan yang dalam, dan itu tampak seperti binatang buas tanpa mempunyai perasaan, seolah-olah dia sedikit ceroboh, dia akan menunjukkan giginya yang tajam dan menyobek orang-orang yang sudah melanggarnya.

Napas Gerald kacau, dan dia menatap mata William yang dalam dengan cemas dan khawatir.

William mengerutkan bibirnya dengan dingin, dan melirik Vania yang bersembunyi di belakangnya dengan hanya memakai satu mata melihat, diam-diam memperhatikan William, dia berbalik dan berjalan ke luar ruang tamu.

"kakak ketiga..."

Vania menatap punggung William dan bergumam sambil menangis.

William memiringkan kepalanya, melirik Vania, matanya menyipit.

William berjalan ke pintu ruang tamu, melirik beberapa orang yang di halaman, Samir dan lainnya, menyipit sedikit, tidak mengatakan apa-apa, melangkahi ambang pintu, dan berjalan menuju gerbang.

Samir dan lainnya melirik ke ruang tamu, dan saling menatap, lalu mengikuti meninggalkan tempat itu.

....

Rumah Sakit Yihe.

Ruang VIP yang di tinggal Ellen.

Rosa melihat Ellen yang sedang tidur di tempat tidur, matanya berkedip dengan cepat, lalu memandangi Hansen dan Louis dengan wajah cemburutnya, merendahkan nada dan berkata,"Kakek, Bibi, apakah kalian sudah makan siang?"

Louis mengangkat keningnya, melirik Hansen,"papa, bagaimana jika aku pergi membeli sedikit makanan kesini ?"

Rosa mendengarnya, mengetahui bahwa mereka belum makan siang, dan berkata,"biarkan aku yang pergi beli aja."

"Rosa, hari ini kamu telah berlarian untuk kami, dan kamu belum bisa beristirahat sebentar, duduklah di sini dan istirahat, aku akan pergi."

Mereka meminta Rosa membawa mereka ke rumah sakit sejak siang hari, Rosa berlari naik turun dengan Sobri untuk pergi membereskan data-data prosedur penerimaan untuk Ellen dan mengambilkan obat, mengetahui bahwa Ellen akan dirawat di rumah sakit, dia pergi membeli beberapa kebutuhan sehari-hari untuknya.

William datang ketika Rosa sedang berpergian membeli barang kebutuhan, jadi mereka tidak ketemu.

"Bibi, aku tidak lelah, ini yang harus aku lakukan, Lagipula, aku yang melihat dia dari kecil." Rosa mengulurkan tangan dan menjabat tangan Louis, berkata dengan empati.

Ketika Louis mendengar Rosa mengatakan ini, dia merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan.

Lagipula, Rosa menyukai William, dan itu bukan rahasia di rumah Dilsen.

Selain itu, dia sengaja membiarkan Rosa menjadi menantu perempuannya, tetapi sekarang William, karena Ellen, aku takut bahwa mustahil bagi Rosa untuk menikahinya menjadi menantu perempuannya.

Dia sekarang berlari naik turun dengan sukarela untuk Ellen, mungkin semua ini demi William.

Louis memandang Rosa dengan iba, dan berpikir bahwa Rosa tidak tahu tentang William dan Ellen, jadi lebih kasihan melihat Rosa.

Dia menghela nafas dengan lembut di dalam hatinya, dan Louis berkata,"aku akan pergi denganmu, aku hanya ingin keluar berjalan menghirup udara segar."

“Tapi kamu tidak terlihat sangat baik, kan?” Rosa menggosok tangan Louis dengan khawatir dan berkata.

Louis dengan enggan tersenyum dan mengangguk,"Ya, ayo pergi."

Louis berdiri, memandangi Hansen, dan bersama Rosa meninggalkan ruang itu.

Ketika Rosa dan Louis sudah berpergian sebentar, William dan beberapa orang bergegas datang ke ruang itu.

Samir dan lainnya tidak melihat situasi Ellen sebelumnya, tetapi sekarang mereka terkejut ketika melihatnya, tidak menyangka bahwa lukanya begitu parah !

Samir segera memutar hatinya.

Sumi, Ethan dan William adalah orang-orang yang tidak mudah mengeluarkan perasaan, tetapi ketika mereka melihat Ellen di ruang rumah sakit, Sumi dan Ethan jelas-jelas kelihatan sedih.

Wajah Karlos sedikit berbeda.

Pertempuran ini benar-benar sengit!

William duduk disamping tempat tidur Ellen, menatap wajah Ellen dengan erat dan fokus, setiap pembengkakan di wajahnya juga seperti dia juga ditinju berat di posisi hatinya.

William mengulurkan tangannya, memegang tangan dingin Ellen yang sedang infus dan mengepalkannya dengan kuat di telapak tangannya, dan matanya tiba-tiba tampak merah pekat.

Ellen, paman ketiga salah.

Mulai sekarang, paman ketiga tidak akan lagi meminta orang lain untuk menjagamu dan tidak akan pernah membiarkanmu meninggalkanku setengah langkah pun.

Melihat sudut mata merah William, tangan Hansen yang awalnya di kaki, perlahan mengepal, dan mata kacau perlahan menutupi matanya ditandai dengan rasa bersalah.

Ini adalah kedua kalinya Ellen terluka di hadapannya.

Dia tahu bahwa cucunya akan kecewa berat padanya.

Tapi dia tidak bisa menyalahkannya, dirinya yang telah mengecewakannya.

Juga mengecewakan dia karena Ellen.

William memandang Ellen tanpa bicara selama setengah jam, lalu dia berkata,"Kakek, aku ingin tahu apa yang terjadi pada Ellen hari ini."

Hansen menatap William dengan dalam.

Pada saat ini, William juga perlahan memalingkan muka dari wajah Ellen dan menatap kepada Hansen,"Ellen tidak mungkin memukul Vania tanpa alasan."

"......"

Novel Terkait

Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu