Hanya Kamu Hidupku - Bab 285 Selain Kamu, Tidak Ada Yang Bisa Menyakitiku

Ellen naik ke lantai atas, langsung masuk ke kamar William.

Ellen melihat ke sekeliling kamar, tidak melihat William.

“ Ellen.” Suara serak William terdengar dari ruang ganti.

Ellen mengangkat kepala melihat kearah ruang ganti, setelah terdiam sejenak, baru melangkah menuju ruang ganti.

Pintu ruang ganti sedikit terbuka.

Ellen membuka pintunya tanpa ragu.

William sedang mengenakan celana kerja yang baru, potongan celana ini sangat pas, bahannya menutupi kakinya dan membuat lekuk kakinya terlihat begitu sempurna.

Membuat Ellen sempat terlena melihatnya, ia berkata pada William, “ Paman ketiga, sudah begini malam, paman mau pergi?”

William tidak menjawab pertanyaannya, melainkan berkata, “ Masuklah bantu aku mengikatkan dasi.”

Ellen sedikit mengkerutkan alis dan berjalan masuk.

William membuka laci yang berisi dasi, mengeluarkan sebuah dasi yang berwarna hitam pekat lalu memberikannya pada Ellen, matanya yang hitam menatap Ellen lekat.

Ellen membentangkan dasi, bibirnya tanpa sadar terangkat begitu tinggi.

William memeluknya, menundukkan kepala mengigit ringan bibirnya, baru mengangkatnya keatas kursi kecil hitam dan menjulurkan leher kearahnya.

Ellen menundukkan wajahnya, mengikatkan dasi tanpa mengatakan apapun.

Pandangan William hanya tertuju lurus kearah alis Ellen yang mengkerut sampai begitu erat.

“ … paman ketiga.” Setelah Ellen selesai mengikatkan dasi, tangan kecilnya merapikan simpul dasi, mengangkat wajanya menatap William sambil berkata dengan lirih.

William mengangkat alis, tangannya yang besar merangkul pinggangnya yang kecil, suaranya terdengar berat, “ Ada apa?”

Mata Ellen membelalak besar, “ Aku teringat lagi pada mimpiku semalam.”

Mata William yang dingin bergeming, merangkul pinggangnya dan menurunkannya, setelah dia berdiri tegak ia melepaskan tangannya, lehernya tiba-tiba terasa ketat.

Ellen mengetatkan dasi William.

William menghela nafas pelan, mau tidak mau mempertahankan posisi tubuh yang sedikit menunduk, posisi pandangan mereka sejajar, “ Jangan berpikir sembarangan. Ingat. Didunia ini, selain kamu, tidak ada yang bisa menyakitiku!”

ucapan William penuh dengan rasa percaya diri, sama seperti aura dirinya, terasa begitu angkuh sejak lahir.

Ellen menatapnya, “ Bagaimana bisa aku menyakitimu?”

William merangkul pinggang Ellen, hidungnya yang mancung menempel di hidung Ellen, matanya berkilau bagaikan ada bintang yang berkelip disana, menatap Ellen dalam, “ Jadi, tidak ada orang yang bisa menyakitiku. Apa lagi yang kamu khawatirkan?”

“ Aku tidak bisa menahannya.” Ellen mengangkat alis, menatapnya dengan sedih.

William menatap kedalam mata Ellen, ada rasa tidak tega juga tidak berdaya, berkata sambil menghela pelan, “ Simpan kembali rasa kahwatirmu, tidak akan ada yang terjadi……….. lagi pula, ada kamu, Tino, Nino, aku juga tidak akan membiatkan hal yang buruk terjadi padaku.”

Ellen hanya bisa menatapnya dengan cemas.

William mengelus kepalanya, langsung menggendongnya, mengambil jas luar berwarna hitamnya, berjalan keluar dari ruang ganti, “ Aku harus ke Prancis untuk dinas beberapa waktu, mala mini langsung berangkat.”

“ Ke Prancis?”

Ellen mencengkram bahunya dengan sangat terkejut.

Awalnya dia mengira dia berganti pakaian karena ingin ketemu klien.

Ternyata bukan, melainkan ada dinas! Bahkan dinas ke Prancis yang begitu jauh?!

“ Hm.” William menurunkan Ellen di ranjang, dirinya berdiri dihadapannya mengenakan jas luaran, lalu mengancing jasnya dengan gagah, “ Untuk beberapa waktu ini, urusan rumah harus merepotkanmu untuk mengurusnya.”

“ Kenapa begitu tiba-tiba?” Ellen turun dari ranjang dan menarik dasinya lagi.

Sudut mata William sedikit mengkerut, segera menggenggam tangan Ellen, lalu merangkulnya pelan kedalam pelukannya, menundukkan wajahnya menatap wajahnya yang mengkerut, “ Tidak tiba-tiba. Dinas malam ini sudah ditentukan sejak satu minggu yang lalu. Hanya saja belum memberitahumu saja.”

Dia pergi ketemu klien saja Ellen sudah merasa tidak tenang.

Kali ini mengetahui dia mau pergi ke Prancis yang begitu jauh, hatinya semakin merasa tidak tenang.

Ellen menggenggam erat kedua sisi jas William, mengangkat wajah kecilnya, menatapnya dengan wajah penuh kecemasan, “ Harus kamu yag pergi ya tidak bisa menyuruh orang lain untuk menggantikanmu?”

“ Hm, masalah ini sangat penting, aku harus hadir langsung.” William mengangkat tangannya dan mengelus pelan wajah Ellen, “ Bukankah dulu juga pernah dinas, bukankah setiap kalinya aku kembali dengan selamat. Kali ini juga sama. Tenang, hm?”

Ellen tahu disaat seperti ini tidak seharusnya membuat keributan, bagaimana pun dia pergi dinas untuk urusan pekerjaan.

Tapi dia sungguh tidak ingin ia pergi!

Hati Ellen sangat panik, tangannya yang menggenggam jas William semakin erat, “ Paman ketika, bisakah…”

“ Tidak mengerti aturan?”

Namun Willia malah tiba-tiba mengkerutkan alisnya, menatapnya dengan begitu tegas.

Ellen merasa tercekat, ucapan selanjutnya tidak berani ia lanjutkan lagi, matanya merah karena sedih, menatapnya dengan kesal dan kasihan.

Wajah William tetap begitu tegas, mendorong cengkraman tangannya, mengambil jam tangan yang ada diatas meja samping ranjang, lalu mengenakannya sambil berjalan keluar kamar.

Ellen hanya terdiam di tempatnya, menatapnya dengan mata yang merah dan berkaca-kaca.

William berjalan sampai depan pintu kamar baru berhenti dan menoleh, menatap Ellen bagaikan orang tua yang sedang menatap anaknya yang tidak menurut.

Ellen menyentakkan kakinya, lalu berjalan mendekat.

William mengerutkan alisnya perlahan, ketika ia berjalan mendekat, ia mengelus pelan kepalanya untuk menenangkannya.

Lalu menggandeng tangannya berjalan keluar.

……

Ellen membawa Tino dan Nino mengantar William.

Didepan villa.

Tino mengangkat kepala melihat William, “ Papi, kali ini pergi berapa lama?”

William hanya tersenyum tipis, “ Setelah selesai urusannya akan langsung pulang.”

“ ……. Kalau begitu kapan urusannya bisa selesai?” Nino bertanya sambil menatap William.

William mengetatkan bibirnya, “ Seharusnya tidak akan lama.”

“ Tidak akan lama itu berapa lama?” kali ini Ellen yang bertanya.

William, “ …..”

Semakin lama semakin merasa seperti memiliki tiga orang anak yang begitu lengket padanya.

Hatinya terasa bahagia namun juga tidak berdaya.

William tersenyum tipis, tatapan matanya terlihat tidak begitu lembut lagi, ia takut gadisnya akan memanfaatkan kesempatan ini untuk memohonnya tidak berangkat, “ Sebelum kembali akan kuberitahu.”

Kedua tangan Ellen mendekap erat, pandangan matanya terasa begitu penuh dengan rasa khawatir.

“ Diluar dingin, bawa anak-anak masuk.” William mendorong Tino dan Nino kesisi Ellen, berkata sambil menatap Ellen.

Ellen menggandeng tangan Tino dan Nino, ketiga pasang mata menatap William dengan lekat, “ Kami akan masuk setelah melihatmu pergi.”

William melihat ketiga orang yang berdiri berjejer didepan pintu, hatinya tidak pernah seberat ini.

Mungkinkah tidak berat?

ketiga orang ini semua tinggal didalam hatinya!

William menguatkan hati, berbnalik dan membuka pintu mobil lalu masuk kedalam.

Tanpa memberi dirinya waktu untuk ragu, setelah naik, William langsung mengenakan sabuk pengaman, menyalakan mobil, memutar mobil lalu berangkat.

Ketika mobil berbelok, William tetap bisa melihat mereka bertiga berdiri didepan pintu melihat kepergiannya, seperti sedang melihat satu-satunya sandaran mereka saja.

Sehingga William semakin yakin, tidak perduli apapun yang terjadi, tidak boleh ada yang terjadi pada dirinya!

……

Dalam satu kedipan, William sudah keluar dinas selama 10 hari.

Setiap harinya selain tetap menjaga kontak dengan Nurima, tidak perduli semalam apapun, Ellen harus menunggu telepon William sampai mendengar suaranya baru bisa naik keatas ranjang untuk tidur.

Terkurung dalam villa selama 10 harian, meskipun villa ini sangat besar, namun Tino dan Nino tetap merasa sedikit bosan.

Sehingga siang ini, Ellen membawa kedua anaknya untuk keluar dan menghirup udara segar.

Nino suka makan cheesenut, Ellen ingat di jalan 步行 ada sebuah toko yang menjual cheesenut, sehingga dia kesana untuk membeli cheesenut dan air mineral.

Nino dan Tino duduk di kursi belakang sambil mengenakan sabuk pengaman bagaikan tuan besar dan mengupas cheesenut dengan senang.

Ellen mengendarai mobil dengan fokus, membawa kedua tuan muda ini berkeliling.

Ketika sudah hampir jam 4 sore, Ellen tiba di sebuah taman.

Ellen memarkir mobil di lapangan parker seberang taman, menatap taman yang berada diseberangnya sesaat, lalu melepaskan sabuk pengamannya, menoleh melihat Nino dan Tino.

……

Taman ini tetap begitu ramai, suara alunan music melantun kesegala penjuru taman bunga.

Banyak kakek dan nenek yang berolahraga dengan riang dan gembira disana.

Hansen tetap duduk di kursi panjang itu, seperti orang yang tidak bisa membaur dan hanya bisa mengamati semua yang terjadi dari jauh.

Tiba-tiba, sebuah tangan kecil yang gemuk terjulur dihadapannya.

Hansen tercengang, melihat kearah tangan kecil yang berada dihadapannya, ia baru sadar kalau yang berdiri dihadapannya adalah seorang anak gemuk dan putih.

Mungkin karena dia gemuk sehingga membuat orang yang melihat suka.

Begitu Hansen melihatnya, matanya yang tidak bersemangat langsung bersinar, berkata sambil memandang anak gemuk itu, “ Nak, apa yang sedang kamu lakukan?”

“ Kakek, aku traktir makan cheesenut mau?” Tino menatap Hansen dengan matanya yang bulat dan jernih.

Hansen tercengang, “ ….. kamu mau traktir aku makan?”

“ Hm.” Tino mengangguk dengan serius.

Ia berjalan ke kursi panjang disamping Hansen, naik keatas dengan gesit, duduk disampingnya.

Hansen melihatnya semakin senang, mungkin karena ini pertama kalinya dia bertemu dengan bocah gempal yang begitu lincah.

Tino meletakkan cheesenutnya disamping, lalu mulai mengupas cheesenut ditangannya dengan serius.

Hansen tidak tahan untuk menundukkan kepalanya, menatap wajah kecil itu dari samping, “ Nak, siapa yang membawamu kemari? Kakek atau nenek?”

Ia bertanya seperti ini, karena setiap hari dia melihat banyak kakek dan nenek yang membawa cucu mereka berjalan-jalan ditaman ini, jarang sekali melihat ada orang tua yang membawa anaknya datang kesini.

Setiap kali melihat para kakek dan nenek itu membawa cucu-cucunya, disaat yang bersamaan Hansen merasa begitu iri, namun labih merasa sedih.

Kalau tidak ada kejadian waktu itu.

Hari ini, mungkin dia juga bisa seperti kakek dan nenek itu, membawa cucu…….

“ Kakek, nih.”

Hansen baru berpikir, tiba-tiba mulutnya sudah tersumpal sebutir cheesenut.

Hansen tercengang melihat Tino.

Tino tersenyum padanya.

Hati Hansen bergetar, disaat bersamaan ada rasa sakit yang mendera hatinya.

Ia mengunyah cheesenut yang dimasukkan ke dalam mulutnya, Hansen mengangkat tangan menutup matanya, mengunyah perlahan, telapak tangan yang menutupi matanya basah tiba-tiba.

Tino melihat Hansen dengan bingung, “ Kakek, kamu tidak apa-apa?”

Hansen menggeleng, entah karena cheesenut yang ada dimulutnya atau ada yang menyumbat tenggorokkannya, sehingga membuatnya tidak bisa mengatakan satu patah kata pun.

Tino mengerjapkan matanya, melihat kearah luar taman.

Tangan kecilnya yang gemuk kembali mengambil sebutir cheesenut dari dalam bungkusannya, mengupasnya sambil berkata dengan suara yang begitu imut, “ Kakek, aku dibawa oleh ibuku kemari. Apakah kakek datang kemari setiap hari?”

Hansen menarik nafas, telapak tangannya menghapus airmata diwajahnya, lalu menatap Tino, “ Selain hujan, kakek akan duduk disini sebentar setiap harinya. Disini, , , , ramai.”

Tino berpikir sejenak, mengangkat wajah kecilnya, mengetatkan bibirnya yang merona, berkata dengan serius, “ Oh, aku mengerti.”

Hansen, “ ……”

Tino melirik Hansen, “ Nenek buyutku juga suka keramaian, sehingga meskipun aku dan adik laki-lakiku segaduh apapun, nenek buyut tidak akan menegur kami.”

“ …….. kamu masih punya adik laki-laki?”

Novel Terkait

Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu